Wednesday, October 03, 2012

Maret dan September Sama-sama Tujuhnya


Aku memulai entri ini ditemani oleh Emma Bunton menyanyikan Samba Musim Panas, di sore hari yang nyaman ini. Setelah menyantap Sarimi Duo Ayam Goreng Kecap yang ternyata porsinya besar sekali itu, aku menikmati secangkir Nescafe Pas. Memang mengetik yang paling enak itu kalau mengenakan celana pendek dan kaos oblong saja, sambil berkeringat-keringat. Kata-kata meluncur begitu saja, secepat peluh yang membanjir di sekujur tubuhku. Jadi tidak perlu AC. Aku perlu ruang kerja yang tepat seperti ini. Jendela terbuka lebar, lebih baik lagi bila pemandangannya lepas ke alam bebas... yah... setidaknya ada satu dua batang pohon, atau dedaunan, pokoknya alam bebas.

Kini Glen Campbell meratap-ratap agar Kekasihnya Kembali. Kasihan dia. Kekasihku tidak pergi. Ada. Ya, ia sedang bepergian, tetapi tidak lama pasti akan kembali. Ia sangat mencintaiku, setidaknya begitulah katanya. Ia harus begitu, karena aku sangat mencintainya. Cinta itu apa? Suatu pagi aku terbangun dengan kata "kapilawastu" terngiang-ngiang dalam benakku. Lucunya, ketika itu aku sama sekali tidak ingat apa itu kapilawastu. Segera saja kugugel ["gugel" adalah sebuah kata serapan dari google, yaitu sebuah kata kerja yang artinya menelusur mengenai sesuatu di Internet] dan ingatlah aku! Itu adalah tempat kelahiran Shiddarta Gautama. Kapilawastu! Jadi, invensi Buddha Gautama berkenaan dengan cara beragama orang sejamannya adalah moderasi; artinya, di tengah-tengah antara mengumbar hawa nafsu dan mengekangnya terlalu ketat.

Tadi aku berhenti sebentar, lalu melanjutkan lagi. Sekarang ditemani dengan seduhan pepermin dari Lipton. Barang mahal. Pepermin murni diseduh saja, tidak ditambah apapun. Gula juga tidak. Wow, sekarang Sleepy Shores! Bagaimana pun itu menyedihkanku. Sedih. Aku tidak punya anak. Kalaupun pernah, aku sudah lupa rasanya ...dan dari apa yang kurasakan sekarang... sepertinya aku tidak akan pernah punya anak. Aku tidak tahu rasanya punya anak ...dan... Aku benci mengajar! Mereka, mahasiswa-mahasiswa itu, seperti biasa, memanggilku "Pak". Mereka seperti anak-anakku. Yang terbaru di antara mereka rata-rata kelahiran 1993. Pada saat itu, aku memang sudah mampu membuahi telur perempuan. Beberapa di antara mereka memanggilku "Bang", mungkin karena aku sok funcky.

Sudah Maghrib. Shalat dulu.

SK Rektor UI tentang Pengangkatan Bono Budi Priambodo menjadi Pegawai BHMN UI
Gimana? Keren 'kan? Biar kuabadikan dalam entri ini. Pada Kamis, 27 September 2012, ketika aku sedang mendongeng mengenai visi Kertanegara, dalam Bahasa Inggris kepada anak-anak KKI 2012, dalam kesempatan Civic Education, aku menerima sms dari Pak Jemari. Bunyinya kurang-lebih begini: SK BHMN sudah bisa diambil di Bagian Kepegawaian. Oh My Goodness... begitu kukatakan ketika aku membacanya. Demikianlah maka aku bergegas ke ruangann Pak Jemari setelah selesai mendongeng. Singkat cerita, akhirnya kulihat juga yang namanya SK BHMN seperti apa. Alhamdulillah. Kata Bu Myra, aku beruntung. Alhamdulillah. Kuadukan pada Bang Andhika. Gue udah tau, katanya. Lalu beliau membuka SIAK saktinya dan menunjukkan bahwa statusku sudah Dosen Inti Pengajaran dengan kewajiban mengajar sekurangnya 18 sks dalam satu tahun.

Senang? ...ya... kesenangan itu sempat ada, kegairahan itu. Beberapa menit saja. Tidak sampai sejam kurasa. Alhamdulillah, aku sudah pegawai BHMN UI. Dulu Sopuwan yang mau jadi pegawai BHMN. Kapan itu? Empat atau lima tahun yang lalu. Aku berstatus pegawai BHMN UI terhitung mulai 1 Maret 2010. Nah, kemarin sore, sehabis mengajar Hukum Lingkungan Kelas B-nya Mbak Wiwiek, aku bertemu dengan anggota MWA Mas Akhmad Mukhtarul Huda, dan beliau menjelaskan mengenai berbagai kemungkinan bentuk UI kelak dan pengaruh masing-masing pada status kepegawaian. Keterangan Mas Huda merupakan satu alasan lagi untuk mengucap Alhamdulillah wa syukrulillah; seraya berdoa untuk kawan-kawan yang lain, terlebih yang sangat mendambakan kejelasan status kepegawaian, agar kelak status mereka juga jelas sejelas-jelasnya. Amin.

Begitu banyak di sekitarku dan padaku sendiri yang harus disyukuri. Sungguh melimpah-ruah belas-kasih sayangMu pada hamba-hambaMu ya Maharaja yang Maha Pemurah. Perasaan nyaman ini, karena mendengarkan Frank Sinatra bertutur mengenai Gelombang, lalu Donny Osmond meratap-ratap mengenai Cinta Kirik, laptop HP 520 yang, entah mengapa, hari ini tidak mengeluarkan bunyi hujan, [mungkin karena baru hujan beneran] udara yang nyaman sehabis hujan... Terlalu banyak alasan di dunia ini untuk merasa nyaman, senang dan bahagia. Kita hanya harus memusatkan perhatian pada alasan-alasan ini, seraya mengabaikan godaan untuk merasa gelisah, sedih dan merana.

Tak pernahkah kau santai
Tak pernahkah kaucoba
mencari nyaman di dalammu

Tak pernahkah kau bahagia
hanya mendengar lagumu sendiri
Tak pernahkah kaubiarkan orang lain menang

No comments: