Friday, September 21, 2012

Piano untuk Serius, Gitar untuk Senggang


Biasanya kalau aku memulai menulis entri dengan sebuah judul, maka judul itu berarti suatu emosi yang tiba-tiba mendesak dadaku ingin diledakkan, tetapi tidak ada pelampiasan. Sekarang aku sedang duduk di belakang mejaku sebagai staf Sekretaris Fakultas sambil menunggu shalat Jumat. [buset... masih jam 10.52 sudah nunggu shalat Jumat? Padahal PNS pun bukan hahaha] Gara-gara tidak sengaja mendengarkan You are So Beautiful-nya Joe Cocker dimainkan dengan piano, aku jadi ingin main piano! Piano adanya di Yado. Di Faculty Lounge ada sih kibor, tapi malas betul kalau harus menyalakan ampli dan sebagainya itu. Lagipula mau ditegor Bu Eti?! Ya sudahlah, daripada tidak tersalurkan, mending nulis entri di Kemacangondrongan.

Tiap kali aku mendengar atau melihat orang main piano, terlebih yang "terdengar" sederhana seperti You are So Beautiful itu, aku selalu merasa, sepertinya aku juga bisa memainkannya. Dari dahulu aku sudah tahu sih, bahkan Ibuku yang tidak saget main pun pirsa, bahwa tangan kiriku terlalu ribut. Memang masalahnya selalu adalah seberapa sering latihan. Di Yado piano itu mangkrak, masa harus kubawa ke calon rumahku? Kurasa Qoryatussalam Sani yang terlalu Islami itu perlu sedikit sentuhan gerejawi juga. [lho?!] Bukan begitu, maksudku, tidak apa kan kalau sekali-sekali dari rumah di pojokan itu terdengar Have Yourself a Merry Little Christmas ...hohoho. Atau beli kibor? Well, sepertinya tidak seniat itu deh. Meski, kurasa, waktu yang diperlukan untuk menguasai sama banyaknya, lebih baik aku berlatih piano lebih keras, daripada mulai dengan kibor.

Sekarang aku sudah lebih tenang. Entah bagaimana, setibanya di ruanganku aku teringat Laverne and Shirley dan kemudian Mork and Mindy. Entah perasaanku saja atau memang benar begitu, acara TV Amerika pada masa itu jauh lebih sopan daripada yang ada sekarang. Selain itu, aku juga jadi kasihan pada anak jaman sekarang. Jamanku dahulu, TV itu hanya ada pada jam 17.30 sampai 18.00, terkadang ada lagi dari 20.00 sampai 21.00, dan yang paling ekstrim 22.30 sampai 24.00. Sepanjang siang, jika pun ada, adalah suara radio. Banyak waktu senggang untuk melakukan berbagai macam hal. Banyak ruang untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Sekarang, seorang anak sejak panca inderanya bekerja sudah menjadi tawanan televisi, dari bangun tidur sampai berangkat tidur! Betapalah beberapa di antara mereka tidak menjadi autis?!

Berikutnya mengenai Qoryatussalam Sani. Seharusnya aku menyertakan gambar-gambarnya di sini. Daerah itu terasa seperti kawasan pedesaan yang sekarat. Sekarat, karena sudah tidak ada lagi kegiatan bertani. Sawah sudah tidak terlihat di mana pun. Akan tetapi, sisa-sisa suasana pedesaan masih sangat terasa. Rumah-rumah gaya pinggiran khas orang Betawi masih mudah ditemui di mana-mana. Mungkin dahulu penghuninya adalah keluarga-keluarga tani. Di sepanjang Jalan Raya KSU yang bersambung dengan Jalan Raya Parung-Serab memang dapat ditemui toko-toko, yang dahulu pada tahun '90-an terdapat di sepanjang Jalan Margonda. Teringat akan hal ini, aku menjadi ngeri sendiri. Aku ngeri membayangkan tempat ini suatu hari nanti akan menjadi seperti Margonda sekarang.

Dahil Sa Iyo, Ako'y Lumigaya

Thursday, September 20, 2012

Pilgub DKI Jakarta #2. Ciyus? Miapa?


Hari ini sedang terjadi, seperti kata media, pertarungan jilid dua Foke-Nara versus Jokowi-Ahok. Kenapa gak Ahok aja sih, Pak Basuki. Saya lebih senang kalau Bapak dipanggil dengan nama itu. Terlebih kalau Bapak suka menggunakan nama Tionghoa Bapak, Zhong Wan Xie. Saya gak tau aturan memanggil nama Tionghoa dengan maksud menghormati, Pak Zhong kah? Mungkin orang banyak mengenalku sebagai seorang yang rasis, tetapi sesungguhnya aku sekadar sangat berminat pada masalah eks-golongan Timur Asing di Indonesia. Ya, khususnya golongan Timur Asing, meski golongan Eropa juga tidak luput dari minatku. Contohnya, aku punya seorang sahabat bernama Januar Jean Merel Bruinier. Ia menggunakan nama yang sangat Eropa, karena bapaknya dan kakeknya pun adalah Bruinier.

Sayangnya, saudara-saudara kita Tionghoa pernah mengalami sejarah yang, menurutku, pahit, ketika mereka harus mengubah nama-nama mereka, bahkan kebiasaan dan budaya mereka secara keseluruhan. Jadilah mereka terpaksa menggunakan nama-nama yang kiranya lebih "terdengar" Indonesia. Padahal, sungguh harus kita hormati dan hargai setinggi-tingginya pilihan saudara-saudara kita ini untuk menyebut diri mereka sendiri Bangsa Indonesia. Sesungguhnya memang itulah hakikat bangsa ini. Bangsa ini lahir dari orang-orang yang dengan penuh sadar mengikuti kata hatinya untuk menyebut diri sendiri orang Indonesia. Saya pun keturunan Jawa, dan secara sadar menyebut diri sebagai Bangsa Indonesia!

Mengenai Pemilihan Gubernur DKI Jakarta itu sendiri, yang jelas aku tidak punya hak pilih, karena aku menurut KTP adalah warga Kampung Gedong, Kemirimuka, Beji, Depok, Jawa Barat. Namun seandainya saja aku punya hak pilih, siapa yang akan kupilih? Foke-Nara atau Jokowi-Ahok. Itulah yang susah... Aku tidak suka Nara karena beliau lulusan Akabri Darat seangkatan SBY lagi. Aku tidak suka Jokowi karena... setuju dengan Mama dan Ibu, bentuknya ora pokro hahaha. Jadi aku mendukung Foke dan Ahok, tapi sayangnya tidak begitu pasangannya. Mungkin kalau pun aku datang ke TPS, akan kucoblos gambar Nara dan Jokowi karena aku tidak suka mereka, dan kubiarkan wajah-wajah Foke dan Ahok tetap mulus baik-baik saja. Akibatnya, kartu suaraku akan menjadi tidak sah pun.


Ciyus? Enelan? Cumpelo? Miapa?
Baru saja Paul Mauriat mengakhiri Mon Amie La Rose-nya. Teringatnya, shubuh tadi aku bermimpi! Jadi, dalam mimpi itu sepertinya aku sedang mau naik pesawat terbang. Suasananya seperti Terminal Bandara Kemayoran ketika masih beroperasi di awal tahun '80-an dulu. Aku berjalan melintasi tarmac dan naik tangga ke dalam pesawat, yang sepertinya B737 tetapi bukan, karena bentuknya lebih kuno lagi. Namun yang kuingat mesinnya dua, meski lebih mirip B737 varian-varian baru. Begitu saja lepas landas dan sejurus kemudian aku terlelap. Entah berapa lama, aku seperti bermimpi [mimpi dalam mimpi] karena aku tiba-tiba melihat kami terbang dekat sekali dengan sisi sebuah bangunan bertingkat dengan jendela-jendala kaca di sisinya. Namun aku tidak melihat kursi-kursi penumpang lain. Aku seperti melayang di udara begitu saja.

Sambil melayang, tetap dalam posisi duduk, aku seperti menembus ke dalam bangunan itu dan melayang di atas dan sekitar orang-orang yang sedang makan. Tampaknya lantai tempat aku "masuk" itu semacam food court. Aku terus melayang menembusi dinding, sampai masuk ke suatu tempat yang seperti dapur, dengan meja-meja stainless steel-nya. Selama aku melayang itu, tampaknya tak seorang pun menyadari kehadiranku. Tiba-tiba saja aku berhenti melayang, terduduk di atas salah satu meja stainless itu, dan seseorang begitu saja menyiramiku dengan sesuatu yang mirip kecap dan saus tomat sampai bajuku kotor penuh dengannya. Ia terkejut bukan alang-kepalang dan meminta-minta maaf sambil berusaha membersihkanku. Kemunculanku tiba-tiba di dapur itu sepertinya menimbulkan kehebohan.

Aku keluar dari dapur itu dalam keadaan kotor dan bau, meski mereka sudah berusaha membersihkanku. Aku celingukan di food court yang ramai, dan entah kenapa aku merasa bahwa ini adalah Madiun. [aku belum pernah ke Madiun!] Sejurus kemudian muncul, dengan tiba-tiba juga, Bayu Mursito dan Budi Pru, dan sepertinya beberapa kawan-kawan alumni SMATN Angkatan II. Mereka menyerbuku dengan pertanyaan sedang apa di sini dan kenapa begitu keadanku. Aku bingung harus menjawab apa, namun seingatku yang keluar dari mulutku adalah, aku ingin bergegas ke Surabaya untuk mengejar penerbangan. Oh ya, aku berangkat dari yang seperti Kemayoran itu pagi-pagi sekali, jadi entah bagaimana kupikir aku bisa mengejar penerbangan dari Surabaya siang ini, dan sepertinya tujuanku adalah Papua.

Tak lama aku menemukan diriku di sebuah bangku besi, sepertinya di pelataran parkir gedung itu, masih kebingungan. Aku mencoba mencari informasi. Tiba-tiba saja BB-ku berbunyi menandakan ada BBM masuk. Ketika kubaca, entah dari siapa aku lupa atau tidak tahu, pesan itu berbunyi: Semoga musibah ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Aku terkejut setengah hidup. Otomatis kuraih tabletku entah dari mana, dan ketika kunyalakan yang terlihat di layarnya adalah video sebuah pesawat terbang hancur terbakar di tengah laut entah di mana. Ketika itulah aku tak sengaja mendengar beberapa orang membicarakan berita kecelakaan pesawat terbang yang sepertinya ditayangkan di televisi. Begitulah maka aku terbangun...

Je Pense a Toi

Wednesday, September 19, 2012

Dari Sekian Juta Keindahan Dunia


Mampukah aku menyelesaikannya dalam tiga jam...? Baru saja, setelah shalat Maghrib yang sangat tepat waktu, (...sungguh memalukan!) aku bergegas ke parkiran motor untuk memindahkan Vario ke depan Bagian SDM, daripada ia menginap lagi semalaman di sana dalam keadaan dirantai. Ketika aku keluar dari parkiran, kuperhatikan suasana senja yang sangat sedap. Langitnya mendung berwarna kekuningan. Ini membuatku ingin sekali mengabadikannya sebagai sebuah entri. Setelah selesai dengan yang ini langsung beresin proposal ya. [Whoah, sedap! Sekarang blogger berkelakuan seperti Word!] [Tapi] bagaimana dengan tawaran Bu Arie? Bukuku sendiri. Ikan untuk Nelayan, yang sudah demikian lama mangkrak sehingga semakin banyak saja rincian yang harus dimutakhirkan. Apakah aku punya waktu untuk itu semua? Punya dong. Insya Allah. Meski urusan membangun mood selalu saja memakan waktu sangat lama. Terlalu lama. Namun, menurut apa yang kurasakan saat ini, suasana hatiku tepat untuk menulis!

Purfect! Should've done this early on! Al Jarreau sedang mendendangkan Af telor di tabletku. Subhanallah Alhamdulillah wa Syukru lillah. Apalah yang kurang padaku sekarang ini? Masih ada. Satu yang sangat mengganjal. Semoga Allah memudahkan, melancarkan urusan yang satu itu. Ampuni hamba Ya Allah. Sekarang After the Love is Gone. Sedap betul! Gadget punya. Workstation yang nyaman juga punya. Kurang apa lagi? Tinggal yang satu itu. Bayu Handoko mengaplot sebuah foto dari masa yang telah lama berlalu. Masa yang, sedihnya, tidak ingin kuingat-ingat. Tak ayal aku pun memikirkannya. Lihatlah wajahku di foto itu. Muda... dan dungu! Baru saja ia melakukan suatu kedunguan besar, terus saja ditambahnya dengan berbagai kedunguan yang lebih besar lagi, tak henti-hentinya hingga kini... Ya Rabb... Itulah sebabnya, bertahun-tahun Si Dungu ini hanya mampu membatin jika melihat pasangan muda yang terlihat sakinah, terlebih bersama anak-anaknya... Ya... kedunguan-kedunguankulah yang membuatku tidak berhak merasakannya. Sering aku mendoa untuk mereka. Ikhlaskah? Atau muncul dari hati yang sakit penuh iri dengki?

Almarhumah Withney Houston menyanyikan All at Once, berkumandang dari ZTE LightTab V9 Plus-ku. Dalam foto itu ada Bobby Akuba Gani di sebelah kananku, dan Bayu Handoko di sebelah kiriku. Bayu memberi kepsyen foto ini "Penguasa B1". Menurutku kurang tepat. Jika harus begitu judulnya, maka aku tidak boleh ada di foto itu. Justru Iwan Sofyan-lah yang harus berada di situ, karena ia adalah penguasa Koridor Selatan B1. Bobby dalam foto ini lantas adalah penguasa Koridor Utara, Bayu Koridor Barat... Lhah, siapa penghuni Koridor Timur yaa...? Menurut Adikku, aku mirip sekali dengan Bapak di foto ini. Baguslah itu. Aku anak tertuanya. Pantaslah aku sangat mirip dengannya. Kembali ke masalah penguasa, aku dahulu adalah PTG (Penghuni Terang-terangan Gelap). Maksudnya, sudah jelas penghuni gelap, gaul lagi! Sungguh, suatu masa yang sangat tidak enak jika sampai terkenang. Bahkan episode AAL yang jelas memalukan itu saja lebih tertahankan. Seorang tolol akan kehilangan esok dan justru menggapai kemarin, begitu kata Tante Dionne Warwick. Sekitar sepuluh menit menuju pukul tujuh. Jika aku tidak segera mengakhiri ini, mungkin aku akan kehilangan esok.

Selalu dan selamanya
setiap saat bersamamu
bagiku seakan mimpi
yang menjadi nyata

Sunday, September 16, 2012

Berani Sumpah tapi Takut Mati


Aku sedang berada dalam suatu krisis yang bolehlah disebut sebagai "berani sumpah tapi takut mati." Artinya, jangan percaya omongan lelaki, meski sampai beberapa menit yang lalu aku masih laki-laki. Ya Allah, ampunilah hamba. Ketika orang seperti hamba ini disebut guru, pengajar dan dikatakan mengilhami, membangkitkan, mengilhamkan, mengobarkan... Ya Allah apa jadinya dunia ini... Seandainya saja aku bisa membangkitkan dan atau mengobarkan nafsu syahwat alias birahi mungkin urusannya jauh lebih sederhana. Hamba adalah pemalas dan pendosa. Sedangkan malas itu saja sudah sebuah dosa yang mematikan, masih saja hamba menambahnya dengan dosa-dosa dari berbagai jenisnya. Ya Allah... ampun Illahi Rabbi Ya Ghafur ar-Rahiim ampuni hamba. Langkah menuju taubat an-nasuha harus segera diayun, dan itu Insya Allah adalah besok! Ya Allah, jangan biarkan hamba terus berkubang dalam dosa. Engkau lebih tahu bukan itu yang hamba inginkan. Hamba ingin menjadi hambaMu yang suka mengingatMu, bersyukur padaMu dan menjadi hambaMu yang lebih baik lagi. Kasihanilah hamba Ya Maha Berbelas Kasih, Pencipta Iba dan Belas Kasih itu sendiri...

Terima kasih, Dik, atas perhatianmu. Aku hanya bisa berterima kasih dan berdoa, memohon ampun untuk kita dan terutama untukku. Dalam kesempatan ini perlu juga kucatat bahwa kemarin, Sabtu 15 September 2012, Parlindungan Harahap, kawanku seangkatan FHUI '96 telah berpulang ke hadiratNya pada usia yang belum genap 35 tahun, kabarnya karena menderita sakit ginjal. Semoga Allah menerima semua amalnya, melipatgandakan pahalanya, mengampuni dan menghapuskan semua dosanya, melapangkan kuburnya, sedangkan seluruh keluarga sanak kerabat yang ditinggalkan olehnya dikaruniai ketabahan. Tidak banyak yang kuingat mengenai kawanku ini, kecuali bahwa ia dan teman-teman dekatnya Geng Homo itu Insya Allah adalah orang-orang yang lebih baik akhlaqnya dan lebih baik agamanya dibandingkan denganku. Seingatku, Parlin selalu bertutur kata lembut, dan aku tidak pernah mendengarnya memaki. Semoga berpulangnya Parlin ini menjadi nasihat bagiku, menjadi pemicu dan pemacu untuk lebih cerdik hidup di dunia fana ini. Katakan, beruntunglah orang yang membersihkan diri dan mengingat nama Tuhannya kemudian shalat. Akan tetapi, kebanyakan lebih memilih kehidupan dunia, padahal akhirat lebih baik dan kekal.

Di paragraf ketiga ini, kepalang kuaminkan juga doamu, Dik, setidaknya pada bagian yang ada doktornya. Sampai hari ini, setelah pada 9 Juli 2012 lalu aku bertemu muka dengan Adriaan Bedner, aku belum lagi menghubunginya. Sama-sekali. Sampai hari ini, bahkan melirik apa yang harus kutulis untuk Mbak Emmy pun belum kulakukan. Get busy yang kutulis seminggu yang lalu ternyata belum juga menjadi kenyataan. Dapatkah aku melakukannya setelah ini juga? Memang ada juga aku berharap, siapa tahu, dengan menyusun disertasi, aku bisa memiliki sesuatu yang cukup berguna untuk kusebut sebagai keahlian. Siapa tahu, meski segala sesuatu yang membuat hati merasa senang adalah nikmat sedangkan yang sebaliknya adalah dosa. Hati hanya akan merasa tidak senang jika kita berdosa, itu yang kutahu. Keahlian... Sungguh pekerjaan mengajar ini menyiksaku. Tidak lebih dan tidak kurang, yang kulakukan adalah cingcong. Aku berharap, jika aku sampai berhasil meraih gelar doktor, dan itu tentu saja karena aku meneliti sesuatu, ada sesuatu yang kusampaikan, yang berguna, yang benar dan baik, jika pun harus aku mengajar. Ini juga selayaknya menjadi motivasiku. Aku malu cingcong terus, tapi mau bagaimana lagi, aku dibayar karena itu... dan duit membuat hatiku senang.

Wallahua'lam

Saturday, September 15, 2012

Francis Goya: Bulan Biru Bersalah Lagi


Malam ini sungguh panas terasa udara. Aku terbangun tadi sekitar jam satu dengan perut perih, setelah kurang lebih pada jam sembilan atau setengah sepuluh tadi terasa mengantuk sekali. Sekitar jam satu aku terbangun dengan kepala basah. Rambut di belakang kepalaku memang sudah gondrong. Memang hanya di belakang dan samping karena yang depan dan atas sudah tidak mau tumbuh lagi. Terbangun dan bingung mau makan apa, akhirnya, ujung-ujungnya, mie instan lagi. Entah bagaimana ketika terbangun tadi terngiang di kepalaku You're Gonna Lose that Girl. Jadilah aku menonton konser Beatles di Washington Coliseum pada 1964. Namun kini aku mendengarkan Elvira Mardigan yang dimainkan oleh Francis Goya. Kini, ditingkah manisnya petikan gitar, (ooh... sekarang Concerto d'Aranjuez), dini hari sekitar jam tiga, aku terpikir mengenai perceraian. Mungkin aku juga akan menulis separagraf mengenai SMA Taruna Nusantara. Namun biarlah untuk sejenak kukenang terlebih dulu Kemayoran di awal tahun '80-an. Apa yang ingin kukenang darinya? Entahlah. Mengapa aku tidak shalat tahajud saja?

Tidak pernah kusangka dan kurencanakan. Tidak pernah terlintas dalam benak sampai kapanpun, bahkan kini juga tidak. Terlebih juga mendengar lagu-lagu yang telah membentukku, membentuk kejiwaanku sedari kecil, sungguh tidak habis pikir. Aku hanya ingin mencintai satu orang perempuan saja dalam hidupku. Satu saja, dan aku ingin melakukannya sesempurna mungkin. Aku selalu yakin bahwa telah tercipta bagiku seorang perempuan, yang memang terlahir hanya untukku, seperti halnya aku terlahir hanya untuknya. Sampai ajal memisahkan kami untuk sementara, semoga bersatu kembali di keabadian. Sampai kini pun aku masih meyakininya. Akan tetapi, sungguh berbeda apa yang kualami sejauh ini, dengan segala luka yang entah bagaimana caranya agar sembuh. Masih saja terus nyeri. Apakah pengingkaran merupakan satu-satunya cara? Sleepy Shores ini sungguh menyakitkan. Sungguh terasa sangat segar dalam ingatanku, seakan baru saja terjadi. Sungguh menyakitkan. Apakah aku lebih menyukai rasa sakit itu? Tentu saja tidak. Aku ingin hidup, meski kini aku sudah kurang yakin mengapa aku harus terus hidup, karena berbagai hal yang terjadi belakangan ini.

Lalu SMA Taruna Nusantara. Sampai kini, entah bagaimana, setahuku kampus SMATN itu berada di bekas dusun Mbarepan. Seingatku itulah yang pernah diceritakan oleh Almarhum Pak Sadja; atau hanya khayalanku? Lantas mengapa mereka menyebutnya sebagai Pirikan sekarang? Sudahlah, tidak penting. SMATN itu identik dengan prestasi. Prestasi? Kurasa, aku adalah salah satu dari segelintir siswa dan kemudian lulusan sekolah itu yang tidak pernah berprestasi, selama bersekolah di situ dan sesudahnya. Aku yakin aku tidak sendirian. Sejujurnya, entah bagaimana caranya, entah sejak kapan, aku tidak pernah merasa perlu berprestasi. Aku tidak tahu mengapa beberapa kawanku tidak berprestasi, namun, dalam halku, mungkin karena aku memaknai prestasi dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang. Hahaha... jadi ingat tulisanku jaman edan dulu, "Kemenangan Absolut." Tidak penting apa kata orang, selama engkau yakin kau menang, bahkan kaulah sendiri pemenang itu, maka pada saat itu jugalah kau mencapai kemenangan absolut. Hahaha... sungguh naif. Sungguh aku bersyukur tidak begitu lagi cara berpikirku mengenai kemenangan dan prestasi.

Lalu bagaimana caraku sekarang memaknai kemenangan dan prestasi? Kemenangan akan dicapai kelak di "hari besar" itu, sedangkan prestasi ya sama saja dengan cara semua orang memahaminya. Aku berprestasi, misalnya, kalau sampai dapat meraih gelar doktor dari institusi tujuanku itu. Amin. Aku berprestasi, misalnya, kalau sampai jadi profesor, seperti yang kiranya sangat diinginkan Bang Andri hohoho. Itulah prestasi. Aku menang jika kelak di hari besar itu, aku tahu bahwa Allah mengampuniku atau yang sejenis dengan itu. Selebihnya, aku mencoba menjalani hidupku dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan. Sudah. Begitu saja siklusku. Aku tidak punya siklus tahunan kecuali harapan untuk sampai ke Ramadhan berikutnya dan menjalaninya dengan lebih baik dari tahun sebelumnya. Pemberhentian-pemberhentian tentu saja ada, dan terus diusahakan dan didoakan. Biarlah orang menganggapku lebay ketika aku merasa (walau terpaksa) telah bersumpah mengusahakan kejayaan nusantara, sebagaimana telah dilakukan oleh ribuan orang yang lulus dari SMA Taruna Nusantara. Biarlah kutulis di sini agar orang yang mengunjungi blog ini saja yang tahu, bahwa yang kumaksud dengan kejayaan nusantara itu adalah ketika tidak ada lagi orang susah lahir batin di tanah air negeri pusaka ini.

Karena memperjuangkan kejayaan nusantara jasadnya saja hanya akan mendapati setumpuk bangkai

Wednesday, September 12, 2012

HP 520 Mencoba Melampaui 2010


Kasihan... HP 520-ku ini mungkin memang sudah tua. Umur empat tahun untuk sebuah laptop mungkin memang sudah terbilang tua. Bunyinya sudah seperti hujan. Namun mungkin jika dibawa ke tukang servis laptop masih bisa diperbaiki. Kipasnya mungkin jadi tidak seribut ini. Dia ribut pasti karena prosesornya panas. Prosesornya panas karena apa? Entahlah. Prosesornya masih Intel Core Duo. Pada jamannya saja tidak termasuk yang tercanggih. Aku membelinya karena bentuknya sederhana, walaupun fungsinya juga ternyata sederhana. Masa colokan usb-nya cuma dua?! Hari ini panas sekali. Sama-sekali bukan berita. Ini memang sedang musim kemarau. Sambil menulis, aku mendengarkan If You Understand-nya George Baker Selection. Sedap dan manis selalu lagu ini. Belanda sekali. Nyaman. Terasa sepoi-sepoi di tengah panas menyengat dan kegerahan ini. Posisi dudukku tidak bisa dikata yang ternyaman. Sepertinya, meja ini justru lebih tinggi dari meja tulisku yang kini berada di Margonda Residence, kamarnya Sopiwan. Barang-barang itu. Seperti halnya meja tulis bekas Aerex-nya Bapak yang pernah begitu akrabnya denganku, awal 1996. Betapa dungunya aku waktu itu. Betapa dungu...


Kini kuputar I've Been Away Too Long, masih dari George Baker Selection. Bagus, tapi tidak manis dan sedap dan nyaman seperti lagu sebelumnya... eh... tapi harmoni vokalnya tetap manis ding. Yah... sedap juga lah. Bangun tidur pagi ini aku langsung sarapan Nasi Uduk Baba Gembul di Perpustakaan Pusat UI. Nasi uduk, telor ceplok sambel, tahu semur, tumis pare teri... ketika aku minta tambah telor dadar rajang, kata Bu Baba Gembul, itu berarti paket plus. Lalu ternyata sekarang ada ekstra teh tawar hangat tjap Prendjak. Jalan sebentar, ternyata masih haus, maka kubelilah Fatigon Hydro Orange Coco, yang sepertinya sudah tidak ada Fatigonnya itu. Wara-wiri sebentar... mungkin tidak sampai satu jam, melintas di depan warung mie ayam. Maka makan lagilah semangkuk mie ayam, ditambah segelas es kelapa muda dan S-tee. Masya Allah, banyak sekali makanku! Tadi malam, setelah membantu Sopiwan menyiapkan stan FH di Gelar Ilmu UI di Balairung, pergi makan ke Kopi Medan. Makan burger satu dan kentang mayo yang mungkin setidaknya habis satu porsi. Barusan aku ngopi White Koffie. Sungguh sangat mengganggu merek ini. White Coffee atau Witte Koffie, pilih salah satu! Ah sudahlah.

Rambutku sudah gondrong, pantas selalu berkeringat. Setiap kali cukur setidaknya delapan sampai sepuluh ribu rupiah. Mengapa begitu berhitung? Karena kenyataannya uangku tidak banyak sekarang. Ya Allah lancarkanlah, mudahkanlah semua urusan hamba. Tolonglah hamba ya Allah Illahi Rabbi. Kini Demis Roussos mendendangkan Goodbye, My Love, Goodbye. Eh, jadi ingat. Aku punya MP3-nya. Satu album lengkap Paul Mauriat Goodbye, My Love, Goodbye 1974, seperti kagungan-nya Ibu. Kaset yang sangat mengharu-biruku. Melodi-melodi yang membentuk suasana kejiwaanku. Sayang, sisi B-nya aku tidak pernah ingat orkestranya siapa... padahal seingatku aku justru lebih menyukai sisi itu. Dimulai dengan Tie a Yellow Ribbon yang teramat sangat manis, dilanjutkan oleh My Love yang aransemennya menyihir dan menghipnotis, kemudian Killing Me Softly yang... ah, tak mudah dilukiskan dengan kata-kata. Kini Demis Roussos membawakan From Souvenir to Souvenir. Ternyata tak satu lagunya pun kuhafal. Dan kurasa, kini aku sudah merasakannya, aku sudah terlalu tua untuk menghafal. Hafalanku semakin lemah dan aku semakin enggan menghafal... Ya Allah... Untunglah Forever and Ever menerobos relung kelam benakku, menenangkannya, menyamankannya...

Bawalah daku jauh melampaui khayal
Kaulah impianku menjadi nyata, pelipur lara

Sunday, September 09, 2012

Ketoprak yang Menyamai Produktivitas 2011


Minggu-minggu begini kuhabiskan di kampus, di ruanganku kini sebagai staf Sekretaris Fakultas di Gedung A Lantai 2. Seperti biasa selalu bingung mau makan apa, apalagi kalau uang a la kadarnya. Sempat terpikir tadi, toge goreng sepertinya enak. Namun mencari makanan ini kan susahnya minta ampun akhir-akhir ini. Next best option adalah ketoprak. Nah, biar kuceritakan pengalamanku makan ketoprak yang kubeli di depan Mesjid UI ini. Maafkan aku, Pak Penjual Ketoprak, tapi sejujurnya bentukmu langsung membuatku kehilangan selera makan, yang sebelumnya memang sudah sedikit itu. Lipatan lehernya yang dekil dan ngethel, kuku-kukunya yang kotor kehitaman, belum gerobak dan perabotan-perabotannya yang seperti tidak pernah dicuci, tahu yang direndam minyak. Pendek kata, ketopraknya pun tidak enak. Termakan, tetapi tidak enak. Ataukah karena aku sudah kehilangan sama sekali selera makan? Untunglah tahu gorengnya agak mendingan --beli di tempat lain. Kalau panas mungkin lebih enak.

Subhanallah, lagu ini tidak pernah tidak bagus! Fools Rush In. Selalu membangkitkan perasaan nyaman yang menyejukkan. Sepoi-sepoi. Suaranya Matt Monro memang syuper sekali. Sekarang ini lagu From Russia with Love. Ini adalah lagu pertama di Sisi A dari kaset Matt Monro pertama yang kupunya. Sebenarnya entah dari mana, kalau tidak salah punya Mas Yanto Cirebon. Lhah sekarang malah Gonna Build a Mountain. Aku lupa di sisi yang mana lagu ini. Ini juga syuper dahsyat! Waktu-waktu yang dahsyat ketika itu. Umur masih empat belas tahun. Empat belas tahun, Ya Allah, dua puluh dua tahun yang lalu. Jelas aja syuper dahsyat. Nggak ada keluhan ga ada masalah. Paling, jika memikirkan hal ini, jadi terpikir betapa setelah dua puluh dua tahun berselang masih saja aku menyia-nyiakan waktuku. Masih saja kendor lagi. Ya Allah... lancarkanlah segala urusanku dan mudahkanlah. Tolonglah hamba. Eh, tadi malam sempat lihat sebentar sekilas Bruce Almighty. Orang tidak menunggu datangnya mukjizat, mereka melakukannya! Mukjizat apa yang akan kulakukan dalam waktu dekat ini? Shalat Ashar tepat pada waktunya. Dan itu berarti SEKARANG!!!

---jeda shalat---

GET BUSY! Ini adalah pesan yang sangat sesuai untukku. Banyak sekali yang dapat kuselesaikan dan kuperbaiki kalau aku selalu menyibukkan diri. Banyak sekali! Tapi... ya... itu... Jangan berhenti sampai di semboyan saja. Setidaknya, Alhamdulillah, aku sudah berhasil shalat Ashar tepat pada waktunya, baru saja. Aku memang sedang merasa kurang sehat sekarang. Rasanya seperti masuk angin. Ini kurasa karena kemarin malam, sejak Maghrib aku berolahraga, berhenti sebentar makan Beef Spaghetti dan Surimi Wrap-nya PHD ditambah satu liter (?!) Teh Botol Sosro dingin, terus sampai jam dua pagi. Ah, lagu ini.... How Little We Know. Untuk sedikit inspirasi, bolehlah dicatat di sini, kemarin waktu Rapat Bidang Studi Hukum Administrasi Negara FHUI Kamis, 6 September 2012 bertemu Ibu Prof. Arie Sukanti. Beliau menanyakan bukuku.... Buku?! Buku!! Kata beliau, bilang Mas Jo, nanti saya yang bayar. Wah, bagaimana menyusun prioritasnya? Ada Mbak Emmy, Ada Pak Ambar... setidaknya dua ini yang harus diberi prioritas, selain Bu Arie tentunya. Kalau urusannya sama Mas Jo, bagaimana dengan Sofyan...?

PerhimPUnan Studi Hukum dan MasyarAKAt
untuk KesatuAn BAngsa dan KeaDIlan Sosial