Thursday, December 27, 2012

Immaculata Gerisik Daunan Bambu, Gericik Cikumpa


Spiritualitas itu tidak mungkin diusahakan sendiri, tetapi harus dalam kerangka komunalitas. Badannya komunal, jiwanya spiritual alias bertuhan. Ini saja terus kuulang-ulang. Bahkan bila kutulis dalam suatu risalah panjang sekalipun, masih adakah yang mau baca? Inilah setidaknya usahaku, tinggal di Kampung Damai Kedua; agar mendapatkan badan yang komunal itu. Domba yang paling mudah diterkam serigala adalah domba yang tidak berada dalam suatu kawanan; seperkasa apapun dombanya, karena serigala selalu berburu dalam kawanan. Kalau aku terus-terusan mempertahankan kelakuanku ini, aku harus benar-benar mempertimbangkan pilihan pekerjaan. Sudahlah. Tak akan kutinggalkan pun. Takkan pernah aku benar-benar terbebas dari hal-hal medioker seperti dialog itu. Bukan dialognya kali pun yang bikin pusing, bayangan Bu Myra, Mas Santo dan Mas Topo yang menghantui. Lalu jika pun berhasil aku mendapatkannya, dapatkah aku memperjuangkan keyakinan itu? Seratus persen tidak. Yah, tidak sampai seratus lah, tapi jelas bukan itu yang harus kuperjuangkan. Apapun itu, hamba memohon kepadaMu Ya Allah Maha Pengabul Permohonan, karuniakanlah kesempatan itu bagi hamba dan tolonglah, lindungilah hamba dalam menjalaninya. Aamiin.

Siang ini masih aku duduk bertengger di atas kursi plastik hijauku, di pojokan kamar belakang E9. Udara, aduhai, sungguh panasnya sampai aku bertelanjang dada. Hari ini aku belum menjenguk M14. Bosan kali pun pasti tukang-tukang itu melihatku. Biarlah, itu toh rumahku. Aku senang berada di sana. Aku senang diam-diam memandanginya. Aku senang berharap-harap mendapatkan sebuah rumah, dalam arti home bukan house, yang entah sudah berapa tahun tak pernah kupunya.... dan bukan hanya rumah itu sendiri. Kedekatannya dengan masjid itu pun sungguh kurindukan. Semoga tidak hanya jaraknya saja yang dekat, tapi hatiku pun menjadi dekat juga dengannya. Pada saat itu, Insya Allah, aku tidak akan lagi merasa dikejar-kejar harus cari uang. Pada saat itu, Insya Allah, aku sekadar menjalani hari-hari sebagaimana adanya; berkegiatan ketika matahari terbit, beristirahat ketika matahari tenggelam. Itulah fitrah manusia. Kerja sampai jauh malam, lalu bangun kesiangan dan terburu-buru pergi kerja benar-benar merusak badan dan jiwa. Peradaban industri yang menjadi nafas dan denyut keseharian dunia benar-benar merusak lahir dan batin. Lhah, ini lagi. Semester depan akan segera tiba dan aku akan segera lagi mendongengi anak-anak itu mengenai jahatnya industri dan indahnya agraris, kalau bukan sekalian berburu dan meramu; bisa gila lama-lama aku.

Ini rasanya seperti liburan! Liburan? Apa'an tuh? Hahaha... Liburan adalah ini, nggak ngapa-ngapain! Padahal masih banyak sekali yang harus diapa-apain. Biarpun! Matahari kelihatannya sudah mulai memasuki final approach-nya di ufuk barat sana. Sebentar lagi, ia akan tersembunyi di balik lebatnya hutan bambu di muka barat M14. Ah, waktu yang ideal untuk menghabiskan waktu mendengarkan gemericik Cikumpa. Hai, tukang, pemborong, kantor atau siapapun, selesaikanlah rumahku sebelum musim hujan usai. Aku masih ingin bersantai di rumahku sambil mendengarkan gemericik Cikumpa. Nanti, bila sudah kemarau, aku takut debit airnya sudah jauh turun sehingga aku sudah tidak bisa lagi mendengar gemericik itu. Gericik Cikumpa dan gerisik daunan bambu ditiup angin, Subhanallah, adalah suatu simfoni tanpa cela, suci, syahdu dan agung, transenden... hah, habis kata-kataku... yang Insya Allah mampu mengantar pendengarnya sampai pada tataran keberserahan yang mendekati ikhlas. [entah apa pula ini] Aku ingin menjadi hambaMu yang ikhlas, Ya Allah. [...tapi tak ada usahamu ke arah itu] Peningkatan kualitas penghambaan. Kualitas penghambaan yang terus meningkat setiap harinya. Itulah ambisiku. Itulah cita-citaku. Semoga Allah memasukkanku ke dalam golongan hamba-hambaNya yang ber-taqwa. Semoga Allah menunjukkan jalan ke arah tujuan itu, dan memudahkannya. Apalah lagi yang penting dari dunia ini, kecuali itu?

No comments: