Sunday, January 12, 2014

Mampir-mampir Pegima'ksudnye, Kak?


Urusan ini masih terus saja menghantuiku. Pendek kata, aku tidak suka bepergian, jadi tentu saja aku tidak suka mampir-mampir. Tiga ratus lima puluh ribu Rupiah dan sudah itu saja. Apa kalau aku sendiri duduk di belakang roda kemudi menjadi lebih nyaman? Aku meragukannya. Nyaman, bagiku, adalah ketika duduk di belakang netbuk, dulu laptop, dulunya lagi mesin tik ijo kecil. Setelah semalam aku mapak-mapak'ke ati agar mentala pergi sejauh itu, [hahaha dasar tukang nduwel, pas! Tibang ke Serpong aja jauh] maka madep manteplah hatiku menelpon Taxiku, memesan taksi untuk besok pagi jam sepuluh, tujuan: Alam Sutera, Serpong. Malam itu aku agak sulit tidur karena maghribnya sempat tidur agak sejam, gara-gara udara hujan yang nyaman-nyaman nikmat. Maka bangun pun aku kesiangan, jam sembilan. Anak-anak belum lagi mandi, apalagi aku. Ketika taksi datang, aku masih berbalut handuk dan memegang pisau cukur. Ketika itu Faw sudah siap duluan maka ia memutuskan untuk menunggu di taksi. Terlambat sampai agak setengah jam barulah kami semua berangkat, setelah Cantik, seperti biasa, ketinggalan henpon dan harus berlari-lari kembali ke rumah. Tidak lama setelah bertolak, baru sampai Pancasila seingatku, hujan tercurah sederas-derasnya sampai-sampai jarak pandang sangat pendek, kira sepuluh meter saja; dan keadaan ini berlangsung sepanjang jalan sampai keluar tol di Pondok Ranji.

Sekeluarnya di Pondok Ranji, Cantik dan anak-anaknya bernostalgilak sepanjang jalan kenangan, menyusuri dalem-dalemnya sektor sembilan kesonoan lagi--sampai supir taksinya keder, katanya; maklum, orang Citayam--sampai Graha Bintaro, Pondok Jagung dan tiba-tiba nongol di Alam Sutera. Sesampainya di Sutera Delima 2 No. 11A, ternyata sudah ada Mama, Tante Lien dan... Bou Butet, akhirnya ketemu juga; meski, sepertinya, aku tidak seberapa menimbulkan kesan pada beliau. Oh ya, sampai lupa, segala komosyen ini adalah gara-gara Ariaghali Ahmad Nasution berulang tahun. Daripada bengong bin cengok, maka tawaran Mbak Erni untuk makan dulu tak kusia-siakan. Mbak Erni menawarkan tongseng kambing, maka adalah bahan pembicaraan karena aku tidak makan kambing [kenapa harus mengenai aku? kalau tidak, mengenai apa? Masa dandanannya Mbak Erni?] Namun ya hanya begitu saja karena memang tidak menarik, maka aku makan nasi dan sate ayam dan teri kacang buatan Mama. Beberapa cangkir teh dan air putih sampai beser, daripada salah tingkah; dan tentu saja, alasan paling jos: Shalat hehehe. Tak lama kontingen Kemang Swatama pun datang. Bersama Bang Iwan Kiting ini lah aku agak banyak omong, dan, seperti biasa, aku menguasai pembicaraan. [padahal hanya mahasiswa-mahasiswaku malang yang membiarkanku menguasai pembicaraan, itu pun lebih karena terpaksa daripada rela] Selebihnya ya pempek, lalu lontong dengan kuah tongseng dan sate ayam lagi.

Di tengah kesalahan tingkah itulah maka, dengan canggungnya aku pamit cari udara segar keliling Sutera Delima, yang memang cukup menyegarkan dengan suasananya yang muram-muram mendung. Sepulangnya kembali alasan jos dimainkan, lalu tiba-tiba Khairaditta ingin ikut jalan-jalan; maka kuajaklah Khaira, Faw dan Nadia main ayunan. Di situlah aku menciptakan mainan bagi anak-anak ini: "menggantung di udara," yang ternyata cukup besar animonya sampai-sampai tiap anak kujatah dua kali. Namun Nadia tidak mau jika sendiri. Ia selalu ingin bersama Khaira, meski Faw mencoba untuk mengajak main menggantung di udara bersama. Mendekati jam lima sore kami kembali ke Sutera Delima 2 11A, dan memang tiada berapa lama [agak lama juga sih, sampai lewat jam lima] datanglah itu taksi pesanan. Ketika kami mau pulang itulah hujan kembali deras seperti ketika kami berangkat dan nyaris tidak pernah berhenti sepanjang jalan sampai ke QS M14. Fiuh, akhirnya tugas yang melelahkan ini selesai juga. Benar-benar melelahkan, terlebih ditingkahi cuaca hujan yang ternyata berhasil menggenangi Jakarta, maka tak kuasa aku menahan kantuk, meski jam 23.10 nanti Liverpool akan dijamu Stoke di Stadion Brittania. Akhirnya, tertidurlah aku, sampai terlewat itu pertandingan, sampai terbangun pukul setengah empat dini hari. Kuambil wudhu, shalat Isya' dilanjutkan tahajud empat rakaat, ditutup witir tiga rakaat lalu menunggu datangnya Shubuh. Setelah shubuh kutulislah entri ini, dalam benakku.

No comments: