Thursday, November 30, 2017

AFIL dan Administrative Law, Semoga Sumringah


Giselle, entri ini kutulis pada suatu Kamis di Semester Gasal alias Fall Semester 2017, jadi ini pasti tentang AFIL dan Administrative Law. Aku lupa bagaimana, yang jelas pagi ini aku sangat-sangat terlambat. Masing teringat olehku satu lift bersama Jonathan Edward. Anak-anak pagi ini semangat sekali diskusinya. Hampir semua berpartisipasi. Kelompoknya Rama Prima Prayoga presentasi hari ini, dan dia jauh lebih telat dari aku. Sudah begitu pakai memfoto belakangku lagi! Jika Faw saja kambing maka apa Rama ini? Semacam entah-entah jadi superhero yang mencium liontin kupu-kupu?


Setelahnya, kalau tidak salah ingat, aku memesan nasi Dilla, krecek, sawi putih, telur ceplok, bihun. Makan sambil memeriksa slides Local Governance, lalu pergi mengajar. Ada Bang Andri mau mengisi kelas pengganti. Mengajar, Ahmad Ramadinan kurang yakin bedanya desentralisasi dan dekonsentrasi. Mungkin benar kata Jay, anak-anak ini hanya terpaksa. Tidak ada yang benar-benar berminat dengan apa yang kukatakan. Atau tidak? Itukah sebabnya Jay, ah sudahlah. Benarkah, seperti kata Amar, aku tulus ikhlas, atau aku hanya menipu diri sendiri, sehingga sia-sia semua ini?

Seperti Bang Andri yang sangat bergairah dengan apa yang didalami, seakan aku benar-benar peduli apa yang diputuskan Artidjo Alkostar. Mana mau percaya aku pada orang yang membiarkan biografinya ditulis sedang ia masih hidup. [Bagaimana dengan Pak Teddy?] Kukatakan dengan pura-pura bersungguh-sungguh, mungkin Bang Andri harus menulis di koran tentangnya. Kukatakan juga Bang Andri jangan sampai membiarkan Dik Savit tenggelam dalam surat-surat dan nomor-nomornya sekali. Selebihnya adalah hujan sepanjang hari yang membuatku kebingungan mau makan apa.

Mengurus pengadaan, mencetak semua hasil terjemahan sampai seratus ribu lebih, lalu pulang. Sampai rumah tidak langsung shalat maghrib malah makan oncom goreng dua setengah dengan sambal kacangnya sekali. Menurunkan kasur untuk tidur kambing, malah aku yang tidur di situ malam ini. Ternyata Nexmedia sudah hidup lagi! Semua salurannya gratis selama empat bulan ke depan. Lewat jam delapan malah lapar, akhirnya nongkrong di tenda nasi goreng depan kompleks. Lumayan ramai malam ini, sampai sempat iseng buat instastory. Mie rebusnya juga dibuat status.

Segitu saja Kamisku. Jelaslah betapa ia membosankan dan melelahkan sekaligus. Beginilah selalu semester gasal, sampai di akhir tahun aku selalu kelelahan. Insya Allah tahun depan aku akan berganti rutinitas baru. Insya Allah jauh lebih menyenangkan dan menyehatkan lahir batin, meski setelah kukonversi ternyata sebelas duabelas dengan apa yang biasa kuterima di sini. Apakah cukup? Hanya berkah dariNya dan keberkahan atas apa yang dikaruniakan padaku yang dapat kupohon dan kupinta. Apa lagi? Banyak sedikit sama sekali tidak ada hubungannya dengan sedih dan gembira.

Entah berapa kali celengan garis harus ditukar di Indomaret. Entah berapa kali hanya itu yang ada dalam dompet. Sampai hari ini hanya begini-begini saja, di sekitar ini saja selalu. Sebenarnya kemarin-kemarin sempat terpikir membuat entri dengan judul Badai Cempaka, namun jadinya malah ini. Jadi memang tidak penting badaikah atau cerahkah, yang penting sumringah, dan sumarah! "Sesungguhnya cara hidup yang disukai Allah adalah berserah diri," pada kehendak dan ketentuanNya tentunya. Lalu apa yang menahanmu dari membersihkan diri? Segera setelah ini!

Mau sampai kapan begini? Tidak akan ada selesai-selesainya ini! Jangan kurang ajar dan "membiarkan" Allah mengambil tindakan padamu, Tolol! Bukan itu artinya berserah diri! Asaptaga, bertahun-tahun dan masih ini saja masalahmu. Sudah empatpuluh tahun lebih umurmu. Seperti deham-dehamnya desahan Johnny Guitar, kau harus menyelinap keluar beringsut-ingsut dari ini. Itu setidaknya jika ternyata mendobrak tidak sanggup. Hei, siapa tahu hari-harimu akan lebih semarak. Ah, sudah kucoba berulang kali. Coba lagi terus jangan pernah berhenti. Ingat selalu KeindahanNya!