Friday, December 21, 2012

Lihatlah Betapa Besar Cintaku Padamu


Meskipun sudah kiamat maya, aku masih saja menunggu waktu Jumatan sambil mengobrol denganmu. Namun, bagaimana bisa mengobrol jika Mbak Debbie sedang berduet dengan Mas Chris begini? Belum sampai Mas Jason dan Mbak Kylie sih, tapi memorabel juga. Ngomong-ngomong, kamu siapa? Jika Anne menamai teman bisunya Kitty, dengan nama apa aku harus memanggilmu? Selepung? Ahaha, ini mah bikinannya Mas Agus Setiadi. Aku jadi penasaran, kata apa yang sebenarnya digunakan oleh Oma Astrid. Dia pahlawanku. [...seperti Ha-joon Chang, dong, pahlawan...] Jika kamu sempat membaca karya-karya Oma Astrid, mungkin kamu akan mengenali bahwa gayaku menulis sedikit banyak diilhami olehnya. [Halah, menulis. Macam betul saja menulis] Penulis buku anak... hemm... [sudah kayak Retno Wulan, yang disukai mahasiswa pria hahaha...] kurasa jaman dulu Balai Pustaka atau penerbit-penerbit lain anggota IKAPI banyak menerbitkan novel-novel pendek untuk anak-anak, dan, setidaknya bagiku, cerita-cerita itu memorabel. Aku ingat dulu punya buku mengenai membuat kompos dan memelihara kupu-kupu; sedang anak jaman sekarang disumpal tivi dan permainan elektronik. [sigh]

Eh, kamu cerita, dong, Masa aku melulu yang ngomong... Seks itu menyedihkan. Justru cinta itu, perasaan mendamba itu yang... indah; menjadi inspirasi bagi bermilyar-milyar lagu, syair, narasi, tarian, lukisan, semuanya; sejak jaman homo erectus [emang iya? kenapa tidak australopithecines sekalian?] sampai hari ini. Tidak, tidak seperti sangkaan kebanyakan orang selama berjaman-jaman, seks itu tidak kotor, tidak mesum, tidak nista. Itu semua tidak. Menyedihkan iya. Kotor tidak. Mesum tidak. Nista tidak. Keindahan itu suatu energi, suatu daya yang tak terperi tak berkira; apapun keindahan itu, terlebih lagi cinta, meski dengan huruf 'c' kecil itu. Meski kecil itu, sudah sangat luar biasa dahsyatnya. Jika sudah asyiq, terlebih lagi sampai masyuq... wah, tak terlukiskan; meski ingin dilukiskan juga. Koq kamu seperti aku sih? Sebenarnya sudah sering 'kan kita mendengarkan kisah-kisah pendek yang ceritanya romantis begitu. Aku sendiri juga banyak sekali mendengar, tapi hanya satu ini yang lekat dalam benak. Alur utamanya aku sudah tidak ingat, rinciannya apalagi. Hanya saja, aku selalu ingat kalimat inti dari cerita itu: SHMILY, yang merupakan akronim dari See How Much I Love You. Kenapa yang ini aku kena, ya? Tidak mungkin semata-mata karena aku seorang romántico empedernido 'kan?

Widiw, sedap! Memang benar 'De Ian Gillan, terkadang rasanya ingin berteriak, [...atau menjerit? meraung? memekik? ...apa, dong?] karena yang kuinginkan adalah sedikit kelebayan. Misal, saling berpapasan di pintu dapur yang sempit itu, menyempatkan diri untuk memeluk, untuk sekecup di bibir atau dahi. Kecil-kecil saja seperti itu, tetapi sering. Ini... boro-boro! Jika rasa frustrasi sudah memuncak, lebih baik aku ingat pesan 'De Ian ini saja, daripada penyalurannya ke yang lain-lain. It's all in the mind! [...or mine?] Akankah keadaan ini berubah? Akankah dia berubah? Dia, yang jelas, sudah berubah; sudah berakhir masa promosinya. Suka tidak suka, inilah kenyataannya. Marah tidak marah, apapun alasannya, sudah tidak sama seperti dahulu. Dan seperti kata 'De Joe Elliot, [Hutdik yang memperkenalkanku padanya, dulu setiap pagi di Graha 10] cinta menggigit, cinta berdarah, cinta hidup, cinta mati, cinta memohon, cinta mendamba. Itulah cintaku, memohon, mendamba; meski tak mungkin kudapat [...di sini? di dunia ini? Sudah gila apa kamu? Lihat kelakuanmu!] Aku digigit cinta sampai berdarah; tidak sih, cuma memar... Cinta menghidupiku, sampai matiku. Cinta, padamu. 'Kumohon, kudamba... cinta, Cinta. Mu.

Cintaku seperti gorengan. Panas. Asin. Berminyak. Pedas.

No comments: