Tuesday, December 18, 2012

Susah Hatiku Malam-malam Begini, Amboi!


Selain bunyi detak jam hijauku dari jaman Jang Gobay, terdengar juga percikan-percikan air dari sela-sela plafon ruang Mbak Eka. Masih di Lantai Dua Gedung A. Sendiri. Oh, seharusnya kulakukan malam ini juga. Besok ada rapat bidstu, sorenya UAS HPD. Al Jarreau membisikkan "pada akhirnya" pada volume limabelas persen. Hah, aku masih saja seperti menulis prosa lirik, padahal yang kubuat ini prosa. Yaah... setidaknya begitulah rasaku. Sungguh tidak mungkin aku berkonsentrasi melakukan apapun dalam suasana kebatinan seperti ini. Apa yang akan terjadi minggu depan? Jika ada yang bertanya padaku, tentu saja kujawab, jelas saja aku bersusah hati. Ah, tidak terlalulah. Biasa saja. Apalagi bila mengingat semua rincian itu. Sia'ul! Aku tidak suka begini. Aku eksibisionis! Ini lagi... Surga dan Bumi, meski aku curiga juga. Sudahlah... Ya ampun, jadi begini lagi?!

Huft! Terpasang juga akhirnya gambar ini. Jadi desktop-ku bisa bersih kembali. Inilah akibatnya jika merasa aman dalam drum berisi oli, sedangkan tepat di depan wajahmu seekor ular menggeliat-geliat membuat geli.
Lalu apa yang bisa kulakukan? Bisakah aku tidak membicarakan itu, dengan diriku sendiri? Jelas tidak, karena tidak banyak yang penting di dunia ini. Apa aku harus cerita bahwa aku memulai hari dengan burger steik spesial, spageti merah dan ikan goreng tepung? Apa aku harus cerita bahwa nada bicara Satpam tadi membuatku hampir naik pitam? Apa aku harus cerita bahwa, mungkin, lebih baik seperti Ahok yang suka marah-marah? Yang terakhir ini sudah tentu tidak. Kalau aku marah, jantungku berdetak kencang. Siapa yang tahu kalau itu tidak sekalian menaikan gudreg-ku. Oh Allah, Engkau lebih tahu betapa hamba bersusah hati. Sungguh tak tahu malu hamba... Ampuuun Ya Allah, aduhai, bagaimana lagi hamba harus memohon AmpunanMu? Susah hati ini, kepada siapa dapat kuadukan? Hanya kepadaMu. Kali ini, benar-benar hanya kepadaMu. Tak satu manusia pun dapat melipurku kini... sudah lima belas menit berlalu dari jam dua puluh.

Kali ini, aku akan lebih manis. Seandainya saja... Tidakkah aku berhak atas usapan di punggung? Dekapan? Ciuman lembut di dahi? Aku sudah tidak lagi memikul dunia. Mau juga nggak. Namun, yang kupikul sekarang... Lihatlah berbaris-baris kalimat tak selesai ini... [siapa yang harus lihat?] Takkan kutemukan di mana pun. Tidak akan pernah, selama masih di atas dunia ini. Apalagi jika sampai dengan cara itu... Naudzubillah tsumma naudzubillah! Mengubur diri dalam pekerjaan jelas bukan gayaku. Justru lebih mungkin jadi ubur-ubur buruan Spongebob dan Patrik. Itu pun tidak, karena aku tidak menyengat. Biar kumuntahkan di sini. Anak-anak itu memang kurang ajar! Tanpa terkecuali! Semua! Tapi ya itu. Bukan aku tidak bisa, aku tidak SUKA marah seperti aku tidak suka sakit. Marah membuatku merasa sangat tidak nyaman. Oh... betapa saat ini aku membutuhkan banyak-banyak usapan, dekapan, ciuman... semuanya yang lembut... tumbuh jadi satu. Khayalan, yang nyata serta angan-angan, berjuta mimpi dan harapan, semua lembut jadi... BUBUR!

No comments: