Monday, December 23, 2013

Seperti Gelandangan Gipsi di Nieuwstraat


Hmm... nikmatnya mirip-mirip dengan loteng MGSoG di Kapoenstraat. [...berarti pulang ke Laathofpad?] Ini lagu memang boleh dapat waktu di Maastricht. Sedap betul. Sekarang, lagu ini nikmat di segala suasana, baik di Kost Jang Gobay, di belakang Country Steak Lenteng Agung, Gang Pepaya. Sama nikmat. Tengah hari begini, suasana mendung dengan langit yang seperti menangis, sudah dari kemarin. Hanya saja, kemarin kuhabiskan seharian bersama Cantik, sampai kami berangkat ke Jalan Radio lewat tengah hari. Semalam pun kami mengingap di sana. Di sana pun pernah juga ber-Je Pense a Toi, di luar pintu Pavilyun. Hari ini, aku kembali di pojokanku, di Sekretariat FHUI Gedung A Lantai 2. Tengah hari begini, waktu makan siang, bukannya ngoreksi malah menulis-nulis begini, sedangkan Top Coffee White Coffee rasanya nggilani. Segala Puji hanya kepada Allah, yang telah memberiku musik-musik indah nan melembutkan hati, diperkenalkan oleh Ibu padaku, turut disukai Istri. Keprihatinan mereka, harapan mereka, biarlah menjadi doa. Kabulkanlah doa mereka, Ya Allah, Ibuku dan Istriku.

Lalu, Bapak. Aku yakin bapak tidak sendirian berdoa begitu mengenai anak-anak laki-lakinya. Masalahnya, pantaskah aku didoakan begitu? Sudah layakkah kelakuanku untuk doa itu, sedangkan sekarang saja aku tidak bergegas shalat Dhuhur, malah terus menulis-nulis? Lalu, adik-adikku. Aku sayang kalian, tiap-tiap dari kalian. Hanya doa yang dapat kupanjatkan, meski tercekat juga di tenggorokan. Doa untuk masing-masing kalian, meski terkunci dalam benak. Kasih-sayang, bimbingan, lindungan dan pertolonganNya jua yang komohonkan untuk masing-masing kalian, dalam kalian menjalani hidup sehari-hari. Seandainya masyarakat kita lebih toleran pada dipertontonkannya kasih-sayang, ingin rasanya kupeluk kalian satu persatu, karena tak satu kata pun dapat keluar dari mulutku kini. Itu pun karena tidak terbiasa mengungkapkan perasaan sayang di antara kita. Jadi tinggallah doa dalam hati, dalam ingatan, setiap kali teringat pada kalian. Semoga Allah mengabulkan semua harapan baikku pada kalian, adik-adikku. Lebih dari sekadar kenyataan bahwa baiknya hidup kalian menyenangkan hati Bapak Ibu, aku mengharapkan hidup yang baik, lahir batin, dunia akhirat bagi kalian masing-masing, kini kita sudah sama-sama dewasa.

Uah, sudah hampir habis waktu makan siang ini. [seakan-akan ngaruh] Ini namanya salah setingan. Aku kebablasan. Harusnya kusimpan dulu hasrat menulis ini sampai semua koreksian selesai; tidak terlalu banyak juga, kurasa, jika dicicil mulai dari sekarang. Aku sudah terlalu menggebu, dan koreksian ini seperti pohon tumbang melintang di jalanku! Jangan sampai dua-duanya melempem... Seperti biasa, alasanku, aku perlu membangun suasana hati. Berarti harus yang menyenangkan terlebih dahulu yang dikerjakan. Itulah sebabnya aku malah menulis entri ini. Kalau aku langsung menulis BBPDJI, takutnya aku betul-betul kehilangan dorongan untuk mengoreksi; sedang untuk memulai ngoreksi... boss ampun deh. BBPDJI? Emang boleh begitu namanya? Emang bagus? Emang menjual? Yang terakhir ini, mungkin, bisa langsung dijawab: Tidak! Tapi memang begitu 'kan bunyi dua baris terakhir dari himne yang sangat inspiratif itu? Eh, malam ini anak-anak menginap di rumah, konon sampai seminggu ini selama mereka libur. Mungkin aku tidak akan konsen menulis karenanya. Jika begitu, lebih baik aku menulis di sini, siang hari, sedangkan koreksian kubawa pulang untuk dikerjakan malam hari. [halah... alasan] Biarin aja!

No comments: