Tuesday, November 23, 2021

Payung Fantasi: Siapa Dia Gerangan Pongkrang


Senyampang ada yang belum tahu, Selasa adalah waktu Cantik mengajar. Biasanya ia bangun agak pagi dan sudah memoles-moles wajahnya sekitar jam tujuhan, karena jam setengah delapan ia sudah harus mulai mengajar. Jika Cantik sedang mengajar, maka tidak ada yang boleh ribut. Jangankan di sekitar meja makan, bahkan aku mendengarkan musik di meja kerja saja bisa diprotesnya. Apa biasanya yang aku lakukan jika Cantik sedang mengajar. Jikapun aku ingin berbaring-baring, biasanya aku ambil kasur palembang beruang tedi coklat, aku gelar di depan tivi atau di bawah meja kerja, lalu berbaring-baring.

Lebih menarik justru sepanjang Seninnya. Cantik biasanya tidak akan keluar dari kamar sepanjang hari, kecuali sebentar-sebentar saja, dari pagi, terkadang sampai jauh larut malam. Sepanjang Senin itu lebih tidak boleh lagi mengganggunya, karena ia akan uring-uringan. Apa yang biasanya aku lakukan sepanjang Senin jika demikian. Terkadang bahkan Tante Lien datang pun tidak dipedulikan Cantik. Situasi menjadi kurang nyaman kalau aku pun sedang tidak seberapa enak badan. Maka aku akan berbaring-baring saja di kasur palembang beruang tedi coklat. Tante Lien bisa saja main hape di teras. 

Dari tadi cerita mengenaiku koq hanya berbaring-baring saja. Itulah yang terkadang membuatku sedih, seperti dipandangi John Gunadi ketika masih sehat walafiat dari tujuh tahun yang lalu. Jangankan John Gunadi, Mas Mils pada saat itu juga masih sanggup makan nasi pandang dengan lauk dobel-dobel, bahkan kalau perlu nasinya yang dobel-dobel. Begitu pula aku sendiri, ketika itu masih belum meminum tiga macam obat darah tinggi. Aku bahkan masih sanggup bolak-balik menyongklang Vario dari tepi Cikumpa mampir di kampus Depok lanjut kampus Salemba. Sudah lama tidak dengar Vario.

Jangankan Selasaku, jangankan di tepian Cikumpa, dari sejak di Amsterdam sepanjang 2020 sampai 2021, dari Uilenstede sampai Kraanspoor, hidup adalah perjuangan untuk merasa nyaman. Ini apa katanya jez menyamankan. Apanya yang nyaman. Dapat saja sehari-hari aku minum Sari Wangi Teh Tarik. Belum aku teguk. Semoga setelah diteguk nanti, entah seteguk atau berteguk-teguk sampai habis, ia tidak menyakiti perutku, membuat sakit kepalaku. Minum-minuman sasetan ini telah berpuluh tahun menjadi kenikmatan hidupku, caraku memanjakan diri. Memang begitu sajalah adanya aku dari dulu.

Anak bocil yang baru kemarin mengancam akan berak-berak sekarang sudah minta cepat-cepat kawin, seperti halnya anak bocil yang bahkan lebih muda dari anakku sudah berani bertanya: "Apakah kau mencintaiku, apakah kau tidak mencintaiku?" sambil memetik-metik kelopak bunga aster. Oh, jadi bahasa Indonesianya daisy itu aster, toh. Terkadang kita mendapat pengetahuan dengan cara-cara yang tidak terduga, meski sebagian besarnya tidak berguna. Setidaknya, selain mengetahui bahwa daisy itu aster, aku kini juga jadi tahu harumnya teratai, sebagaimana aku beri nama anak perempuanku. Teratai.

Selasa adalah hari yang lucu, karena biasanya setelah mengerahkan seluruh fokus dan konsentrasi untuk mengajar, Cantik jadi ingin jalan-jalan. Biasanya dia akan langsung ngacir bersama Sri, entah ke Cibinong City Mall atau Bebek Slamet. Namun kali ini sepertinya Sri sedang tidak bisa, maka ia jadi uring-uringan. Tiba-tiba saja Cantik ingin quiche, maka aku periksa GrabFood. Ternyata Dopamine Coffee menjualnya, maka berboncenganlah kami keluar. Gara-gara aku mengajaknya ke Warteg Merdeka dulu untuk membeli lauk-pauk, Cantik malah kehilangan selera pada quiche dan sebagainya.

Tidak langsung pulang, kami malah main ke Grand Depok City, masuk melalui klaster Gardenia. Seandainya badanku sepenuhnya enak, sudah pasti akan aku nikmati berboncengan dengan Cantik berpusing-pusing entah ke mana sekehendak hatinya. Namun sore itu entah bagaimana kepalaku benar-benar pusing, yang mana tentu ada hubungannya dengan perutku. Maka aku minta pulang. Padahal sore bermendung itu benar-benar cantik, secantik Cantik, dan mengilhamkan cinta yang tentram, penuh kasih-sayang. Maka pulanglah kami memperhatikan hasil kerja Mas Dikdik hari itu sampai ia pamit.

No comments: