Wednesday, October 10, 2012

Wawasan Nusantara dan Globalisasi


Jati-diri atau identitas, mungkin, bukan lagi merupakan urusan yang terlampau serius dalam jaman serba global ini, di mana segala sesuatu bisa menjadi barang dagangan atau komoditas. Pada kenyataannya, perdagangan bebas global telah mengubah seluruh dunia menjadi pasar besar tempat perusahaan-perusahaan transnasional menjajakan barang dagangan, sedangkan semua orang lainnya adalah baik gerombolan pembeli yang mampu membeli barang-barang itu, maupun mereka yang kekurangan daya beli sehingga tidak terlalu penting diperhatikan. Jika, pada awal '90-an, terbagi-baginya dunia ke dalam pasar-pasar domestik maupun regional terasa seperti khayalan belaka, 20 tahun kemudian hal tersebut telah menjadi niscaya belaka. Demikian pula, orang kebanyakan kini mengidentikkan dirinya dengan apa-apa yang mampu atau ingin mereka beli.


Namun demikian, setidaknya di Indonesia, masih terdengar suatu wacana yang kiranya terlampau serius mengenai jati-diri ini. Setelah indoktrinasi formal mengenai bagaimana menghayati dan mengamalkan ideologi negara, Pancasila, dihentikan pada 1998, ternyata materi-materinya tidak sepenuhnya hilang. Sehingga kini, masih terdengar istilah-istilah seperti "Wawasan Nusantara", "Ketahanan Nasional" dan sebagainya. Salah satu materi indoktrinasi tersebut yang khusus mengenai permasalahan jati-diri adalah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara, singkatnya, adalah rumusan atau teorisasi mengenai identitas fisik Bangsa Indonesia, yakni cara Bangsa Indonesia memandang dirinya sendiri dan memahami tempatnya secara fisik di atas bola dunia. Dilihat dari dalam, Indonesia adalah "Nusantara," secarik air dan sedikit tanah yang meliputi seperdelapan khatulistiwa; dilihat dari luar, Indonesia adalah orang-orang yang menghuni Nusantara itu.

Teorisasi seperti ini pada hakikatnya tidak berbeda dengan terbaginya bola dunia menjadi pasar-pasar domestik dan regional; dan identiknya orang dengan apa yang mampu atau ingin dibeli. Lebih tepatnya, teorisasi mengenai geostrategi dan geopolitik, yang mengilhami dirumuskannya Wawasan Nusantara ini, sesungguhnya mendahului geostrategi berdasarkan geoekonomi yang menjadi kenyataan kekinian. Jika dahulu bola dunia terbagi-bagi ke dalam posisi geografis berdasarkan politik global, kini ia dibagi menjadi pasar-pasar domestik dan regional berdasarkan perdagangan global. Jika dahulu orang diharapkan menyadari sepenuhnya keberadaan dirinya di sesuatu posisi strategis tertentu, kini orang diharapkan untuk mengonsumsi produk-produk global untuk mengukuhkan identitas globalnya sebagai warga dunia. Inilah sesungguhnya yang paling nyata dari apa yang sering dikatakan sebagai "globalisasi."

No comments: