Friday, November 12, 2021

Sekuat Apapun 'Kuberusaha, Tertinggal Juga


Aku. Kuat berusaha. Pasti lawak. Dua kalimat pertama yang tak sempurna itu, sebagaimana diketahui, seharusnya diberi bertanda-tanya. Namun kau 'kan tahu perasaanku terhadap tanda tanya. Ah, sudahlah. Intinya, ketertinggalan ini merupakan kemaluan, meski kalau sampai tidak tertinggal, apatah lagi sampai mendahului, itu akan menimbulkan tanda tanya yang justru lebih besar lagi. Terlebih ketika Joni Gitar memainkan lagu yang aduhai sungguh sedih lagi pilu terdengarnya. Tepat di sini aku hapus kalimat sebelumnya, agar entri ini tetap abadi, meski sebenarnya demi retroaksi.


Uah, pantai ini tidak kalah sendunya. Pantai macam apa yang bisa sesendu ini. Setua ini aku sudah tidak sanggup membayangkan betapa sedihnya ditinggal kekasih, meski masih saja entri-entri bertemakan cinta-cintaan. Hidup adalah hidup. Mengenai ini tak mungkin aku berolok-olok, seperti mustahilnya aku melukiskan betapa salehnya diriku sendiri dalam entri-entri cabul ini. Aku bahkan tidak bisa mengambil ilham dari pengalaman sehari-hari ketika sedang beretroaksi, kecuali aku yakin pengalaman-pengalaman ini masih bisa diulangi kemudian hari; tentu, dengan membaca Insya Allah.

Derkukuk! Gara-gara iklan AC bo'ong aku hampir saja menulis serapah itu. Untung 'kutelusur dulu ilustrasi baginya, sampai tertumbuk pada lukisan anak menangis yang katanya derkukuk. Lucunya, aku jadi takut hahaha. Maka 'kugantilah menjadi terkukuk. Namun ternyata ilustrasi untuknya tidak kalah mengerikannya. Masa ada mata terkukuk segala anak kunci, gunting, dan benda-benda tajam lainnya. Begitulah maka pilihan jatuh pada derkukuk, meski harus 'kubisikkan: "Berbicaralah dengan lembut, Sayang." Seperti Michael pada Apollonia. Tentunya bukan Santino pada Lucy, namun mengapa begitu.

Dari sebuah kafe di pinggir jalan aku mendengar piano dimainkan pada nada-nada tingginya. Ini aku lakukan ketika daya ciptaku sudah tinggal sisa-sisa, namun siapa tahu, justru dari yang sisa-sisa ini tersembul mutiara. Sungguh, menyandi dan meragakan itu bukan pekerjaan mudah, terlebih ketika malam sudah tidak terlalu muda. Terlebih ketika engkau sendiri sudah bukan orang muda. Jangan pula lupa, tidak enam tetapi tujuh di sini, jadi jangan santai-santai. Kerahkan, ya, rampakkan. Aku melangkah di kilometer nol jalan tol poros utara selatan Surabaya, di antara peti-peti kemas, temaram.

Tentu saja aku sudah tidak seperkasa James Bond. Aku tidak suka ide orangtua bugar sampai sok muda begitu. Aku suka lelaki paruh baya yang sudah sedikit sekali keperluannya pada dunia. Sekarang sudah bukan masanya lagi melompat-lompat di antara peti-peti kemas, sedang aku bukan bintang film apalagi pemeran pengganti. Sekarang ini, jika sampai aku berada di tengah-tengah lapangan peti kemas pada sekitar jam sepuluh malam seorang diri, sudah pasti akan aku pesan grabcar untuk membawaku ke rumah, atau setidaknya hotel. Hotel yang benar-benar, ya, jangan berpikir tidak-tidak. 

Seandainya pun aku berasal dari Augusta, Georgia, pasti akan aku rindukan kota asalku itu seraya menyanyikan Georgia dalam pikiranku. Meski hangat-hangatnya kebun durian di akhir musim kemarau 1999 membuatku ingin menari berkeliling-keliling ruang depan rumah petakan yang sempit itu bersama anak perempuanku, seksi kuningan akan aku kerahkan untuk menggemparkan hatiku segempar-gemparnya. Apakah setelah itu dadaku sesak membuat kartu ucapan ulang tahun pertama untuknya di ruang LKHT yang dingin, yang sekarang menjadi sekretariat ILUNI... Iiihhh, tiada damai 'kutemukan.

Maka aku usirlah gadis kecil itu, tidak saja dari benakku, tetapi dari hadapanku sekali. Matanya yang bulat sungguh cantik. Sesungguhnya apapun mengenainya cantik. Namun kecantikan itu menyakitiku sangat. Aku kibas-kibaskan tanganku menyuruhnya pergi. Semoga saja tendanganku pada punggungnya tidak melukai sama-sekali, apalagi sampai mematahkan tulang-tulangnya. Seandainya dapat diulangi, akan aku tangkap saja gadis kecil itu, aku dekap pelan-pelan selembut mungkin. Dia akan tahu ini bukan pelecehan apalagi kekerasan seksual. Bahkan dari ketika itu, aku sudah kebapakan. Aku suka itu.

No comments: