Thursday, December 20, 2012

...di bawah Naungan Saluran Udara Tegangan Tinggi


Ya Allah, semoga semua tekanan dan ketegangan ini segera mengendur dan mereda, meski aku tahu, bertumpuk-tumpuk koreksian Hukum Lingkungan masih menunggu. Namun, kini... kunikmati saja dahulu apa yang sedang kurasakan. Aku berjalan di bawah terik matahari tengah hari dalam persekitaran yang tenang, tiada hiruk-pikuk sama sekali, tipikal suasana pemukiman pekerja kantoran di siang hari. Tujuanku adalah sebuah warung, Basmallah Shop namanya; satu-satunya warung di situ. Aku membeli kopi. Kali ini, untuk merayakan suasana ini, aku memberanikan diri membeli Liong Bulan. Tak cukup sampai di situ, aku bahkan membeli makaroni Dua Putri aseli Cikoneng, Ciamis sampai tiga bungkus! Sambil berjalan kembali, kumakan sebungkus makaroni, masih dengan rasanya yang sangat sederhana itu. Sayang, Liong Bulannya mengecewakan karena sudah dicampur gula. Padahal, aku sudah membeli susu kental manis untuk dicampur dengannya, biar jadi kopi susu. Akibatnya, kopinya manis sekali! Yah, setidaknya bagi standarku, maka kutambah air panas dari dispenser. Oh ya, berhubung ini Liong Bulan, tadi aku menyeduhnya dengan air mendidih benar loh, kujerang dengan panci sungguhan, di atas kompor gas satu tungku.

Well, I think I just need a change of pace. Aku sekadar butuh suasana baru, ritme baru; dan Insya Allah, mulai minggu depan, aku bisa mendapatkannya dengan absah. Amin, hamba mohon dilancarkan Ya Allah... wuih siang ini terik benar panasnya... dipicu Liong Bulan, maka kuyuplah kaos oblongku yang lubang badan dan tangannya sudah megar ini. Nyaman. Jauh lebih nyaman dan terasa lebih menyehatkan daripada ngejogrog di pojokanku itu, di Lantai Dua Gedung A; yang selalu saja pengap atau berudara AC. Di paragraf ini, baiklah kuselipkan sedikit mengenai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sejujurnya, lama-lama aku kehilangan pegangan dan arah jika berpikir dan berbicara mengenai hal ini. Mungkin awalnya adalah agar jangan sampai terjadi tabrakan kompetensi antara berbagai program studi yang ada; misalnya, kompetensi kriminologi, karena sudah diajarkan di Prodi Kriminologi di FISIP, jangan ada lagi di FH. Rasanya sih begitu saja. Lalu apa urusannya dengan membatasi jumlah matakuliah ya? Kenapa Hukum Kepailitan dan Hukum Persaingan Usaha, misalnya, tidak boleh ada? Sudah diajarkan di mana mereka ini? Ataukah bahwa kompetensi-kompetensi ini harus didorong ke jenjang yang lebih tinggi?

Tauk, ah. I feel like I'm in a death race, going round and round a hippodrome. Bu Myra tidak bisa lebih tepat lagi ketika mengatakan bahwa, satu-satunya cara kamu bisa bebas dari ini semua adalah keterima S3. Ya Allah, lancarkan, mudahkanlah, selesaikanlah semua urusan hamba dengan sebaik-baiknya menurutMu. Hamba pasrah. Hamba mengakui, berusaha jujur, memang tidak seluruh daya-upaya yang ada pada hamba telah hamba kerahkan. Ampunilah hamba Ya Allah... Sudahlah... lebih baik sekarang memikirkan, kira-kira makan siang apa ya yang enak... Tadi pagi sarapan nasi uduk yang memang sudah cuma begitu saja, tidak bisa lebih baik atau buruk lagi. Datar saja, bahkan cenderung membosankan. Siang ini berarti harus agak lebih bersemangat sedikit lah. Namun terus terang, sampai detik ini, yang mana sudah setengah dua, aku belum terpikir. Bahkan memulai sehuruf dari celotehan Ega dan Togar pun belum... Ya, kalau suasana hati tepat mah apapun mudah saja. Dalam rangka membangun suasana hati inilah aku berkhayal mengenai makan siang... masakannya Ibu... tumis buncis, yang mana pun.... Bu, Boni kangen banget sama Ibu. Ibu selalu menjadi pusat dari kesadaranku, belum pernah tidak. Ibu, dan selalu Ibu. Magelang, Surabaya, Depok, Belanda, Depok... selalu Ibu... dan Bapak.

No comments: