Monday, August 28, 2023

Tiada Seberkas Kecoa Pun Kutepuk Sebelah Tangan


Bahkan ada cicak, tadinya di dinding sebelah barat, lantas pindah ke atas unit dalam-ruangan pendingin udara. Lama ia di sana, untuk seekor cicak. Apakah jika kuceritakan di sini aku hampir membunuh seekor katak pohon, itu hanya harapanku saja, ketika sebenarnya aku terbawa ke Jalan Deperdag IV. Biar hujan asal jangan kebasahan, biar kemarau asal jangan kepanasan. Tidak mengapa pula bukan jika Pak Mono menawar-nawarkan dua kotak penuh kue-kue jajan pasar yang dikatakan ia yang membelinya. Terlihat murah, terasa murah, tapi tentu tidak begitu bagiku dan baginya.
Ini masih Senin, woy. Ayo disiplin ruang dan waktu. Disiplin mana juga tak terwujud jika kukata di hadapanku ada tasbih dengan biji-biji dari logam disangkutkan pada penggulung tali tirai bambu. Bahkan jika pun kukatakan kamar 507 biasa dipakai praktek oleh spiritualis bernama Pak Joko, itu juga masih tidak disiplin ruang waktu. Uah, betapa tak sabar kumenunggu entri ini selesai hanya untuk dibaca dalam bahasa Inggris. Entah mengapa kesenangan kecil ini selalu kudamba-damba setiap waktu. Pada volume empat puluh stereo nirkabel sejati ini tenggelamkan banci. 

Lihat, akhirnya terhubung gambaran dengan isi bukan, ketika kukatakan tenggelamkan tadi. Remang-remang lampu kuning temaram dengan pendingin udara diatur pada suhu dua puluh empat derajat selsius, dengan kipas paling lemah dan pengayun pada posisi mendatar penuh. Sungguh tiada apapun yang menggeremet di kamar 507 ini, namun yang paling kusukai tentu kasur dan bantalnya. Kasur pegas ini hampir sama dengan yang biasa kupakai di Uilenstede. Bantalnya pun cocok menyangga mantap kepalaku ketika badan dimiringkan baik ke kanan maupun ke kiri.

Aku memilih ranjang yang paling dekat dengan jendela dan segera saja terlelap seraya mendengkur keras-keras. Tidak banyak ranjang, kasur, dan bantal penginapan yang sanggup melakukan ini padaku. Satu hal yang sudah jelas, aku tidak pernah suka pada kotamu, kota di mana mamanya Awful menyimpan kenangan mendalam sampai merenggut nyawanya. Aku sudah tidak suka apakah itu pulang atau pergi bahkan sejak aku belum kenal mamanya apalagi Awful. Aku tidak pernah sengaja pesiar ke situ atas kemauanku sendiri. Aku tidak suka kotamu, tak rindu setangkup pun.

Mas Ongki Tongki dipakaikan pakaian dinas upacara satu tentara nasional Indonesia angkatan laut terlihat betapa palsunya, dengan kumis yang tidak membuatnya lebih gagah; persis seperti baliho tempat perawatan kulit Natasha di ujung Margonda. Maka meski jasadku tertambat di kamar 507 ini, jiwaku melayang pulang ke Kemayoran, ilham utama dari keseluruhan situs web harian ini. Betapa dahulu aku selalu punya buku yang kutulisi entah apa-apa seperti ini, dengan tulisan tanganku sendiri. Aku lelaki tambun paruh baya membeli gudeg bu Darto yang tidak murah.

Cintailah aku dengan segenap hatimu, begitu kaukata sambil mengulurkan tangan kepadaku sementara kereta mulai bergerak membawaku ke medan pengawasan kursus konsultan hak kekayaan intelektual. Sempat menjaga di atas rektorat lama atau kelas magister ilmu lingkungan sementara badan kemasukan parah, bahkan tidur di ruang entah apakah kajian gender berkarpet hijau horor. Itulah waktu-waktu ketika aku masih jauh lebih muda dari sekarang, empat belas tahun yang lalu. Aku kembali ke joglo bugenvil bernasi goreng bergudeg diambili telur dan sambal goreng.

Ada setangkup haru dalam rindu namun tidak pada kotamu. Aku bahkan tidak rindu pada dukuh Barepan tempat aku menghabiskan waktu hanya tiga tahun. Impian apapun sepanjang mengenai dunia, seperti apapun yang berjasad akan lapuk membusuk, hancur tak berbekas. Kuterjunkan badanku kepala di bawah, meluncur deras di sela-sela dinginnya udara malam berkesiuran melembutkan kesadaran. Telaga sunyi di bawah sana tiada sampai-sampai juga, sampai aku tertidur. Jika sampai tercebur, dinginnya air telaga semoga membangunkanku dari tidur yang melenakan.

1 comment:

Pengamat Sinema Lokal said...

Memang harusnya Sandy Nayoan atau Gusti Randa yang berperan menjadi Seno.