Saturday, December 21, 2013

Malam ini Bercinta di Persimpangan Kasih


Malam ini Malam Minggu. Malam Minggu, sebaiknya bercinta. Cinta remaja yang... lugu dan menggebu. Cinta di bilik telepon umum sedangkan lutut gemetar, padahal hanya saling menanyakan nama. Uah, sulit aku bercinta remaja. Belum-belum sudah terlihat betapa amatirnya aku dalam urusan ini. Ya, kuakui saja. Aku memang tidak pernah bercinta ketika remaja! Padahal... aku ingin juga. Sampai hari ini cinta remaja masih menjadi fantasi favoritku. Namun, ya, di situlah masalahnya, bagaimana aku bisa berfantasi jika sedikit saja petunjuk mengenainya aku tidak punya. Jika saja dulu aku memaksakan diri membaca satu dua cerpen di Anita Cemerlang, mungkin aku punya sedikit bahannya. Masalahnya aku ini songong dan sotoy. Gengsi betul baca Anita Cemerlang. Tidak. Tidak karena sok macho, tetapi karena merasa bisa membuat sendiri yang lebih dahsyat dari itu. Nyatanya, sampai hari ini tak satu pun kuhasilkan kisah cinta remaja bahkan untuk diriku sendiri. Walhasil, aku tidak pernah tahu apa rasanya cinta remaja. Berfantasi mengenainya pun aku tak mampu. Mengapa aku dulu tidak bercinta saja waktu remaja, yang biasa saja, seperti cerita-cerita di Anita Cemerlang itu? Mengapa? Karena aku sok-sok'an!

Nah, malah ini sangat menginspirasi. Salah satu lagu Neil Sedaka favoritku, Crying My Heart Out for You. Lhah, kenapa aku harus tidak mengalami cinta remaja? Aku, kurasa, cukup ganteng. Namun, ya, begitu... lagu-lagu yang tragis ceritanya, aku paling suka. Gimana caranya mau putus lha wong nyambung aja gak pernah?! Wis lah pokoke ora keren blas! Sudah, sudah. Idenya malam ini kan tentang cinta, cinta remaja, karena ini Malam Minggu. Seperti apa lagi ya... Ngapel! Ngapel itu bagaimana caranya? Apa yang dikerjakan orang jika ngapel? Buntu. Buntu lagi. Biasanya aku suka mengkhayalkan diriku berseragam pesiar ngapel ke rumah Istriku ketika kami masih sama-sama remaja dulu, meski anak setan juga tahu tidak begitu jalan ceritanya. Namanya juga khayalan. Aku suka berkhayal, seandainya saja sudah sejak SMA kami berpacaran, mungkin aku akan semangat menjadi taruna laut. Mungkin almarhum Papa akan bangga padaku, kemudian ketika pacarku itu kunikahi, jadilah ia ibu jala. Biasanya aku suka khayalan ini. Namun, malam ini, aku tidak suka. Mungkin gara-gara sambutan Mama yang tidak antusias ketika kuceritakan padanya khayalanku ini. Gila apa?! Ibu mertua mana yang akan antusias mendengarkan khayalan tolol begitu!

Demikianlah, maka, meski Malam Minggu, tetap saja tidak ada cinta remaja untukku. Terlebih bila mengingat aku tidak remaja lagi. Jangan-jangan aku memang sok asik pada para mahasiswa yang remaja benar, meski jaim pasti akan lebih sulit lagi bagiku. Bercinta itu... entahlah. Dengan entahlah itu sebenarnya sudah terjawab. Entahlah, aku hanya menjalaninya setiap hari. Hari-hari yang terasa nyaman jika Istriku dekat padaku, dan hari-hari yang terasa hampa jika ia jauh dariku. Itulah caraku bercinta sekarang, meski kami tidak remaja lagi, meski ketika remaja kami tidak pernah saling cinta --suatu kenyataan yang... yah, masih sering menyakitkan. Itulah yang kutahu. Kenyamanan itu. Kepastian itu. Aku memang orang yang membosankan, ketika ideku tentang nyaman adalah berada sepanjang hari di rumah bersama Istriku, mungkin membaca, atau menulis, namun yang pasti bercerita-cerita ke sana ke mari, dari hati ke hati. Cintaku, mungkin, adalah cinta pensiunan, sedangkan Istriku selalu ingin jalan-jalan. Satu dua kali sudah terjadi. Pangandaran. Ragunan. Kebun Raya... tapi, ya, itu... jangan banyak-banyak. Aku suka di rumah. Aku suka bercinta di rumah. Istriku lebih nyaman jika di rumah, dan aku suka sekali mempertontonkan kasih-sayangku padanya; sedangkan dia pemalu sangat.

No comments: