Saturday, October 20, 2012

Suatu Entri tentang Iolanda Gigglioti, bukan Aku


Et sur le sable mouillé
Avec un dernier remou
Frissonnent et meurent effacés mes rêves
Mes rêves fous


Tahu tidak yang paling menakutkan? Hantu? Mati? Bukan. Hidup yang sia-sia. Naudzubillahi min dzalik tsumma naudzubillah! Sandra pagi ini menulis status kurang lebih begini, kalau kamu mau jadi pemimpin yang efektif, kamu harus jadi pelatih yang efektif. Semacam itulah. Perjalanan hidupku mengajarkan bahwa ingin menjadi sesuatu itu... sesuatu yang... yah, kurang baik. Pengalamanku agak kurang baik dengan ingin menjadi sesuatu itu. Lalu aku bertanya pada Sandra, emang kenapa orang mau jadi pemimpin? Karena "passion" untuk mengendalikan orang (control over people), menjadi "seseorang," jawab Sandra. Aku tidak paham bagaimana suasana kebatinan orang berbahasa Inggris, entah di Inggris atau Amerika, ketika mereka menggunakan kata passion itu. Namun, jika passion adalah padanan bagi nafsu atau gairah, dan itu dipadukan dengan "mengendalikan orang"... yang terbayang olehku adalah kulit atau spandex dan cambuk hahaha...

San, aku memang berolok-olok, tapi sama-sekali tidak bermaksud mengolok-olokmu. Suer. Maafkan aku kalau membuatmu tersinggung. Cantik beberapa hari lalu berkata bahwa aku orang yang sangat sinis. Iya, harus kuakui itu. I can't help it often times. Kembali pada kulit dan cambuk, (lho?!) aku pernah mendengar orang berkata begini: Sexy is not how you inflict pain, but how you ENDURE it. Jadi, adegannya, setelah Sang Dominatrix berkata demikian, laki-laki itu berlari-lari sambil berteriak-teriak dikejar-kejar Dominatrix hahaha. Betapa rumit jiwa manusia, dan kenyataan itu hanya menunjukkan bahwa betapa sangat terbatasnya kemampuan manusia mencerap. [apa sih mencerap?] Terlalu sedikit yang bisa dipahami manusia, dalam umurnya yang sangat terbatas itu; bahkan memahami jiwanya sendiri saja ia takkan mampu. [apa sih jiwa?] Namun, sejujurnya harus kuakui [halah, apa arti pengakuan seorang eksibisionis?!] bahwa ungkapan-ungkapan seperti itu, dan yang ini: pleasure is sin, pain is virtue, sungguh menarik hatiku; meski tidak secara khusus kugunakan dalam konteks seksualitas, namun pada hidup ini secara keseluruhan.

Hanya kata-kata Rasulullah SAW --yang sudah dibuktikan, antara lain, oleh Siddharta Gautama [lhah, dia kan lahir duluan dari Rasul?!] dan Murtadha Muthahari-- yang kiranya dapat mencegahku dari kecenderungan itu, Insya Allah. Kecenderungan menyakiti diri sendiri, dan, akibatnya, lingkungan sekitar. MODERASI. Aku... seperti ndikane Ibu, sentimentil dan melankolis, seperti almarhum Pakde Binto, ndikane Ibu. Aku, entah bagaimana caranya, entah sejak kapan aku lupa, sangat menyukai tragedi, ketika drama hanya punya dua kemungkinan: komedi atau tragedi. Komediku adalah mengolok-olok diri sendiri. Komediku adalah slapstick dengan aku sendiri sebagai korbannya, yang karena itu, maka tragedi lagi. Padahal, sebaik-baiknya urusan adalah yang di tengah-tengah. Jadi yang sedang-sedang saja. Ya Allah... sedangkan hamba, kata Buku Pintar Junior buatan Iwan Gayo adalah naga yang ekstrim, suka membesar-besarkan persoalan... Kurasa cuma ada satu jalan, jika demikian, berusahalah menjadi baik seekstrim mungkin. Semoga Allah menolongku, melindungiku dari orang-orang yang bermaksud jahat padaku... dan orang-orang yang kusayangi. Amin.

No comments: