Sunday, November 07, 2021

Entah Mengapa Tiba-tiba Meleter. Malam Ini


Entri-entri bisa jadi tidak mengabadikan apapun, bahkan tidak mengenai apapun. Seperti sekarang ini, apabila ada yang mempertanyakan, "koq masih pincang?" juga tidak berarti apa-apa. Bisa jadi ini mengenai pengeras suara jaman dulu yang kabelnya dipasang dengan cara hanya di-untel-untel, tidak disolder dengan layak; atau mungkin earphone yang kabelnya sudah tertarik-tarik sehingga putus di dalam. Terkadang, usaha apapun yang kaulakukan, tetap saja suaranya pincang. Ini jelas majas personifikasi, karena suara tidak mungkin pincang. Apapun itu, begitulah entri. Tidak tentang apapun.


Jadi kalau kau mau pergi, pergi saja. Aku sih tidak akan meratap-ratap memohonmu kembali di semacam dermaga yang ada pelampungnya begitu. Kalau mau pergi silakan saja. Siapa juga yang mau tinggal di ruang jaga itu, yang freezer-nya pernah 'kumasukkan kodok ke dalamnya. Sampai membeku, sampai mati ia. Aku akan baik-baik saja, seperti kata Cantik. Entahlah aku akan menjadi semacam diktator atau tidak, mengurus Pak Pranoto dan Pak Insan Kamil saja aku tidak becus. Cantik pun tidak suka aku jadi diktator, karena diktator dalam bayangannya akan sangat sibuk, sedang aku mudah sakit.

Sudahlah, yang perlu dicatat hari ini adalah hujan yang tidak berhenti-henti, dimulai dari malam sebelumnya ketika aku berjanji untuk mengantarkan Nadia pulang. 'Tuh 'kan, berarti malam Minggu saja aku masih merasa perkakas, meski hanya perasaan. Nyatanya, setelah makan itu aku merasa lemah sampai-sampai menyesali janjiku mengantar Nadia pulang. Tiada berapa lama hujan turun, semakin lama semakin deras, dan aku beringsut ke kaki tempat tidur sampai tertidur 'kurasa. Lamat-lamat terdengar Tantanthi menyiapkan alas tidur untuk Nadia, sedang aku terbangun gara-gara bau semprotan.

Setelah itu aku umek entah ngapain, namun yang paling penting adalah entah bagaimana tidurku tidak nyenyak malam ini, diganggu oleh mimpi yang kacau, semacam muka ditarik-tarik pada mulut. Seingatku, aku bahkan terbangun sekitar setengah tiga-an dan menemukan diriku berjalan-jalan di depan rumah, mungkin sambil berdzikir. Aku terbangun sekitar setengah enam karena Cantik sudah umek bersiap-siap berangkat ke kampus untuk mengawas. Pagi ini mendung, maka Cantik naik gojek saja. Aku sudah pasti bersikeras kalau Cantik naik Skupi, mengingat cuaca sedang kurang bersahabat.

Menjelang dhuhur seperti biasa aku membelikan makan siang nasi ayam bakar untuk Mas Dikdik yang ternyata bekerja sendirian hari ini. Benar saja, sekitar setengah satu siang itulah hujan mulai turun. Rintik menderas, berangin menggerimis, tidak berhenti-berhenti sepanjang siang itu. Ketika mulai hujan itu, aku teringat berbaring-baring lagi sampai setengah terlelap di kaki tempat tidur. Terasa sepoi-sepoi angin berhujan menerpa kakiku. Seandainya badanku sepenuhnya sehat, angin seperti itu pasti rasanya sungguh nyaman. Namun badanku sedang terasa begitulah, agak greges-greges meriang dingin.

Mungkin karena udara dingin, anak-anak perempuan sepakat ingin makan yang berkuah-kuah panas begitu. Kakak tadinya pesan sop iga, namun Awful tidak begitu berminat. Aku sendiri, dengan badan yang tidak seberapa oye, entah bagaimana caranya malah terbayang nasi gudeg. Nasi gudeg dan makanan berkuah tentu langsung membuatku teringat Bu Codos, maka begitu saja 'kukatakan pada anak-anak perempuan, "bagaimana kalau soto ayam?" Mereka langsung setuju, maka 'kupesanlah. Agar agak speysial 'kutambahkan pada pesananku otak-otak, yang ternyata tak terlalu speysial untuk Kakak.

Sementara itu, Cantik tidak bisa pulang dari LBI. Ia bercerita, ia memaksa ikut Mbak Vera agar bisa keluar dari UI. Jangankan sedang hujan tak henti-henti begini, dalam cuaca cerah saja seringkali grabcar atau gocar tidak mau masuk UI selama pandemi ini. Maka Cantik ikut Mbak Vera dan gengnya nongkrong di Hotel Margo. Mereka nongkrong, Cantik di lobi utama menunggu taksi onlen bersama Septi. Ternyata Septi yang dapat lebih dulu, maka Cantik nebeng sampai Natasya. Di Natasya ternyata tak dapat taksi onlen juga, maka ketika D10 begitu saja melintas, Cantik segera menembus hujan, naik.

No comments: