Monday, October 31, 2022

Siapa Bilang Oktoberfest Tidak Ada Entrinya


Ini adalah suatu kenangan mengenai Atiek CB, meski birnya hitam. Aku lupa Bintang, Anker, atau Guinness. Jadi sudah barang tentu bukan Oktoberfest, namun aku tidak peduli. Aku bisa saja meminum lager, pilsner, atau kolsch, namun malam itu, dingin berangin, aku memilih stout untuk menemani berbatang-batang Djarum Super. Kaukata entri-entri dalam blog ini mengenaiku, 'Gar?! Uah, ini mengenai dunia seisinya, dan apakah salah jika aku memandangnya dari sudutku. Lantas dari sudut mana lagi. Jelas aku tersudut. Di waktuku sendiri pun aku sudah tersudut.
Di pantai yang gelap itu, bisa saja 'kutelanjangi Atiek CB, atau sekadar 'kusingkap agar 'kupilin-pilin, atau apalah. Namun malam itu aku tidak melakukan itu semua. Anganku melayang ke malam-malam ketika Raymond mungkin belajar ditemani balada-balada yang dinyanyikan Gary Moore, atau ke malam-malam ketika aku sendiri belajar di bawah temaram lampu bohlam di kamar praktek dokter Hardi Leman. Wadagku bersama Atiek CB, namun anganku sudah pasti melayang ke kamar berlelangit pendek di pinggir kandang kambing. Apa salahnya itu semua.

Guntur menggelegar mengampar-ampar di kejauhan, terdengar dari puncak bukit sini, agak di luar Siena. Adakah itu cinta pertamaku, baru dua puluhan tahun kemudian 'kusadari memang terlalu tua untuk memerankan perempuan dua puluh tujuh tahun. Tiada sesuatu apa dapat 'kuharapkan dari apapun, ketika bahkan aku berutang lima ratus ribu Rupiah pada Togar. Sungguh sangat menyakiti hati dibanding harga Scoopy Prestige Green yang dua puluh dua juta enam ratuh lima puluh ribu Rupiah dibayar tunai itu. Sebarisan alat tiup kuningan meningkahi.

Dapat 'kurasakan hirupan dalam-dalam asap Djarum Super, benarkah 'kumasukkan ke dalam lambung, 'kutelan. Dapat 'kurasakan tegukan bir hitam pahit dingin membasahi kerongkongan, masuk ke lambung juga. Jika sudah begini tidak butuh apalagi Chigo by Kenangan Brand karena pada saat itu memang belum ada. Dapat 'kurasakan tanganku menggerayangi kantong celana Bapak, mencuri beberapa ribu bahkan bisa sampai sebungkus. Jika bukan sejebung besar kopi hitam pahit, mengepul-ngepul baru mendidih, bergambar mobil balap formula satu.

Balada ini, sayatan senar gitar ini melengking meratap-ratap. Apa benar yang diratapi kepergian anak istri. Malam-malam yang semakin kelam segelap pikiranku. Sepanjang jalan Sawo dari Rumah Makan Padang Siang-Malam sampai seberang Kober, sedang meneguk Cleng Marem Anoman Dasamuka. Masih mengenai diriku, kau kata, 'Gar?! Ini mengenai rasia kelamnya malam, mengenai kepulan asap rokok atau uap kopi, mengenai pelacur yang tidak dijamah namun minta dibayar. Sekadar diajak berbual-bual, sedang mani dibuang percuma di selokan pinggir rel.

Seorang waria merancap sambil menonton filem porno, sedang waria lainnya lari keluar kamar sambil menangis. Maka 'kulantangkan: Santiago! Seorang diri menghadapi gajah perang dengan meriam tangan. 'Kurasa sudah 'kupejamkan mataku seraya mengucap salam Maria, ketika gajah itu begitu saja berhenti tepat di hadapku, belalainya menyentuh hidungku. 'Kupikir aku sudah di Valhalla atau neraka sekali, ternyata di belakangku sebarisan pasukan musabaqoh tilawatil quran membuat gajah itu masuk Islam bersama mahoutnya sekali. Bau selangkangnya sangat memuakkan.

Pada akhirnya, aku mulai menikmati Oktoberfest ini. Jangan sampai lapar di tengah malam begini, nanti pinggangnya dicubit lagi sama Wakakoops keparat. Seperti koala mati saja kelakuannya. Kapan terakhir aku jatuh cinta, sudah tidak ingat. Jangan-jangan tidak pernah. Ya, aku sedang jatuh cinta padamu. Sekarang ini. Selebihnya aku tidak peduli. Jika pun ini di bis malam dalam perjalanan ke timur, 'kuingin ini bersamamu, karena engkaulah cinta dalam hidupku. Hanya satu kamu, meski senar gitar sok menyayat-nyayat begini. Cintaku selalu hanya padamu, selama-lamanya.