Thursday, November 04, 2021

Russell Hitchcock: "Aku Tahu Aku Sangat Salah."


Adanya aku bisa di ruang perpustakaan Bidstu HAN Kamis-kamis begini, ada Firdaus Adi Nugroho memrentahken bocah-bocah lulusan SMATN yang kuliah di FHUI untuk menghadapku. Demikianlah 'kubuka entri untuk hari ini. Ini entri untuk hari ini, meski tidak serta-merta berarti ditulis pada hari ini juga. Terserah padaku mau kapan menulisnya, orang goblog-goblogku ini. Oh, apa yang sedang kau pikirkan, diulang empat kali jika kau Kehabisan Cinta. Sandi-sandi ini bisa jadi aku lupa setelah sekian lama. Itulah seninya menyandi. Bahkan yang membuat sandinya sendiri bisa lupa setelah sekian lama.


Setelah menyelesaikan alinea di atas, yang lumayan rampak aku mengetiknya, aku berhenti dulu untuk menyeduh minuman coklat. Selalu ada rasa sendu setiap kali menyeduh minuman ini, mungkin sama dengan ketika aku memikirkan mengenai teh melati Sosro. Untunglah harum-harum Maharaja Emas memutus kesenduan itu. Hahaha baunya kata Cantik seperti bau toko-toko tekstil di Pasar Baru. Mungkin rumah Jarjit pun seperti ini baunya. Seperti ketika Gandhi berkunjung ke Lancashire. "Tolonglah, di sini 30 ribu buruh kelaparan." Sambil senyum Gandhi menukas: "Di India ada 30 juta."

Mana pernah 'kusangka hidupku kini dikelilingi perempuan-perempuan, mahluk yang oleh Allah dibuatkan sendiri satu surat penuh 176 bait. Tidak ada itu surat dalam al-Qur'an yang berjudul ar-Rijaal. Aku sudah tidak ada tenaga sekarang untuk membahas ini, tidak seperti ketika masih berumur awal tigapuluhan. Segala keanehan dunia sekarang 'kutatap saja dengan mataku yang sayu-sayu sendu. Bibirku terkatup, hatiku dipenuhi rasa sedih yang lucu. Ia tidak menggelegak, tidak pula beriak-riak. Mungkin ia seperti lumpur Lapindo yang kadang timbul gelembung di sana-sini. Selebihnya ia butek.

Seperti ketika Bahkan Malam-malam Menjadi Lebih Baik, aku bahkan pernah menciummu; meski tidak sampai menghirup dalam-dalam, ah menyesapi. Ketika aku sedikit takjub melihat dinding-dinding benteng di sekujur layar. 'Kugulirkan ke mana pun dinding benteng yang 'kulihat. Tidak ada sedikit pun keinginan untuk memaki padaku sekarang, tidak seperti sekitar duabelasan tahun lalu. Seperti lumpur Lapindo itu, atau bahkan gula lembek berwarna buatan tukang gulali, seperti itulah perasaanku. Apakah gula lembek itu akan dibuat kempeng atau sempritan, kini aku pasrah saja; Entah mau bagaimana lagi.

Akan halnya keindahan yang mengisi hari-hariku, yang selalu 'kurindukan diam-diam, begitu juga adanya. Akan sempurna bila itu semua, seperti halnya dupa wewangian ini, mewarnai penghambaanku, pemujaanku padaNya. Namun ini 'kan bukan tempat untuk berbicara yang seperti ini. Bahkan tidak ada tempat untuk membicarakan yang seperti itu, karena memang tidak untuk dibicarakan. Pada akhirnya nanti kau tidak akan sanggup berbicara. Wallahi aku sudah melihat dengan mata kepala sendiri. Carilah sekujur goblog ini, baru sekali ini aku mengucapkan kata itu, dan Insya Allah takkan 'kuulangi lagi.

Akan selalu ada orang-orang yang tidak suka. Aku hanya bisa berlindung padaNya dari yang seperti itu. Ingin sekali 'kuucapkan selamat tinggal, namun bukan aku yang menentukan kapan waktu perpisahan. Begitulah permainan ini. Cukuplah Memiliku Dekat Denganku sini, itu sudah segalanya. Meski sekelilingmu dipenuhi wewangian Maharaja Emas, cobalah kaugosok-gosok hidung berkeringatmu di lubangnya. Bau tahi 'kan? Seperti ada dahulu buku pelajaran ilmu pengetahuan alam untuk sekolah dasar yang sangat jujur, menyebutnya tahi begitu saja, tidak dihaluskan menjadi kotoran atau entah apa.

Kembali ke bocah-bocah tadi, mereka bersama Hadi sekaligus 'kuberi makan mie ayam Berkat. Aku tidak sempat memperhatikan apakah mereka memakannya dengan lahap, mungkin karena aku sendiri terlalu lahap. Uah, dari tadi sungguh rampak mengetikku. Siakle selamanya Di Sinilah Aku akan menjadi milik adikku dan istrinya. Ya tidak apa 'lah, memang dia dahulu yang mendapatkan kaset itu dari Mas Oki entah bagaimana caranya. Adikku 'lah yang memberiku Pasokan Udara ini. Jika sampai hari ini aku kena dirundungnya, mau bagaimana lagi. Aku Sanggup Menunggu Selamanya, jika kaukata kau akan berada di situ juga.

No comments: