Wednesday, January 12, 2011

Ini Bukan Sensasi. Ini Kejujuran!


Baiklah aku menulis sebuah entri untuk Kemacangondrongan saja, meski aku sebelumnya secara sukarela menawarkan diri untuk mengisi posisi notulis. Mungkin aku akan menceritakannya nanti, tentang Rapat Kerja Pimpinan FHUI yang diselenggarakan di Parai Beach Hotel and Resort, Sungailiat, Bangka, 8-11 Januari 2011. Nanti, di paragraf-paragraf selanjutnya. Sekarang aku jadi teringat pada perbincanganku dengan Cantik sore tadi, mengenai traveling dan Andrea Hirata. Benar-benar pseudonim yang ora keren blas. Cantik memprotesku karena aku terkesan memandangnya sepele. Harus kuakui, entah kenapa, aku tidak peduli cenderung tidak suka padanya; atau tepatnya, aku sinis padanya.

Mengapa? Aku bisa menumpahkan seribu tambah seribu lagi alasan kenapa aku tidak menyukainya. Sejujurnya, sudah lama aku mempertimbangkan menulis sesuatu yang seperti itu. Mungkin seharusnya aku tidak usah berpikir terlalu banyak. Mungkin seharusnya aku menulis saja. Seperti sekarang ini, peduli kambing raker, aku menulis entri saja! Bahkan bisa saja aku melepaskan rencana ambisius Hukum Koperasi Indonesia untuk mengejar impianku sendiri. Kenapa aku harus takut melenggang sendiri? Apa benar aku takut? Butuh apa aku sama Sopian M Pulungan? Aku ingin memanfaatkan ke-SH-anku semaksimal mungkin. Aku ingin beracara dan, tentu saja, punya ijin beracara! Betulkah? Benarkah aku sudah tahu apa yang kuingingkan?



Aku tahu. Aku menginginkanmu, Cantik. Hanya kamu. Jika betul aku hanya menginginkanmu, mungkin aku seharusnya mempertimbangkan baik-baik inspirasi darimu. Aku pun bisa menulis sekuat Andrea Hirata atau siapapun, Dan Brown apalagi. Bahkan aku berani menantang Tolkin dan Rowling! Seperti biasa lebay, tapi siapa takut?! Aku punya beberapa topik yang ingin, atau setidaknya pernah terpikir untuk, kukembangkan. Pertama, tentu saja pengalamanku sendiri. Hahaha... aku jadi seperti Jamal Gani dong, meski aku yakin ia tidak akan mampu membuktikan kata-katanya. [siapa tahu kalau ditantang begini ia akan terbakar hahaha...] Kedua, tentang nekromansi, apa padanan bahasa Indonesianya ya? Ketiga, tentang Tropiko. Sesungguhnya bisa saja yang pertama kubungkus dengan yang kedua atau ketiga.

Disertasi, terdengar begitu jauhnya engkau. Bapak, terutama, selalu mengulang-ulang itu. Ibu, seperti dahulu, terlihat lebih sabar. Stop press: Tau2 Ira muncul di sebelahku, "Gue kira lo bikin notulensi." Kujawab, "Gue catet yang ada hubungannya sama pendidikan aja. Begitu kata Bang Andhika." Sepik. Sebenernya sih aku benar-benar males sudah. Jadi, pemirsa, sekarang sudah pukul 23.19 loh. Parul lagi cingcong. Sudahlah. Masih ada Mbak Fit abis ini. Kembali lagi ke Disertasi. Berpikir disertasi, tentu jadi teringat BHMN. Baiklah aku berdoa saja, memohon kepada Allah semoga dilancarkan semua urusanku. Akan kupertahankan posisiku di FHUI, jika tidak untuk apa-apa, setidaknya untuk membalas dendam! Parul bisa menulis bahwa mendidik anak bangsa adalah tugas sucinya. Aku, seperti biasa, sinis.

Kembali lagi ke disertasi, ya, di situ tantangannya. Memang belum kubaca dengan serius, tapi, kalau aku tidak salah baca, Holleman banyak menulis karya fiksi. Wow! Kalau setelah ini Andrea Hirata atau apapun nama aslinya menyusun disertasi sampai jadi doktor, dia bisa sehebat Holleman! Aku... jangan-jangan aku harus mengorbankan salah satunya... Yang jelas, tidak mungkinlah aku kalahkan disertasi. Itu adalah keinginan orangtuaku, dan itu suci! Semoga aku mendapat kekuatan dan kelonggaran untuk mengerjakan keduanya. Keduanya?! Bahkan untuk hukum koperasi Indonesia saja, aku belum menulis sepatah kata pun. Harus kuakui, tentu saja aku tidak begitu semangat menyusunnya. kenapa aku harus berbagi kepengarangan dengan Sopian atau siapapun?!

Biaya cetak! Semoga Allah memberikan jalan untuk ini. Insya Allah, selama masih kulangkahkan kaki ini, maka tidak ada apapun yang harus kukhawatirkan. Allah Maha Mengurus Segala Sesuatu! Lalu Nelayan Teluk Jakarta... Hey! Kepulauan Seribu dulu dong. Nelayan Teluk Jakarta 'kan naskahnya sudah siap. Jika aku berhasil mempersiapkan Kepulauan Seribu, maka Insya Allah ada naskah ketiga! Coba, coba, kita tuliskan judul-judulnya... (1) Ikan Untuk Nelayan! (2) Nelayan Teluk Jakarta (3) Nelayan Kepulauan Seribu. Wow! Meski aku yakin, sebagai sebuah karya antropologi hukum, buku-buku ini tentu rendah mutunya dan penuh kebohongan pula hahaha... Mungkin memang harus kuakui, buku-buku ini bukan tulisan ilmiah. Ini adalah propaganda! Ya, itu lebih jujur. Ini bukan masalah sensasi. Ini kejujuran!

Saturday, January 01, 2011

Malam Tahun Baru Tanpa Air


Writing entries is very relaxing
. Maksudnya, jika aku menulis entri, itu artinya aku sedang rileks. Ditemani operetta karya Johann Strauss II, Die Fledermaus, memang tidak ada lain yang dapat dilakukan oleh seorang decayed gentleman seperti aku kecuali bersantai. Rileks. Memang aku tidak mengenakan setelanku. Di negara tropis ini, malam tahun baru terasa sungguh panasnya. Memang sudah berhari-hari begini. Sesungguhnya, aku hanya mengenakan baju kaus berkerah dari Bapak, yang ada logonya entah apa, yang malam ini terpercik susu Indomilk, bercelana pendek; semakin memantapkan jatidiriku sebagai seorang priyayi yang telah membusuk. Aku tidak punya kekayaan. Aku tidak punya kehormatan. Aku tidak punya apa-apa yang bisa menunjukkan status dan fungsiku. Kecuali bahwa aku juga menikmati segelas besar teh hijau dengan kelopak bunga melati alami, tidak ada satu pun di sekitarku yang menandakan aku berasal dari golongan terhormat dalam masyarakat. Kecuali bahwa aku sedang menikmati Sphären-Klänge dari Josef Strauss, tidak ada satu pun yang menunjukkan bahwa aku seorang aristokrat.

Betapa aku dapat mempertahankan kedudukan sosial leluhurku, kini bahkan aku tinggal di sebuah kontrakan sempit, yang malam ini bahkan air keran tidak mengalir. Intan berkata, "Tidak penting anakku pinter, yang penting bisa cari uang banyak." Uang. Sebuah rekaan (invention) yang sungguh mengerikan. Jika Alfred Nobel saja menyesal telah menemukan dan menyebarluaskan dinamit, maka yang memikirkan gagasan mengenai uang dan mewujudkannya harus beribu-ribu kali lebih menyesal. Sudahlah. Cara berpikir ini sulit, dan tidak menarik. Orang tidak mau dengar. Tahukah engkau, Sayang, kata-kata Intan itu sunguh mengerikan terdengar olehku. Sungguh, dunia kita ini sudah tidak butuh orang-orang yang ketika kecilnya didoakan demikian. Sungguh, jika saja aku mau sedikit berusaha, aku bisa membuktikan bahwa menjadi kaya sekarang berarti memiskinkan orang lain di tempat lain, di waktu lain. Namun kini aku sedang enggan berusaha, jadi kuketuk-ketukkan saja jariku pada papan-kunci laptop-ku seirama dengan Radetzky March.

Selamat Tahun Baru 2011. Banyak Untung. Banyak Senang.

Aku bersungguh-sungguh dengan kata-kataku, ketika kukatakan padamu, tidak ada hubungannya antara apa yang kita usahakan dan hasil yang kita dapatkan. Berusaha adalah takdir manusia. Hasil adalah sepenuhnya hak prerogatif Allah. Benar-benar sepenuhnya terserah Allah. Karena itu, aku tidak suka menaruh bekerja dalam satu kategori dengan berdoa. Bekerja itu selalu tidak (sepenuhnya) menyenangkan. Berdoa sudah pasti menyenangkan, setidaknya membuat hati nyaman. Aah, seperti komposisi ini! Gold und Silber oleh Franz Lehar. Dan berdoa tidak sama dengan 'menyuruh' Allah. Kurasa, kebanyakan orang, termasuk diriku sendiri, alih-alih berdoa, malah menyuruh-nyuruh Allah. Salah satu 'teknik' berdoa yang kena di hatiku adalah munajat. Munajat artinya berbicara dalam kerahasiaan. Berdua-duaan saja dengan Allah, berkeluh-kesah mengenai segala yang dialami sepanjang hari. Mencurahkan segala ketakutan dan harapan bahkan yang paling bodoh atau memalukan sekalipun. Berbisik-bisik kepadaNya. Nikmat sekali! Kamu tahu rasanya berdua-duaan saja dengan kekasih hatimu, yang juga mencintaimu sepenuh hatinya? Ini jaauuuh lebih nikmat dari itu!

Wow! Ini dia! Leichte Kavallerie oleh Franz von Suppé! Aku ingat aku pernah menulis sesuatu mengenai serangan kavaleri, dan menggunakannya sebagai ilustrasi bagi penjelasanku mengenai 'kekuatan pikiran'. Hahaha... waktu yang telah lalu. Hari ini Basuki Effendi alias Basque Béto berulang-tahun yang ke-34, dan, berbicara mengenai waktu yang berlalu, ia memutuskan untuk mabuk. Ada cognac masih sepertiga botol, dan dua botol besar Bir Bintang. Maka minum-minumlah dia dan John Gunadi. Demi waktu Ashr, sesungguhnya manusia tidak lain berada dalam keadaan merugi. Kecuali mereka yang percaya dan berbuat baik, dan saling mengingatkan mengenai kebaikan, dan saling mengingatkan untuk bersabar. Duh, seandainya ada air... aku sangat ingin mandi, membersihkan badan. Setelah bersih badanku, aku ingin meski sekadarnya membersihkan jiwaku. Mengerikan sekali yang telah kulalui selama ini. Tidak heran jika begitu banyak kebaikan dan keindahan ditahan dariku. Namun, sungguh aku berharap, semoga semua itu tidak lagi ditahan, bahkan segera dikurniakan kepadaku...

Subhanallah! Les Patineurs oleh Émile Waldteufel! Benar-benar aku ingin mandi sekarang. Aku sih tidak pernah membayangkan diriku berseluncur di atas danau yang membeku. Aku tidak menjadikannya sebagai bagian dari citra diriku. Itu terlalu Eropa. Norak sungguh jika aristokrat Jawa seperti aku melakukannya. Akan tetapi, harus kuakui, indah betul melodi ini. Subhanallahu Akbar! Namun, kalau Ibu dan Istriku menginginkannya, hal terkecil yang dapat kulakukan adalah berusaha untuk mewujudkannya! Di situlah setidaknya kehormatan seorang ksatria dipertaruhkan. Masa mewujudkan keinginan Ibu dan Istrinya sendiri tidak mampu?! Apapun akan kutempuh untuk mewujudkannya. Ah, kamu kebanyakan cingcong! Lihat saja! Langkahnya, walau kecil, sudah kuayun sore ini. Ah, Steve Ngo ini entah apa yang diinginkannya. Aku, pada dasarnya, tidak tertarik. Sudah berulang kali kukatakan, aku tidak butuh pekerjaan. Pekerjaanku sudah banyak. Yang kubutuhkan uang! Hahaha! Uang! But he sure makes some good points there. Indonesia, maritime, mining and energy... arbitration. Integration into world economy? Based in Indonesia but supported by international experts? Sounds very much like business...

Kamu terlalu pemalu untuk berdansa waltz. Apalagi Ibu.