Thursday, June 22, 2006

When Wow Means No


pageboy n. 1. ... 2. A hairstyle, usually shoulder-length, with the ends of the hair curled under smoothly in a loose roll. ~ The American Heritage Dictionary The wonderful thing about a pageboy is that it has so many different looks. Since it is long but doesn't quite touch the shoulders, both gravity and inertia make it move independently of the wearer so it seems almost animated. However, it is mostly interesting because it is very simple and simplicity is beautiful.

Jangankan menulis di sini. menulis apa yang seharusnya kutulis saja tidak maju-maju. Segala upaya untuk menyegarkan pikiran sia-sia belaka. Seperti sekarang kumenulis di cubiclenya Dedy. Tiada guna. Yang kubutuhkan, yang kami butuhkan adalah segera selesai. Ini sudah tidak dapat dinikmati lagi. Aku sendiri sudah tidak tahu lagi apa yang kuinginkan. Mungkin tiada yang lebih kuinginkan pada saat ini kecuali segera melihatnya selesai.

Suatu garis akhir. Segala sesuatu yang seakan tiada berujung tentu melelahkan, dan kelelahan mental sangat berbahaya. Kurasa itulah sebabnya aku tambah gendut saja. Instingku mengatakan aku butuh sedikit kesenangan, dan di sana... tidak banyak kesenangan. Meja makan, kulkas, lemari makanan, tidak lagi menyenangkan, tapi terus saja kuhampiri... Aku merasa terkurung.

Lebih mengerikan lagi, aku tidak dapat menemukan kenikmatan dalam penghambaan. Semoga aku tak pernah putus memohon pertolongan. Semoga aku tak pernah putus asa akan pertolonganNya. Ini mengerikan. Jiwaku tak tergerak untuk merintih. Harus ada sesuatu yang dilakukan dari sisiku. Yang mana? Sesi-sesi lewat tengah malam itu jelas mengerikan. Aku harus sedapat mungkin menghindarinya, mulai dari sekarang. Aku Si Banyak Mulut.

Menjauhkan jiwaku dari keheningan, makanannya. Jiwaku kering kerontang. Jiwaku kelaparan. Aku menjauhkannya dari makanan dan minumannya. Aku Si Banyak Mulut. Tentu saja, Goblok, dengan menceracau di sini pun kau makin membuatnya menderita. Insya Allah, aku percaya pada pembebasan. Insya Allah, aku percaya bahwa hamba tercipta untuk menghamba. Insya Allah, aku percaya bahwa penghambaan itu nikmat. Insya Allah, aku percaya bahwa syukur membawa nikmat.

Saturday, June 17, 2006

Crouch dan Gerrard dari Liverpool FC


Iya
, baru lawan Trinidad dan Tobago, sih. Biarin aja. Yang penting, yang nyetak gol adalah Crouch dan Gerrard. Dua-duanya dari Liverpool FC. Musim depan mereka jadi juara liga, siapa tahu.


Pagi ini aku mem-vermaak gigi. Lubang di geraham kanan ditambal, katanya dengan porselin. Rasanya aneh, mungkin karena belum biasa saja. Namun yang betul-betul terasa aneh adalah tempat yang tadinya merupakan deposit terumbu karang, yang telah kutimbun selama aku merokok kira tujuh tahunan. Tempat itu sekarang sepi, terumbu karangnya sudah benar-benar punah.

Tidak juga, sih. Masih ada sisanya sedikit. Asli, terasa aneh sekali di lidah. Semoga cepat terbiasa. Omong punya omong, semalam aku mencoba Sampoerna Mild barang empat kali hisap. Sepertinya aku tidak benar-benar ingin merokok lagi. Walaupun itu jauh lebih gampang dibandingkan dengan keinginan untuk kurus.

Sore ini aku memacu Smash-nya Doni sepanjang jalan dari Radar AURI lewat Jalan Baru, Margonda, Kampus UI, Kelapa Dua, Pal, Jalan Raya Bogor, kembali ke Radar AURI. Sepertinya Smash dan sebangsanya sudah cukup. Kalau yang lebih kuat lagi mungkin malah membuat dongkol di hati. Yah, begitulah jalan-jalan di Jakarta.

Dan jalan-jalan di antara pepohonan, dengan serangga yang beterbangan tepat di garis mata, membuatku harus menurunkan kaca helmku. Dan polisi-tidur yang botak di kanan kirinya, terkadang memaksaku menurunkan gigi, tapi segera melaju lagi. Begitulah gagasanku mengenai suasana romantis. Berdua, bertiga dengan persekitaran. Memang mengundang Satpam, tapi apa boleh buat. Akan kucoba, mungkin. Entah kapan.

Aku ingin jadi Romo. (menangis tersedu-sedu) Kelak akan ada tandanya, bilamana tiba waktunya aku menjadi Romo. Pasti berat, berat sekali. Tentu saja. Kalau ringan, semua orang mau jadi Romo. Kalau enak, semua saja ingin jadi Romo. Aku mau jadi Romo. Aku harus membiasakan diri dengan yang berat-berat itu. Padahal memulainya tidak sulit, di kamar mandi. Aku selalu lupa membaca doanya, mungkin itu sebabnya. Bolehkah?

Suara terkeras dalam hatiku terdengar seperti "Tidak Boleh", karena memang tidak boleh. Sekalipun Menapak Jalan Spiritual menawarkan suatu dalil yang kelihatannya cukup meyakinkan. Tetap aku tidak yakin. Semoga keyakinanku tidak dilandasi oleh nafsu. Ya Allah, jadikanlah hamba termasuk dalam golongan hamba-hambaMu yang selalu mengingatMu, bersyukur atas segala karuniaMu, dalam golongan hamba-hambaMu yang baik.

Aku merindukanmu, tubuhmu
Terasa nyaman dalam pelukanku
Akankah kurasakan dalam hidupku
Atau dalam kenangan. Entahlah.

Thursday, June 15, 2006

Kambing Aneka-warna Berkepala-batu dst.


Kenapa harus selalu ada identifikasi dengan sesuatu, dengan Romo Semar misalnya? Baru saja terlintas dalam pikiranku. Romo Semar yang ketika mudanya menelan gunung sehingga di masa tua seperti itu bentuknya. Mengapa Romo Semar menelan gunung di masa mudanya? Apakah karena kesombongannya? Lalu mengapa Togog Tejomantri adanya di Ramayana, menjadi abdi Kumbokarno Sang Raksasa yang Hening Hatinya - namun sedih pada akhirnya? Dan Batara Guru, mengapa dia ada di Kahyangan?

Apa pentingnya mereka semua bagiku, bagi desaku, bagi kalaku, bagi patraku? Kenapa harus selalu ada aku? Dunia ini, mengapa? Ya Allah Gusti kawula, inilah sahaya hamba yang hina lagi tak tahu diuntung. Sahaya hamba yang busuk hati dan kelakuan, yang berjalan pongah di atas bumi Gusti Allah, merusak diri dan persekitarannya. Ingin rasanya hamba menangis menyesali diri, tapi keras hati ini, Ya Gusti Penguasa Segala...

Sungguh sangat ingin kuakhiri entry ini, tapi bagaimana dengan komitmen tiga paragraf; sepertinya sudah sering kulanggar. Kemarin setelah Bang Fred berangkat untuk bertemu dengan Bang Safri, sekitar jam empatbelas tigapuluh aku pergi meninggalkan Cimanggis. Pamit kepada Mbak Imed untuk mencari udara segar. Di sinilah Kambing Aneka-warna Berkepala-batu dan Sekitarnya dimulai, membahana berdentam-dentam di setiap bilik hatiku.

Hiruk-pikuk riuh-rendah, segala sesuatu yang sungguh kubenci namun kurindukan - hanya untuk berakhir pada kemafhuman bahwa senyatanya memang aku benci semua itu. Kebodohan yang selalu kuulang-ulang. Pertaruhan mahal atas reputasiku sebagai penguasa tujuh samudera dengan hati yang bilik-biliknya tak pernah cukup menampung rasia dunia. Tentu saja aku selalu kalah. Aku tidak bakat berjudi, dan hidupku tidak mengundi nasib.

Patriark! Tegakkan bahumu! Jangan biarkan melorot menekan perutmu yang semakin tumpah ruah, menurut saja pada gaya tarik bumi. Telan semua rasa sakit, itu baik bagimu! Telan dan jangan mengeluh! Bukan ramuan akar-akaran dan dedaunan, tetapi tanah murni. Tanah yang berusaha keras untuk terus menampung berak semua pendurhaka dan semua sahaya dan semua yang ada di antaranya.

Kau Patriark harus kokoh, sekokoh bumi yang menyangga gunung dan menampung lembah - bahkan lebih kokoh lagi. Jangan sekali pun kau membatin: Aku tidak pernah berjanji untuk melakukan itu. Wanti-wanti jangan sekali-kali kau sedurhaka itu, karena durhakamu tidak mungkin dilakukan atas kesilapan, apalagi kebodohan - Kau Patriark. Ingin rasanya hamba menangis menyesali diri, tapi keras hati ini, Ya Gusti Pencipta Segala Iba...

Telah tersedia bagimu Cinta. Bukan cinta, melainkan Cinta. Kau Patriark. Hukum Pidana B, Hukum Acara Perdata A, Hukum Pajak B, Hukum Perdata C, Tanah Sebagai Jaminan Utang A-, Agama Islam B+,... tinggal Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Segi HTN masih I, nanti Selasa, 20 Juni 2006.

Tuesday, June 13, 2006

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu


Cinta, berahi, dan keindahan itu adalah satu. Ketika belum manunggal dalam keindahan, cinta dan berahi pun berjalan dalam keterpisahan. Kalau demikian, cinta menjadi terlalu ilahi dan halus, sementara berahi menjadi terlalu insani dan kasar. Hanya dalam keindahan, cinta yang ilahi dapat dirasakan dengan nikmat insani, dan berahi yang insani terasa sebagai kehalusan ilahi.


Ketika aku membaca satu paragraf itu, aku langsung teringat pada sesuatu, seseorang. Ketika kulirik di pojok kanan bawah halaman, aha, Benar juga rupanya! Pantas! Sindhunata! Aku tidak pernah tahu bagaimana caranya resensi seseorang terhadap sesuatu buku dapat dimuat di suatu majalah, tentang bagaimana prosesnya. Namun kebetulan sekali, ketika Blossoms of Longing, Ancient Verses of Love and Lament (Thomas Hunter, Yayasan Lontar, 1998) harus diresensi, mengapa Sindhunata, si penulis Anak Bajang Menggiring Angin, sebuah adaptasi terhadap Ramayana. Dan mengapa dimuat di TEMPO, majalahnya Gunawan Mohamad. Apapun itu, Sindhunata adalah satu dari sedikit orang yang narasinya mampu memukauku, kalimat-kalimatnya, diksi-diksinya. Dia nashara bukan, sih?

Sebelumnya aku sudah tahu dan pernah dengar mengenai pemujaan terhadap kesuburan dan tentang wanita suci (fertility cult, sacred feminine), tentang agama Wisnu, dan sebagainya itu. namun aku tidak pernah begitu sadar mengenai arti pentingnya sampai aku berkenalan dengan tulisan si Monyong Dan Brown, tentu saja, Monyong! Yang mana lagi?! Yang terkenal itu, Da Vinci Code. Separah itukah? Sepenting itukah?

Apapun itu, Kawan, Sekarang adalah jamannya para Patriark! Dimulai sejak kurang lebih 6000 tahun yang lalu! Semoga Allah senantiasa menolong, melindungi, berbelas-kasihan pada semua laki-laki yang berjuang keras menjaga kesuciannya demi menyenangkan Allah, berdoa merintih dan meratap memohonkan ampun kepada Allah bagi saudara-saudaranya laki-laki dan perempuan, leluhur-leluhur mereka, anak-cucu mereka. Semoga Allah menaruh iba pada Ibu-ibu mereka, perempuan-perempuan suci yang melahirkan mereka, membesarkan mereka, mendidik mereka mengenal Penciptanya. Semoga Allah mengampuni kita semua, manusia. Maha Suci Engkau dari semua yang disifatkan, keselamatan semoga senantiasa atas segenap rasul (patriark?), segala puji hanya kepada Allah Pengayom alam semesta. Amin.

Monday, June 12, 2006

Jackie Ethel Joan


Aku mulai merasa muak pada vokalnya Freddie Mercury, tapi aku juga sedang bosan pada koleksi musikku yang lain.


Jackie Ethel Joan - Women of Camelot yang ditayangkan oleh JakTV adalah sebuah narasi yang sangat pantas dicatat di sini, untuk diingat. Versi Amerikanya bersubtitle Kennedy Wives. Sepertinya lebih bagus yang di Asia kedengarannya, tapi aku sama sekali tidak paham hubungan istri-istri Kennedy itu dengan Camelot. Nanti kucari tahu. Sejarah selalu memacu adrenalinku, membuatku bersemangat.

Dan kurasa semua orang menyukai sensasi, kontroversi, apalagi konspirasi. Sejarah yang ditulis dari sudut pandang berbeda selalu menarik hatiku, ah, sejarahnya sendiri saja aku sudah suka. Selama ini aku tidak begitu tertarik pada Kennedy. Film itu menyadarkanku akan arti penting Kennedy dalam sejarah Amerika, terutama keluarganya. Dan, film itu diangkat dari sebuah novel. Bagaimana caranya mendapatkan novel itu, ya?

Malam ini Bang Fred berangkat ke Aston menjemput Bang Safri dan mengantarkannya pulang. Menyebalkan! Aku sama sekali tidak combative seperti Bob Kennedy. Semangat bersaingku sangat rendah. Adakah cara untuk mengobatinya? Puus 'tu baru combative. Ige tidak diragukan lagi. Dia kombatan sejati. Menyerah tidak ada dalam kamusnya, bahkan kalau perlu cari masalah.

Kombatif atau tidak, aku harus segera menulis jika tidak mau keadaan memburuk. Tidak malam ini. Besok! Masih belum kombatif. Ya, menjadi kombatif tidak mungkin dalam semalam. Ya Allah, hamba mohon pertolongan. Hamba mohon dimudahkan dalam segala urusan.

Pecinta Gaya-lama yang Baik


Sampai bosan aku mendengarkan lagu ini, walau melodinya memang superb. Kapan aku bisa pulang dan mendengarkannya di rumah, ya? Dengan Harman-Kardon dan soundcard entah apa di rumah, mungkin akan terdengar lebih bagus. Di workstationnya Dedi juga okay. Yang penting dipaksakan menulis dulu, sekalipun belum yakin benar guna dari apa yang ditulis.

Kalau dulu aku pernah berhasil melakukannya, sekarang Insya Allah juga bisa. Dua minggu dahulu, sekarang paling tidak juga segitu. Mendengarkan lagu-lagunya Queen ternyata cukup membantu, apalagi ketika mata terasa berat setelah makan siang. Aku mau mencoba lagu-lagu lain yang juga beaty, Beatles misalnya.

Sepanjang sore dan malam kemarin aku dongkol kepada kemacangondrongan karena dia ngadat. Tidak tahu kenapa, yang ditampilkan di home bukan editan terbaru. Masalahnya aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya dan tidak berminat untuk tahu juga. Belakangan kalau aku memang perlu tahu, biasanya sih tahu juga.

Pagi ini sudah betul lagi. Apa ada hubungannya dengan koneksi, ya? Blog diadakan, sekali lagi, untuk ditulisi - sebagai jurnal elektronik. Jadi aku tidak peduli dan tidak harus peduli mengenai cara bekerjanya. Aku cuma ingin menulis dan itu saja.

Minggu ini aku tidak pulang. Entah kenapa aku merasa sangat enggan pulang. Mungkin karena aku merasa ada pekerjaan yang belum kuselesaikan, banyak sekali. Aku juga harus segera mencari tempat tinggal baru untuk menyembuhkan sindroma disorientasi rumah-kantor, sehingga aku lebih produktif - semoga saja.

Kalaupun bukan tempat tinggal, mungkin paling tidak tempat pesiar atau pos pesiar. Tentu saja aku tak punya alternatif lain kecuali kampus-barel dan sekitarnya. Nanti sore, tidak tahu jam berapa Bang Fred mau ketemu Bang Safri. Di sebuah hotel di Senen, apakah Aston? Pada saat itu aku juga mau pergi ke kampus.

Sunday, June 11, 2006

Siapakah Dia Yang Putih Itu?


Ketakutan seperti merasa tidak mampu menunaikan kewajiban masih terus menghantuiku sampai kemarin sore. Sikap Bang Fred yang selalu cair seakan tidak ada bahaya menghadang sesungguhnya semakin membuatku takut. Ia mungkin atau pasti menjaga garisnya, tetapi kami yang mengamankan pinggang dan belakangnya selalu dirundung khawatir.

Dan aku memang belum berhasil melakukan apa-apa. Ige sudah mendapat kira empat halaman satu spasi dan itu banyak. Aku belum apa-apa. Namun tetap saja Bang Fred seperti tidak ada apa-apa, malam itu mengajak kami makan Mie di Bakmie Margonda. Dan begitu saja kami makan diteruskan obrolan ke sana ke mari, sampai kepalaku terasa sakit sekali dan aku terpaksa mohon diri.

Oh, betapa nyamannya sore ini, tenang seperti dahulu ketika kumulai semuanya. Seorang diriku di sini. Tidak juga, ada Ani dan War.

Kemudian aku dan Ige berjalan menuju kamar Shawn. Sekelebat Gus Dut dan Baron di kamar Shawn yang bau membuatku terlempar beberapa tombak lebih jauh dari biasanya. Ketika semua kembali tertata, begitu saja Ige menanyakan mengenai bahan bakar neraka. Dengan rasa badan yang tiada seberapa enak, betapa menakutkan pertanyaan itu. Manusia dan batu, sahutku. Ada di surat apa, lanjut Ige. Di al-Baqarah dan tempat-tempat lain di sekujur Qur'an. Aku semakin menggigil. Maka kuangkat serta-merta jasad malasku menuju air.

Ya Allah, tiada daya dan upaya kecuali denganMu. Hamba ini apalah. Sungguh, Sang Pencipta rasa iba dan belas kasih, tanpaMu betapa mengerikannya dunia ini. Kau liputi neraka dengan berbagai kesenangan yang melengahkan dan memperdaya. Siapa yang dapat luput darinya kecuali karena IbaMu dan Belas-KasihMu? Kesenangan itu dosa lebih baik sedih. Ampuni hamba, Ya Pengampun, Pengiba yang Selalu Berbelas-kasih.

Tertidur sejenak, terbangun, terkalahkan oleh hawa, tertidur lagi, terbangun lagi karena panasnya udara, diombang-ambingkan bisikan-bisikan. Kuputuskan untuk pergi ke LKHT karena ada AC. Ketika matari kesadaran sudah hampir tenggelam di ufuk tidur, dari kejauhan kulihat Dia Yang Putih menghampiri. Sungguh takut, sama seperti takutku beberapa jam sebelumnya. Kuberusaha menahan matari agar tidak tercelup sebagian dalam samudera kelelapan.

Ketika kusangka aku telah berhasil, Dia Yang Putih semakin hampir. Tiada besar seperti kusangka ketika Ia masih jauh. Ternyata masih anakan. Aku duduk di lantai depan cubicle Parul. Dia Yang Putih menggelesot manja di kakiku, kuelus-elus tengkuk dan dagunya yang lembut sampai beberapa saat. Sikuku menyentuh sesuatu yang ternyata kaki jasadku, dan membatin: Jasadku tidur. Saat itulah aku menyatu kembali dengan jasadku, terbangun geragapan.

Sore ini, ketika kumenulis, jasadku masih tertinggal beberapa langkah. Semoga masuk angin biasa. Sungguh Allah mengetahui semua yang di depan dan di belakang. Segala puji hanya bagiNya Penguasa alam.

Saturday, June 10, 2006

Sindroma Disorientasi Rumah-Kantor


Dengan alasan menghemat - lagipula memang tidak cukup - aku tidak lagi menyewa kamar kepada Pak Faishal Tafran, sehingga aku sepanjang hari sepanjang malam berkegiatan dan beristirahat di Cimanggis. Namun demikian hal ini ternyata memicu timbulnya Sindroma Disorientasi Rumah-Kantor. Kurasa sindroma ini sudah tidak asing lagi bagiku, karena lima tahun terakhir ini mungkin aku lebih sering tidur dan tinggal di tempat kerjaku - atau kehilangan pekerjaan sama sekali sehingga tidak jelas lagi apakah tempat tinggal, tempat kerja, atau apa.

Begitulah maka kemarin aku berangkat dari Kantorku di Cimanggis sebelum shalat Jum'at, kemudian shalat di kampus, dan membaca di bekas cubicle-nya Parul. Di situ aku merasa seperti kantor. Aku membaca dan melakukan kegiatan-kegiatan kantorwi lainnya, tentu dengan selingan-selingan pelepas kejemuan. Sampai ketika Isya' menjelang, berdering alarm instingtifku memberitahu sudah waktunya pulang. Melangkahlah aku pulang ke... naik D.11 ke Pasar Pal, disambung 37 ke Perempatan Radar AURI, disambung ojek, turun di... KANTOR!!!

Setelah Bang Fred mendapat bimbingan Prof. Safri pagi ini, seakan ada titik terang untuk melesatkan bagianku. Benarkah titik terang? Kurasa terang atau gelap tidak ditentukan oleh hal itu, tidak juga oleh kurang tersedianya data, atau faktor-faktor eksternal lainnya. Dapur Magmaku memang belum juga menemukan jalan keluarnya ke permukaan bumi, atau lebih parah lagi, tidak ada aktivitas signifikan apapun di dalamnya. Ah, bukan! Aku belum saja menemukan jalan keluar bagi gelegaknya magma. Begitu jalan keluar sudah terbuka maka begitu saja meledak, memuntahkan berbagai materi vulkanik di dalamnya.

Friday, June 09, 2006

Suatu Kemaluan Memanjang, Memendek


Sampai kapan kau akan dikuasai kebodohan semacam ini? Kau akan selalu dikuasai kebodohan semacam ini selama engkau lengah mengendali kudamu. Selama engkau masih berpikir kau sudah sangat mahir mengendali kudamu, sehingga kau bisa menebar anak panahmu sambil menekan tumit ke rusuk kudamu. Kendalikan kudamu ketika tali kekangnya masih erat dalam genggamanmu. Cegah ia masuk jurang. Jangan sampai ia sudah di bibir jurang baru kau berusaha menahannya dengan menarik ekornya.

Sampai kapan kau akan dikuasai kebodohan semacam ini? Katakan, tegaskan! Tidak lagi. Sangkal hawamu, kau mahluk berjasad! Penuhi haknya, secukupnya. Dan terutama, berlindunglah kepada Sang Pelindung, yang dengan perlindunganNya tak satupun dapat mencelakakanmu. Kau bangkai dikerumuni lalat penuh sekujurmu, berteriaklah sebanyak tenaga yang tersisa. Panggillah Sang Penyahut Panggilan, sungguh Ia tak pernah jauh. Kaulah yang menjauh dariNya.

Semoga Allah senantiasa melindungi hamba dengan belas kasihan-Nya, duh, Allah Sang Pengiba, Pencipta segala rasa iba. Hamba yang tidak shalat Shubuh ini, Ya Allah, ampunilah. Di hari Jum'at yang suci ini, Ya Allah, ampunilah, kasihanilah. Hamba yang sering berpaling dari pengemis dan peminta-minta, sedang hamba sendiri mengiba-iba memohon belas kasihan, Ya Allah, ampunilah, kasihanilah. Betapa lemah hamba menghadapi jasad dan hawa sendiri. Tiada daya upaya hamba berhadapan dengan jasad dan hawa sendiri, ciptaan Sang Pencipta. Di hari Jum'at ini, Ya Allah, ampunilah, kasihanilah, tolonglah, Ya Penguasa Segala.

Dan kemaluan memendek, Insya Allah.

Thursday, June 08, 2006

Bahkan Malam-malam Menjadi Lebih Baik


Sejauh ini aku masih belum menemukan titik mulai yang mantap untuk melesatkan bagianku. Hanya yang kutahu, birokrasi negara Weberian melahirkan hukum administrasi negara, Gerakan Developmentalis melahirkan aliran hukum dan ekonomi, dan Neoliberalisasi menjadi rebutan diantara keduanya. Padahal ketiganya memiliki tema yang sama, yaitu: Keterlibatan Negara dalam Kegiatan Ekonomi - atau mungkin lebih tepat disebut sebagai tarik-menarik antara negara dan pasar. Pengetahuan dan wawasan baru berkesiuran di benakku, dan aku belum ada bayangan mengenai kerangka yang tepat untuk mewadahi mereka semua.

Apa relevansinya kalau dalam Bab Dua ada subbab yang menerangkan mengenai kronologi pertempuran antara negara dan pasar? Mari kita renungkan dahulu topik utamanya: Kedudukan negara sebagai penyerta modal dalam PT Persero. Kalau begini judulnya mungkin agak relevan, sehingga dalam judul tidak usah ditambah embel-embel "ditinjau dari prinsip-prinsip hukum perusahaan". Prof. Safri kelihatannya mau menekankan dikotomi antara publik dan privat dalam permasalahan ini, melalui pertanyaan: "Mengapa ada PT. Persero?"; Sedangkan sebelumnya kita take for granted saja PT Persero itu. Duh, masih belum maju juga ternyata. Masih itu saja yang kupermasalahkan. Mungkin memaksa menulis akan jauh lebih baik. Insya Allah.

Sedikit kesenangan mungkin tidak menjadi apa, sekalipun kesenangan itu dosa lebih baik sakit. Yang berbahaya adalah kejenuhan karena rangkawaktu yang sangat sempit. Dan kecenderunganku untuk terus menginjak pedal gas - setelah itu melepasnya tanpa mau mengingat pernah ada pedal gas di situ. Dan ketidakpedulianku apakah sudah sampai atau belum, sekalipun aku tengah berusaha keras memperbaikinya. Sedikit kesenangan mungkin justru menjadi bagus dan semangat. Ya, siapa tahu. Selalu saja cerita lama, berjuang demi cinta dan kebesaran. Masalahnya adalah lakukan atau mati. Dunia akan selalu menyambut pecinta, sejalan berlalunya waktu.

Wednesday, June 07, 2006

Yang Termanis di Hari Pagi


Kemarin sore aku tertawa-tawa saja. Aku selalu takut jika begitu, tapi jelas Allah punya ketentuan yang tidak mungkin dipahami wawasan manusia yang sempit dan terpenjara. Bubur Kacang Ijo adalah hal termanis yang bisa kudapatkan di hari pagi. Ketika kumelihatnya terasa enggan di hati. Namun telah terhidang di meja, dan bukan kebiasaanku untuk berpaling dari makanan yang masih mungkin dimakan. Lantas kumakan juga sampai habis setengah lebih, dan hatiku tiada gembira. Bahkan 250 ml susu kacang kedelai hangat pun tidak membantu mengangkat suasana hatiku. Aku belum coba kopi.

Melihat satu-satunya kemungkinan mengenai hari-hari yang akan kulalui setidaknya dalam bulan ini, aku ragu apakah irama latihan badanku dapat kupertahankan. Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik tidak menjadi apa. Namun duduk berjam-jam sehari penuh jelas bukan kebiasaan yang baik. Pun itulah yang harus kulakukan untuk menyelesaikan apa yang harus kuselesaikan. Mungkin satu-satunya harapanku tinggal mengatur makan.

Sepanjang hari sampai larut malam kemarin perutku bermasalah lagi. Ya Allah, hamba mohon karunia kesehatan dan tubuh yang ringan. Malu rasanya mengaku hamba-Mu dengan tubuh seberat ini. Seakan tiada mampu hamba menahan diri dari berlebih-lebihan. Engkau lebih tahu apa yang tersembunyi dalam hati hamba. Ya Allah, jauhkanlah hamba dari dosa dan kesia-siaan. Hamba mohon pertolongan. Hamba mohon belas kasihan.

Biarkan Aku membungkusmu dalam cinta yang hangat dan lembut...

Tuesday, June 06, 2006

Broodschrijver a.k.a. Pamphleteer


Sebelum ini aku menulis tentang Nama Domain sebagai Properti, yang Insya Allah akan kulanjutkan setelah seminar. Sekarang aku menulis tentang Penyertaan Keuangan Negara Sebagai Modal dalam PT PERSERO. Yang pertama mengenai properti, yang kepemilikannya secara pribadi merupakan batu bata yang membangun gagasan pasar. Yang kedua mengenai korporasi dagang (commercial corporation,) yang keberadaannya menjadi pemicu timbulnya kapitalisme modern.

Sementara aku sendiri berusaha menempatkan diriku pada sayap kiri, seperti Patrik Berger dan Harry Kewell. Posisi sayap kiri selalu membuatku kagum, karena dibutuhkan keterampilan-keterampilan yang khas untuk mampu menjalankan peran tersebut, terlebih dengan baik; dan aku tidak terlahir kidal. Kurasa, orang harus terlahir menjadi seorang Pemain Sayap Kiri (left-winger) untuk menjadi pemain sayap kiri yang baik. Atau, ia terlahir menjadi seorang pesepakbola yang baik, kemudian seorang pelatih yang baik melatihnya untuk menjadi seorang pemain sayap kiri.

Broodschrijver yang terjemahan bebasnya adalah Penulis Roti merupakan julukan bagi orang yang menulis untuk membeli roti. Pram adalah salah satu yang pernah mendapatkan julukan itu. Pamphleteer yang terjemahan bebasnya adalah Pembuat Pamflet merupakan celaan yang diberikan kepada ilmuwan yang menulis untuk memberikan pembenaran atau pengilmiahan terhadap tindakan penguasa. Jellinek adalah salah satu yang pernah mendapatkan celaan itu. Namun demikian, tidak masalah. Ada pemain-pemain yang dapat menjalankan fungsi sebagai sayap kiri dan sayap kanan sekaligus. Luis Garcia salah satunya. Dia sangat versatile, bisa digunakan nyaris di mana saja asal menyerang - kalau coba-coba bertahan suka blunder soalnya.

Monday, June 05, 2006

Debu Tertiup Angin di Kota Kansas


Timbangan memang bukan alat diet yang baik. Titik. Cuma itu yang dapat kukatakan sekarang mengenai cita-citaku untuk menjadi model sampul majalah Men's Health. Sekarang malah aku merasa tidak enak badan. Seperti masuk angin. Apa penyakit lambungku kumat? Sepertinya setiap kali kuisi makanan maka ia terasa seperti ini. Padahal untuk berkegiatan fisik tidak perlu suasana hati yang enak. Bahkan suasana hati yang tidak menentu dapat diperbaiki dengan gerak badan. Namun yang jelas untuk berlari sejauh 2 km dengan pembebanan 2 kg pada kedua belah tangan membutuhkan keadaan badan yang sehat. Kalau begini, mana enak dibawa lari?

Berbicara mengenai pencapaian, aku mungkin memang bukan seorang pencapai (achiever; eng.). Aku seperti Debu Tertiup Angin di Kota Kansas. Tuh kan, tadi waktu kutulis, aku sempat membatin pasti judul dan isi takkan ada hubungannya. Ternyata nyambung juga, tuh. Atau mungkin aku adalah Debu Tertiup Angin Sehingga Mencapai Kota Kansas? Aku tertiup dari Timbuktu di ujung selatan Sahara, sampai Kota Kansas! Kata Bang Fred kalau aku mau pasti bisa, kan. Semua orang juga berkata seperti itu termasuk aku sendiri. Tapi aku mau apa? Aku mau... emh... mau... Aku MAU jadi SPONGEBOB ROUNDPANTS. Bentukku memang lebih mirip Patrick, tapi aku memiliki kedalaman seperti Spongebob!

Oh, sekali lagi kumerasa seperti ini, dan ada Si Keparat itu lagi di sisiku! Tepat ketika aku merasa seperti ini. Oh, betapa mengerikannya! Haruskah aku ditegur lagi dengan keras? Haruskah? Naudzubillah! Ampun, jangan, Ya Allah. Biarkanlah hamba melayang dalam Samudera-Mu, hamba setitik buih. Kasihanilah hamba, Sang Maha Belas Kasih. Biarkan hamba bermesraan dengan-Mu saja. Dekaplah hamba. Tenggelamkan hamba dalam Samudera-Mu. Betapa mengerikan hidup di dunia ini tanpa Belas Kasih-Mu. Sudah masuk waktu Isya'.

Orang Tolol Merangsek Masuk


Cinta adalah permainan orang tolol
Begitu biasa kukatakan
Permainan yang kukira takkan pernah kumainkan

Cinta adalah permainan orang tolol
Begitu kukatakan sambil menyeringai
Lalu kau berlalu dan disini aku
Memperingatkan angin

Orang tolol merangsek masuk
Ketika malaikat merasa remuk
Maka kudatang kepadamu
Hatiku di atas kepalaku

Walau kutahu semua bahaya di situ
Kalau ada satu kesempatan bagiku
Maka aku tak peduli

Orang tolol merangsek masuk
Ke tempat orang bijak tidak berani pergi
Tapi orang bijak tak pernah jatuh cinta
Jadi bagaimana mereka tahu

Mmhh... ketika kita bertemu
Betapa kumerasa hidupku dimulai
Maka bukalah hatimu dan biarkan
Orang tolol ini merangsek masuk
terjemahan bebas dari lirik lagu "Fools Rush In" karya Johnny Mercer dan Rube Bloom, dinyanyikan antara lain oleh Louis Armstrong; Mildred Bailey; Charlie Barnet; Count Basie; Shirley Bassey; Brook Benton; Stanley Black; Teresa Brewer; Rosemary Clooney; Bob Crosby & his Orch.; Vic Damone; Sammy Davis Jr.; Doris Day; Dion & the Belmonts;The Dorsey Brothers; Jimmy Dorsey & his Orch.; Tommy Dorsey & his Orch.; Ray Eberle & his Orch.; Billy Eckstine; The Four Freshmen; Stan Getz; Lesley Gore;Lionel Hampton; Dick Haymes; Al Hirt; Harry James & his Orch.;Joni James; Etta Jones; Tom Jones; Andre Kostelanetz; Mario Lanza; Peggy Lee; Julie London; Frankie Lyman & the Teenagers; Dean Martin; Tony Martin;Al Martino; Billy Mayerl; Johnny Mercer; Gary Miller;Glenn Miller & his Orch.; Matt Monro; Rick Nelson; Anita O'Day; Elvis Presley; Buddy Rich; Lita Roza;Anne Shelton; Frank Sinatra; Keely Smith; Jo Stafford;Sylvia Syma; Ted Weems & his Orch.; Teddy Wilson, dan lain-lain (sumber www.lyricsplayground.com)
 

Saturday, June 03, 2006

Kuselesaikan Macangondrongku


Memang ada waktunya ketika kita harus berani berkata pada diri sendiri bahwa cukup adalah cukup, selesai adalah selesai. Seperti misalnya mengutak-atik template, memang asyik. Tapi blog diciptakan bukan untuk diutak-atik template-nya. Blog diciptakan untuk ditulisi walapun isinya entah apa. Demikianlah maka sejak dari sekarang kunyatakan bahwa template Si Macan Gondrong telah selesai dikerjakan.

Penyelesaian mungkin adalah hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang penyerang. Aku sendiri pernah melakukan penyelesaian yang gilang-gemilang. Suatu kali dari sayap kanan, Ige mencoba langsung menembak ke gawang. Tendangannya cukup keras, namun berhasil ditahan oleh Dedy. Sayang, bola muntah ke dalam lapangan. Tak jauh dari situ Bono Sang Striker Ortodoks telah menunggu kesempatan seperti ini hampir seumur hidupnya. Dia tahu bola itu akan jatuh ke kaki kirinya, kakinya yang lemah. Tapi Dedy baru turun dari lompatnya dan tak mungkin dia menjejak udara untuk melompat lagi. Begitulah maka dengan kaki kiri bola di-chip kembali melewati kepala Dedy yang tengah jatuh. Gol!

Selain itu ada juga jenis penyelesaian lain, yaitu menyelesaikan kuliah Hukum Pidana selama satu semester dengan nilai... B! B, saudara-saudara! B! Sejalan dengan berakhirnya final Agama Islam, maka berakhir juga semester ini. Kecuali bahwa nilai I yang telah dijanjikan oleh Mbak Fatma untuk Kekuasaan Kehakiman-ku, hiks. Itulah akibat terlalu banyak membual. Tapi tak jadi apa. Akan kubuktikan!

Si Debar Kutukupret


Eh
, sebenarnya ga usah kusuruh justify di template-nya, ya. Bodohnya! Ah, sudah terlanjur. Yang paling kutukupret tentu saja sidebar keparat. Aku belum menemukan cara untuk mengubahnya, walaupun tak akan lama lagi pasti berubah. Hanya saja aku memang tidak pernah benar-benar telaten dengan pekerjaan seperti itu. Ukuran font-nya masih terlalu besar. Apa maksudnya menulis nama dan alamat sebesar itu di sisi kiri. Walaupun aku seorang ekshibisionis, tapi aku punya standar tentang bagaimana menampilkan diriku. Tidak seperti itu! Cepat atau lambat pasti kutemukan cara untuk mengubahnya!

Yikes! Setengah jam lagi aku ujian. Ujian terakhirku di semester ini. Semester ekstra harap-harap cemas. Selama kuliah yang mungkin sudah duapuluh semester ini (God help us), baru kali ini aku merasakan kecemasan menunggu nilai. Sebelumnya aku tidak pernah peduli, maka dari itu jadi duapuluh semester. Kali ini tidak lagi. Kali ini dan sebanyak-banyaknya dua semester lagi. Ya Allah, hamba mohon pertolongan dan perlindungan, Ya Yang Menjawab Permohonan Minta Tolong, Yang Melapangkan. Satu-satunya jalan untuk menghentikan kepenatan kuliah adalah... Segera Menyelesaikannya!

Ayo satu paragraf lagi. Sebenarnya aku harus mengistirahatkan tangan kananku, karena sebentar lagi pasti harus dipaksa menulis. Betapa pegalnya menulisi kertas ujian, apalagi bila kau tahu banyak. Kalau tidak tahu apa-apa sih tidak masalah. Lagipula aku memang tidak pernah pura-pura tahu dalam ruang ujian. Kalau tidak tahu ya kutinggal saja, suatu kebiasaan yang harus berhenti mulai dari semester kemarin! Till the end of the Road-nya Boys II Men, yuck!

Friday, June 02, 2006

Sekarang Kutahu Betapa Tololnya Diriku


Kenapa baru tahu sekarang? Bukannya memang sudah dari dulu? Mungkin tidak. Paling tidak, aku tak mau mengakuinya. Ah, sudahlah. Itu gara-gara George Michael merasa bahwa dia tolol karena memberikan hatinya pada seseorang yang tidak merawat pemberian orang dengan baik. Selebihnya, aku cuma mencoba posting di blog-ku yang baru ini. Aku sudah pernah mencoba sebelumnya, tapi tidak puas dengan hasilnya. Sepertinya aku harus mengutak-atik HTML-nya, hal mana aku sangat tidak telaten. Bagaimana aku sampai pernah mengaku sebagai pembangun situs web?! Yah, namanya juga cari uang.

Mari kita coba paksakan satu atau dua paragraf lagi. Setelah George Michael, datang berikutnya Shania Twain dengan I'm Gonna Getcha Good. Lagunya yang lain aku tidak begitu ambil pusing. Kalau tidak ada tak bakal kucari. Namun lagunya yang ini memang asyik. Melodinya bagus, menurutku, dan karakter suara Shania Twain benar-benar tereksplorasi maksimal dalam lagu ini. Khas sekali penyanyi country dengan sengau-sengaunya, sejak dari Skeeter Davis sampai sekarang. Jangan coba lari. Cinta dapat menjadi menyenangkan. Tak perlu menyendiri kalau sudah kau temukan orangnya... Yeehaw!

Nah, satu paragraf lagi. Malam ini aku menginap di LKHT bersama Dedy. Besok final Agama Islam. Ya Allah, masih saja hamba disuruh hidup, entah sampai berapa lama lagi. Sungguh dunia ini sangat berat sekiranya tanpa belas kasihan-Mu. Mungkin seperti lariku setiap hari. Terasa berat setiap kali bertambah putaran. Namun ada saja putaran-putaran yang terasa menyenangkan, walaupun tetap saja berat. Begitu sampai putaran terakhir, entah darimana datangnya tenaga baru membuncah, bahkan sampai minta tambah. Ya Allah, semoga begitu hidupku, pada saat-saat terakhirnya. Tiga paragraf, kan?!