Sunday, December 02, 2012

Setiap Bintang adalah Bintang Pengharapan


Kini sudah jam 14.00. Aku sedang di Jalan Radio, di bekas kamar dahar, yang pernah juga menjadi dapur dan kamar tivi, yang sekarang sudah menjadi kamar kulkas, pengser dan komputer. Tante Connie sedang menyanyikan April Love, sungguh cantiknya; kini ia mengucap Adios pada Barcelona. Semalam ternyata Liverpool mengalahkan Southampton di Anfield melalui tandukan Agger, dan aku tidak nonton, grrr! Folder Concetta ini dahulu sering kudengarkan di belakang garasi sana, ketika kamarku masih di situ. Di situ jugalah, seingatku, aku menghapal surat-surat pendek yang tidak begitu pendek, seperti al-A'la dan al-Lail. Bilakah itu? Sekitar 2003-2004. Masya Allah, delapan tahun yang lalu! Dan dalam delapan tahun ini, tidak satu hapalan pun bertambah. Jika mengingat itu, hatiku terasa masygul. Seakan aku tidak ingin apa-apa lagi, kecuali ITU! Insya Allah, sore ini adalah langkah kanan yang akan mengantarkanku kembali ke SITU! Sudah terbayang tempatnya, di tepi Sungai Cikumpa. Semoga menjadi tempat yang penuh berkah. Amin.

Oh, sungguh tepatnya! Aiutami a Piangere! Dengan cuaca mendung-mendung tidak seperti ini, di siang hari Minggu yang malas-malas nyaman ini, dengan jari-jariku mengetuk-ngetuk papan kunci, menulis entah apa, sungguh seperti waktu-waktu itu. Ketika itu, aku tidak tahu apa judul lagu ini, maka kuberi nama Bagus Italiano hahaha. Bahkan nama itu masih ada dalam file info MP3-nya. Kini, Tante Connie melanjutkan dengan Nyanyian Napoli. Apa yang terjadi selama delapan tahun terakhir ini? Sejujurnya, aku tidak pernah bisa maju tanpa berpegangan pada apa yang terjadi pada 10 Oktober 2002, dan tahun-tahun sesudahnya. Sungguh masa yang sangat indah. Semoga aku bisa segera mengalaminya dalam waktu dekat ini, tanpa rasa sakit dan rasa takut yang dahulu. Ya Allah, biarkanlah mutu penghambaan hamba kepadaMu meningkat lagi. Sungguh hamba jengah dan resah dengan kondisi hamba kini. Bahkan kini pun hamba belum shalat Dzuhur, padahal sudah hampir setengah tiga. Oh, Allah betapa hamba suka menunda-nunda shalat sampai sudah hampir habis waktunya...

Biar kukenang masa yang lebih lalu lagi, di tempat ini juga ketika ia masih menjadi ruang tivi. Jika Bapak Ibu sudah sare, maka mulailah aku menyeduh kopi. Hitam, waktu itu. Aku cuma ingat, biasanya yang kutonton adalah Star Trek Next Generation atau kadang, kalau sudah habis, maka MTV atau entah apa. Segelas penuh kopi siap, maka Sampoerna A King Size pun segera terselip di bibir. Disulut, baik dengan korek gas atau jres. Nikmat. Sruput. Mantap! Itulah waktu ketika aku... mungkin ketika itu aku masih belum dapat berdamai dengan diriku karena dikeluarkan dari AAL. Mungkin betul kata Mama. Dan mungkin aku memang tidak mampu berdamai sampai 10 Oktober 2002 itu, ketika aku merasa menemukan tujuan hidupku. Ya, sampai sekitar akhir 1998 kurasa, ngerokokku masih ngacak. Segala merek kucoba kecuali rokok putih. Apalagi ketika tinggal di Srengseng Sawah. Tergantung apa yang gak laku aja di Haji Agen. Kadang gratis, kadang miring harganya. Oh, waktu-waktu itu... Sudahkah aku berdamai dengan diriku kini?

No comments: