Sunday, December 22, 2013

Suatu Kenangan tentang Sampoerna King Size


Dulu, [dulu melulu... 'kan sudah kukatakan. Aku adalah masa lalu] jika seperti ini maka adanya di pavilyun. Di pojokan itu dekat pintu. Ada juga rokok. Mengapa jika aku mengenang masa itu, yang teringat adalah Sampoerna King Size? Terkadang yang merah, kadang juga yang hijau. Ini mengenai awal 1996. Pavilyun yang temaram. Aku selalu suka lampu kuning yang menerangi seadanya, meski waktu itu aku lupa dengan lampu yang mana. Cassette player-nya? Mungkin Funai atau Kenwood. Paling mungkin Kenwood, karena benda itu pula yang kubawa ke Asrama setelah aku diterima di UI. Dan kaset ini, dulu ada gambarnya perempuan Asia, mungkin Jepang. Benar-benar dengan kertas foto begitu. Side A-nya adalah yang tengah kudengarkan kini dalam format MP3, suatu long play dari Paul Mauriat bertajuk Goodbye, My Love, Goodbye dari 1973. Akan tetapi, setidaknya sejak SMP di Cimone dulu, aku selalu, entah mengapa, lebih suka side B-nya. Aku tidak pernah ingat siapa namanya, meski aku tahu bukan dari Paul Mauriat. Kerinduanku yang begitu besar padanya memaksaku gugling dan... kutemukan dia! Botticelli and His Orchestra! Beberapa lagunya kutemukan di Youtube. Cukup banyak juga yang hilang.

Apa yang akan kukenang dari Sampoerna King Size? Apa yang akan kukenang dari waktu-waktu itu, ketika aku hampir menginjak usia kepala dua? Kedunguan... [Aku hampir mantap memberi satu saja titik pada kata itu. Akan tetapi... kutambahi juga dua titik lagi] Penyesalan? Iri? Dengki? Penyesalan. Apa yang kusesali? Aku dulu sering mengobok-obok kantung celana Bapak, mencuri beberapa ribu Rupiah untuk membeli, antara lain, Sampoerna King Size. Ketika pertama kali pindah ke Kukusan Kelurahan, ke RPT bekas Iwan Sofyan, selesai membereskannya aku menghisap Sampoerna King Size. Mungkin menginap di Jakarta Empat juga menghisap Sampoerna King Size, entah merah, entah hijau. Mungkin berpura-pura menjadi orang Filipina sampai-sampai bertemu pecun yang "suka yang panjang tapi lembek" juga sambil menghisap Sampoerna King Size. Semua penyesalan. Semua kesia-siaan. Jika benar aku menyesalinya... Jika benar... oh, kelu benar lidah ini, beku benar jari-jari ini... Tidak, yang kelu dan beku tidak lain adalah otakku sendiri! Sudah hampir 20 tahun berlalu dari waktu-waktu itu. Sebentar lagi aku, jika demikian kehendak Allah atasku, akan menjadi laki-laki tua berumur 40 tahun, ya'ni pada 2016 --kalau masih ada bilangan tahun itu.

Kini, setelah setua ini, tentu saja aku tidak menginginkanmu lagi, hai, Sampoerna King Size. Tak pernah pun aku menjumpaimu lagi, seperti begitu banyak merek lain yang kujelajahi. Tak satu pun yang bertahan cukup lama kecuali Djarum Super. Baguslah itu. Alangkah lebih eloknya lagi jika aku benar-benar terbebas dari segala sesuatu yang berkaitan denganmu... Akan tetapi, seperti yang kau lihat sendiri, yang hilang hanya kau, hai, Sampoerna King Size. Hanya kau dan teman-temanmu yang, seingatku, sedap nikmat menyamankan itu! Mengapa tidak tergerak lagi aku untuk menghilangkan segala kesakitan ini denganmu, atau teman-temanmu, toh, yang lainnya tetap sama? Sampai baru saja, sampai baru saja ini, aku masih persis seperti 20 tahun yang lalu, Oh, Jagad Dewa Batara! Apa percuma aku meninggalkanmu, sementara yang lainnya tetap melekat erat-erat padaku, pada hakikatnya? Maafkan aku, Sampoerna King Size, dan kalian juga yang lain-lainnya. Akan halnya aku meninggalkan kalian, tiada lain alasannya karena kalian tidak lagi menyamankan. Kalian kini hanya menyakiti lambungku. Itu saja alasannya. Tidak kurang. Apalagi lebih. Segala kesakitan tetap tinggal. Dengan apa kini aku menyamankan diriku? Makanan masih nyaman. Indomie Goreng tidak pernah mengecewakanku. Namun, aku menggelendut!

No comments: