Friday, October 05, 2012

Sebentar Lagi Mengajar Perdata Dagang


Jadi, tadi setelah shalat Jumat, Dita tiba-tiba menghampiri kubikelku dan memberitahukan kalau ada mahasiswa mencariku. Mereka, katanya, ingin bertanya mengenai UU BPJS. Ha?! Apaan tuh? sahutku. Itu Bang, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kenapa tanya ke saya? Abang kan ngajar macem-macem, jadi mungkin yang ini tahu juga. What?! Begitulah reputasiku telah terbentuk. Mengajar apa saja. So much about being Dosen Inti Pengajaran. Kini sudah jam 15.02, yang berarti kurang dari satu jam lagi aku harus mengajar mata kuliah Hukum Perdata Dagang di Vokasi Program Studi Administrasi Perkantoran dan Sekretari. Aku tidak pernah menyangka akan mengatakan ini, tapi, menilik keadaanku kini, memang hanya ini yang dapat kukatakan.

Aku hanya sekrup kecil dalam sistem yang besar dan tua ini... Tambahan lagi, Khatib tadi berbicara mengenai menegur kemunkaran, dengan tangan, dengan lidah, dengan hati. Tegurlah dengan tangan, selama tanganmu tidak terikat. Bila tanganmu terikat, tegur dengan lidah, selama lidahmu belum terpotong. Jika lidahmu terpotong, maka camkan dalam hati bahwa itu adalah kemunkaran. Apa yang kuhadapi kini... aku bahkan tidak tahu dan tidak berani mengatakan apakah ini kemunkaran atau bukan. Mungkin yang lebih tepat adalah aku sudah apatis. Masa bodoh. Sesuatu sikap yang sungguh mudah saja bagiku. Aku hanya mencoba bertahan hidup. Standar hidupku, kurasa, naik sedikit, tetapi memang tidak turun. Aku tidak terlalu suka sekali makan sekarang. Perutku mudah sakit kalau diisi terlalu banyak. Lainnya, aku tidak ingin apa-apa.

Kirov reporting. Airship ready. Bombardier to your station.
Baru saja selesai mengajar perdata dagang, sok-sokan menembus hujan, celana jadi lembab dingin begini. Francis Goya mendentingkan Concerto D'Aranjuez. Akhirnya hujan juga, hujan lagi. Hujan selalu membawa suasana hati yang khas, dari tahun ke tahun. Waktu aku kecil di Kemayoran, hujan di sore hari membangunkanku dari tidur siang, sementara Ibu sedang menyetel kaset-kaset. Waktu aku SD di Kebayoran, hujan ketika pulang sekolah membuat talang air di Kompleks AL jadi pancuran yang seru. Waktu aku SMP di Tangerang, hujan menemaniku menghadapi hari-hari penuh kebingungan gara-gara perubahan hormonal. Waktu aku SMP kembali ke Kebayoran, hujan mendinginkan hatiku yang selalu terbakar tekad harus masuk SMA Taruna Nusantara. Waktu aku SMA di Magelang, hujan di senja hari menjelang penurunan Bendera meningkahi Awan Sudiro dan kawan-kawan lain mendengarkan acara curhat-curhatan di GKL FM Radio Magelang.

Waktu aku menjadi anggota Resimen Chandradimuka '94, hujan membasahiku di atas truk ketika bergeser dari satu tempat latihan ke tempat latihan lain, sementara di pinggir jalan sebuah keluarga menonton TV di rumah mereka yang tampak hangat. Waktu aku mengikuti pelayaran Pra Jalasisya sebagai Pratar AAL, hujan membuat laut bergelora di lepas pantai Kalimantan Barat, sebelum menghulu Kapuas ke Pontianak. Waktu aku bertugas sebagai PD Sarasan sebagai seorang Koptar, hujan menemaniku menghabiskan "somay," yakni makanan yang terdiri dari telur rebus, tahu goreng dan bumbu kacang, sambil mendengarkan Roxette menyanyikan What's She Like. Waktu aku menghuni Ruang Karantina Menular, hujan rintik-rintik mengiringi dijemputnya aku oleh, ketika itu, Lettu Yayok Subagyo untuk dibawa ke Rinjani. Waktu aku... hujan...

Hari ini, 67 tahun yang lalu, TKR lahir.

No comments: