Monday, December 30, 2013

Anak Lanang, Mbarep, Tepa Selira utawa Adu Kuat


Mengapa di dunia ini selalu menelanjangi? Menelentangi, menelungkupi? Tidak. Aku sedang tidak ingin berpuisi hari ini. Hari ini, aku sedang ingin... mengoreksi, tapi tak apalah lebih dulu aku menulisi. Sebentar saja. Bosen tauk ngoreksi 'mulu. Hehehe... akhirnya jadi juga entri ini kuberi judul begitu. Itu pun setelah dibantu semburan jiwa Opa James. Memang jika mengenang Georgia, jiwa-jiwa yang lemah bisa menjadi kuat kembali. Opa James, pekerja paling keras di dunia hiburan. Aku memang tidak mengenalnya secara langsung, tapi kelihatannya ia orang baik. Aku juga orang baik. Aku suka duit banyak ga ya? Opa James sepertinya banyak duit. Siapa tahu aku akan banyak duit juga dan terkenal seperti Opa James, karena kami sama-sama orang baik. Hehehe... aku tadi gaya-gayaan kayak yang punya duit sendiri aja, menghadapi vendor. Kenapa aku melakukan ini semua? Buat apa? Buat apa aku meniru-niru Bu Risma? Masih lebih mungkin, kalau aku jadi Kepala Dinas Pertamanan Kota Surabaya, aku akan mengacak-acak sendiri semua taman di Surabaya sambil bilang, "ya udah, gapapa, biarin aja...," sambil mendentum-dentumkan bass line-nya Georgia on My Mind.

Opa James, Olympia 1971. Tampak di belakang tangan 'De Bootsy di setang bass.
Aah... habis mengacak-acak taman memang enaknya ke Shangri-la... tapi, kalau ke situ nanti urusannya cinta remaja lagi. Sebel. Aku tidak pernah merasakannya. Selama ini, sampai setua ini, hidupku selalu lurus sesuai kekentuan. Setua ini, harus kuakui, sudah cukup banyak sesungguhnya yang kulalui, meski baru itu-itu saja. Aku memang tidak pernah ingin melihat banyak. Aku cuma ingin melihat SEMUA. Sama seperti ketika aku mencinta, aku tidak dapat memberi banyak, tapi kuberikan semua. Mungkin itu tidak sulit untukku, seperti kata Kompiang, aku suka memberi. Apa aku suka meminta? Suka juga sih, meski yang kuminta paling itu-itu saja. Namun karena kulang-ulangi terus jadi kesannya banyak. Tidak ada juga yang dengan senang hati memberi. Jika sudah sampai di sini, aku pasti langsung teringat dhukka, samsara, awidya. Tidak. Aku cuma ingat bass. Aku suka memainkan instrumen itu jika berada dalam satu band. [dulu bilangnya combo, ya] Aku memang seorang Paul McCartneyist, meski jika Metallica aku tidak pernah jadi Newstedist apalagi Trujilloist. Tetap sih, aku suka melihat mereka main. Begitu juga jika RHCP, yang kuperhatikan adalah kutu kupret Flea.

Kenapa aku jadi begini ya kalau disuruh meniru Bu Risma? Mas Topo eh Pak Dekan tadi mengatakan kalau sudah beres 3 (tiga) bulan maka ia mau menulis lagi. Saya juga mau, Pak. Namun, daripada mengada-ada lebih baik sekarang saya berpikir serius mau makan apa siang ini. Apa yang enak ya? Apa Special Burger Steak itu enak? Apa ada makanan yang enak? Apa ada perempuan yang enak? Istriku Cantik. Cantik seperti itulah yang aku sukai. Manekin mana cantik? Sepotong kayu itu baru cantik, lalu kupahat sendiri, kuukir sendiri. Semakin melawan, semakin nikmat... Jangan-jangan... aku ini seorang masokis. Jangan-jangan, aku mengidap koprofilia. Jangan-jangan... Jangan-jangan tok pikirane! Jangan apa yang enak ya? Jangan Godog enak, yang teman Nasi Liwet itu. Aku pernah makan di rumahnya Setiawan Djody, meski lupa enak apa tidak. Yang kuingat justru aku salah ngambil semacam iga panggang begitu. Yuck. Koq bisa orang doyan begituan?! Apa lagi yang direbus dibuat sop begitu... Dulu di pengkolan Barel depan Cornelius itu ada warung jualan sop iga. Kalau makan di situ, aku pesan sop sayur, artinya, sop iga tanpa iga.

Mantebp!

No comments: