Tuesday, November 02, 2021

Boleh Koq 'Nulis Entri Tiap Hari. Kethak 'Ndasmu


Ternyata memang mug anjing laut terlalu besar untuk menyeduh sesaset teh tarik Max, yang benar adalah cangkir plastik merah. Entah sudah berapa kali pagi ini aku dibuat Menunggu di Sini sambil mendengarkan saksofon menghembuskan lagu-lagu cinta yang romantis. Ini pula setidaknya sudah dua kali aku bolak-balik Lima Ratus Mil, sedangkan hujan mengguyur deras konstan begini. Apa tidak banjir jadinya di dataran rendah sana. Sedang aku memandangi dari ketinggian begini, lereng melandai tertutup rerumputan. Uah, aku tidak tahan lagi. Menjengkelkan! Harus 'kuhentikan ini sekarang juga!


Ini apa lagi Lahir Bebas dibuat ber-cha cha cha begini. Aku tidak keberatan bahkan kalau char char char sekalipun, sepanjang oleh Jason Yeoh dan bukan Gok Wan. Biarlah kini aku ber-gendhuk-gendhuk ikut irama. Akan 'kuikuti sampai di mana dia. Entri begini sebenarnya cocok untuk retroaksi maupun progresi karena tidak merinci waktu sejati. Ya, aku sedang sangat tidak tertarik melakukannya. Jika pun ada yang menarik, Aku Benar-benar Tidak Ingin Tahu. Ada sih yang agak ingin 'kutahu, yakni kelanjutan kisah petualangan Cole Thornton dan Mississippi di Kota Eldorado; Itu pun tidak terlalu.

Ada sebenarnya yang, seperti biasa, selalu menarik perhatianku, yakni keindahan. Namun apalah arti keindahan selama masih di atas dunia fana ini. Aku suka berjuang [halahmadrid!] Edan! Bahkan sudah ganti instrumen begini masih saja Lima Ratus Mil. Ini benar-benar 'ngajak ribut, cari perkara! Kalau sedang jengkel begini 'kan aku jadi sulit membuat ragaan-ragaan, apalagi menyandinya. Namun biarlah 'kucoba, daripada mengendap di benak menjadi kerak. Bersolek. Hanya itu yang terpikir olehku. Mengoles-oles, memulas-mulas, seakan jika dibegitukan bisa berubah menjadi Porsche atau Ferrari.

Kalau tidak mengoles-oles, memulas-mulas, maka bergerak-gerak. Lalu kaupikir kau bebas memilih satu yang menjadi kesukaanmu--dan hanya satu itu--lantas memuji-mujinya seakan yang begitu itu ciptaan terbaik di dunia. Aduhai kalimat macam mana pula itu. Jadi apa yang sebenarnya 'kubicarakan, keindahan atau kejengkelan. Aku sedang jengkel pada yang indah-indah. Uah, bukan begitu cara mengungkapkannya. Bukan pula aku sedang mengindahkan yang jengkel-jengkel. Aku memang Tidak Harus Mengatakan Aku Cinta Padamu, karena kau pun pasti akan berjengit kejijikan jika aku begitu.

Hujan masih deras berderai sedang paha telanjangku tersengat ujung carjer tanpa 'kusadari. "Aku Akan Mengikutimu." "Tidak boleh," tukasku. Aku menggelesot malas meninggalkanmu, sedang aku tidak lagi percaya cinta sejati dalam hidup yang sinis ini. "Kau sendiri sarkas." "Tidak. Aku hanya berusaha jujur." Aku tahu aku pembohong besar, pembual tidak tahu malu. Kalau selebihnya aku tidak berusaha jujur, mau jadi apa aku. Begitu saja aku melompat mengejar truk sampah sambil melambai-lambaikan kardus bekas mangga alpukat. Supirnya menangkap isyaratku dan berhenti, bahkan turun menyambut.

Nah, ini baru keindahan yang tidak pernah berdusta. Baru di dunia saja indahnya sudah seperti ini, apatah lagi di sana. Aku tidak ingat ada diterangkan mengenai keindahan jenis ini di mana pun. Dengan ini sungguh terselip rasa bersalah yang lumayan mengganggu. Nyatanya aku bisa melakukannya dengan memejamkan mata, meski biasanya 'ku-bejek-bejek rayap mati sampai lecet memar-memar. Entah aku lebih butuh mendengar daripada melihat, aku tidak tahu pasti. Meski Kau Kesepian Malam Ini, tidak berarti juga aku yang kaurindukan. Begitu selalu kenyataan hidup dunia, maka jangan bodoh.

Sungguh aku tidak bohong, apalagi pada diriku sendiri. Membohongimu sungguh jauh lebih mudah daripada membohongi diri sendiri, dan aku yakin benar aku tidak bohong. Meski setelah 'kupandang-pandangi memang agak beda sensasinya. Agak, ya, jadi tidak benar-benar beda. Apalagi kalau tidak melenguh menggelinjang. Selesai! Hei, aku mahluk berjiwa, sedang kau apa, semacam mesin yang dioperasikan dengan memasukkan uang recehan ke celah sempit, begitu?! Maka begitu saja aku beringsut menuju ke Kapel di Bawah Sinar Rembulan, dan tentu saja Tak 'Kukatakan 'Kucinta Padamu.

Di dalam situlah aku merasakan betapa Diam itu Emas, atau kesenyapan. Mana saja yang penting sepi, itu sudah pasti. Jika mau bersepi-sepi, maka kau harus segera melakukannya. Uah, Lima Ratus Mil lagi. Keterlaluan ini! 'Tuh sampai bertanda seru lagi. Maka setelah Bercinta, yang mana Adalah Sesuatu yang Sangat Indah, tiba-tiba aku menemukan diriku di sebuah Rumah di mana Matahari Terbit. Hahaha ini konyol. Bingung aku suasana apa yang ditimbulkannya, karena mustahil bercinta di rumah seperti itu. Setidaknya, tidak buatku. Maka 'kuakhiri saja semua ini, sambil mengucap doa selamat sekadarnya.

No comments: