Sunday, November 21, 2021

Sekuat Apapun 'Kuberusaha, Tiada Yang Baca


Uah, [kenapa 'sih, onomatopnya harus begitu, lagipula perasaan apa benar yang digambarkannya] setelah sekian lama aku baru tahu bagaimana caranya memasang gambar agar tidak bolak-balik dari pandangan menyusun ke pandangan kode dan sebaliknya. Aku juga tidak tahu mengapa begitu saja terpikir mengenai "monyong" ketika harus menggambarkan entri ini, seperti halnya aku tidak tahu mengapa begitu saja aku meminta Everly Bersaudara untuk menemaniku mengetiki, seperti biasa terjadi di siang-siang bermendung begini. Daripada aku pasang di situ gambar si Taufik Monyong, ya tentu lebih baik Kylie Jenner ini yang monyong; seperti memilih martabak manis atau teh manis.

Kalau tiba-tiba saja aku berbicara mengenai Claudette di sini, tentu segelintir orang akan segera maklum, seperti halnya jika Suzanne tiba-tiba nimbrung. Nama-nama itu bisa saja disandang oleh gadis-gadis kulit putih turunan Germanik, tetapi aku lebih suka jika yang empunya adalah gadis-gadis Afro-Amerika. Semoga ini tidak berarti aku semacam Tommy Jefferson, meski aku sering membayangkan diriku seningrat dirinya. Tidak 'lah. Aku tidak pernah suka gagasan mengenai tuan tanah, meski aku jelas-jelas bukan turunan petani gurem penggarap begitu. Jika aku mengaku begitu, itu namanya apropriasi budaya. Aku tidak suka mengaku-aku apapun, kecuali bahwa aku ini coro sak taek.

Sudah lama berlalu sejak Claudette dan Suzie, aku terlempar sekitar tiga puluh lima tahunan ke belakang, aku rasa, ketika baru-baru saja pindah ke Cimone. Kalau tidak salah ini adalah kaset Bude Ning yang dipinjam Bapak, tapi mungkin tidak kembali-kembali, jadi lama sekali bersama kami. Isinya mirip dengan Kenangan Saturnus Teratas jaman Kemayoran, namun banyak juga bedanya. Misal, Jalan Sepinya Andy Williams tidak ada di situ, lalu Doa Khususnya Percy Sledge. Percy Sledge ini malah dulu di nDalem Jalan Radio ada plaat-nya, seingatku. Begitulah ingatanku, seperti pemutar kaset yang dahulu dapat dilipat pengeras suaranya ke atas, dari kiri dan kanannya, kagungan-nya swargi Pakde.

Woi, ini kau sudah kembali mengetiki dengan Asus VivoBook, setelah dimodali baterai baru dan SSD. Jadi tidak lagi tujuh baris. Tiga alinea di atas itu masih tujuh baris seakan-akan mengetik menggunakan Samsung Galaxy Tab A. Itulah sebabnya tiga alinea itu tampak demikian tebal. Sejak alinea ini, maka kembali menjadi enam baris, mari kita lihat di pratinjau seperti apa. Masih mending 'lah, daripada dulu tiap selesai alinea memeriksa pratinjau. Apa mau begitu lagi. Tidak! Diet obsesif Corbuzier jangan dituruti. Sekarang, kalau ketemu orang begitu lebih baik ditinggal.

Aku juga tidak mengerti mengapa tiba-tiba memutar Tiga Puluh Kenangan Keemasan begini. Suasana hati seperti apa yang aku inginkan, kini setelah alinea di atas sudah rata kanan-kiri, melalui prosedur menjengkelkan memeriksa pratinjau, yang membuat kalimat terakhir kehilangan kata "saja" pada akhirnya. November 2021 ini tentu akan tampak menjijikkan, dengan entri pada setiap harinya. Biasanya, Insya Allah, aku akan selamat dari yang seperti-seperti ini, meski hasilnya seadanya. Amit-amit naudzubillah. Buat apalah berharap yang seperti itu, biar mengalir saja.

Sudah, sudah. Aku tidak mau lagi bolak-balik memeriksa pratinjau. Cukuplah dua paragraf di atas saja. Memang terkadang kita harus keras pada diri sendiri. Seperti sekarang ini, akan aku pentokkan sampai enam baris, dan tidak peduli seperti apa bentuknya nanti. Sungguh kenangan-kenangan ini menimbulkan suasana hati yang aneh, atau memang suasana hatiku sedang aneh, sampai-sampai aku khawatir tidak mampu menghasilkan entri retroaksi yang ciamik. Ini lagi orang Jepang minta disenyumi meski sebentar. Sungguh menjengkelkan, namun memang sangat membekas kenangan-kenangan ini.

Apakah memang aku sedang mudah jengkel, sekarang jika tampak olehku Kylie monyong begitu, aku merasa jengkel. Terlebih sekarang, Cees Veerman merasa harus tahu apa yang terjadi. Kepo amat, 'sih. Pantaslah entri-entri ini tiada yang mau baca; Sudahlah nirguna, nirmakna pula. Bahkan gunanya untukku sendiri saja sudah sangat meragukan. Terlebih ketika aku bertekad untuk menulis entri setiap hari, meski selalu saja tertinggal dan semakin tertinggal begini, meski entah mengapa malam ini sungguh rampak aku mengetiki. Masih untung tidak menggelitiki, karena yang begitu bisa melelahkan.

No comments: