Wednesday, December 25, 2013

Tahu Bacem adalah Natal Kedua di Cikumpa


Sebenarnya tidak tepat benar di Cikumpa, sih. Sebenarnya di tepi Jl. Ir. H. Juanda, Depok. Entah bagaimana, kenanganku mengenai Soto Kudus Menara adalah ia medok berbumbu. Bila aku memakannya sampai mendapat kesan seperti itu, aku lupa. Mungkin dahulu, dahulu sekali bersama Gus Dut. Jangan-jangan waktu masih jamannya Ita Nuriah. Ketika aku memakannya lagi baru saja ini, memang Soto Kudus Menara lebih kuning, lebih berbumbu dibandingkan dengan Soto Kudus Blok M. Bahkan, karenanya, aku hampir tidak memasukkannya dalam kategori soto kudus. Sedangkan Soto Kudus Blok M itu kesannya ringan dan manis, ini medok berbumbu dan asin. Dibandingkan dengan Soto Bu Tjondro, aku cenderung setuju dengan porsi kedua soto kudus ini. Menghabiskan Soto Bu Tjondro selalu susah-payah dan membuatku jadi sulit bernapas setelahnya. Kedua soto kudus ini, dengan mangkok kecilnya, cenderung pas. Terlebih buatku sekarang yang, entah bagaimana, kapasitasnya sudah jauh berkurang. Oh ya, aku tadi terpaksa menambahkan kecap agar manis seperti soto kudus dalam bayanganku.

Ini gambar boleh dapet dari sini. Suwun nggih, Kang.
Terlepas dari sotonya, ada satu yang jelas-jelas harus diabadikan di sini: tahu bacemnya! Ini baru tahu bacem! Ia mengingatkanku pada tahu bacem di Warung Laler langganan Bapak dulu. Legit dan manis, sebaimana seharusnya tahu bacem. Bagaimana cara membuat tekstur tahu bacem seperti itu, ya? Mungkin dengan cara dinget berkali-kali, karena ia begitu legit dan gempinya. Dan manisnya itu harus digarisbawahi tebal-tebal. Tahu bacem itu ya memang sudah sewajarnya manis. Maka dari itu aku menolak menerima excuse bahwa, untuk menyesuaikan dengan "selera orang sini," tahu bacemnya dibuat kurang manis, demikian juga dengan gudegnya, dan seterusnya. Gudeg tidak manis? Beri aku sebuah patah! (gimme a break!) Gudeg yang benar itu ya yang sampai seperti kolak manisnya, namun, tentu saja, tetap gurih. (savoury) Kembali pada tahu bacem Soto Kudus Menara, setelah memakan satu potong ditambah sate telor puyuh yang so-so, aku sampai memesan lagi dua potong tahu bacem untuk dibawa pulang. Barusan, sebelum mengetik ini, kumakan lagi satu... dan satu lagi. Mmhhh... seudapnye... Tidak salah lah, masih berfungsi dengan baik indera pengecapku. Memang tosp markotosp lah! Mantabp surantabp! Apalagi diiringi dengan irama instrumentalia oleh Botticelli ini, bener-bener nyamleng klangenan!

Begitulah caraku merayakan Natal Kedua ini. Orang-orang pada ribut mengenai boleh tidaknya mengucapkan selamat natal, aku justru merayakannya sendiri. Ya, benar-benar seorang diri. Pertama, berangkat dari tepi Cikumpa, lalu begitu saja melipir ke Rumah Makan Soto Kudus Menara Jl. Ir. H. Juanda, Depok, lalu di FHUI Gedung A Lantai 2, di pojokanku yang terkenal itu. Tidak ada orang yang tahu, dan, seperti biasa, tidak ada juga yang peduli. Hanya begini yang kutahu mengenai merayakan sesuatu, hanya merayakan enak sedapnya makanan. Alangkah senangnya jika, dalam merayakan itu, aku bisa berbagi; berbagi enak sedapnya makanan, berbagi nyamannya suasana. Jika begini terus, aku tahu, memang bertambah gendut saja aku; dan sepertinya, selain dari makanan dan makan, aku tak kunjung mendapat bahagia dari sumber lainnya. (Gusti Allah, nyuwun ngapura) Ini gak bener, aku tahu. Terkadang, yang benar-benar kubutuhkan adalah udara yang dengannya aku bernapas, dan tidak ada lagi yang lainnya. Bahkan setelah aku membanting daging begini, masih kurang dan kurang juga, aku sudah tidak tahu lagi. Hanya kutahu, tahu bacemnya Soto Kudus Menara yang di Jl. Ir. H. Juanda, Depok enak betul. Begitulah, 'Cem...

No comments: