Friday, September 21, 2012

Piano untuk Serius, Gitar untuk Senggang


Biasanya kalau aku memulai menulis entri dengan sebuah judul, maka judul itu berarti suatu emosi yang tiba-tiba mendesak dadaku ingin diledakkan, tetapi tidak ada pelampiasan. Sekarang aku sedang duduk di belakang mejaku sebagai staf Sekretaris Fakultas sambil menunggu shalat Jumat. [buset... masih jam 10.52 sudah nunggu shalat Jumat? Padahal PNS pun bukan hahaha] Gara-gara tidak sengaja mendengarkan You are So Beautiful-nya Joe Cocker dimainkan dengan piano, aku jadi ingin main piano! Piano adanya di Yado. Di Faculty Lounge ada sih kibor, tapi malas betul kalau harus menyalakan ampli dan sebagainya itu. Lagipula mau ditegor Bu Eti?! Ya sudahlah, daripada tidak tersalurkan, mending nulis entri di Kemacangondrongan.

Tiap kali aku mendengar atau melihat orang main piano, terlebih yang "terdengar" sederhana seperti You are So Beautiful itu, aku selalu merasa, sepertinya aku juga bisa memainkannya. Dari dahulu aku sudah tahu sih, bahkan Ibuku yang tidak saget main pun pirsa, bahwa tangan kiriku terlalu ribut. Memang masalahnya selalu adalah seberapa sering latihan. Di Yado piano itu mangkrak, masa harus kubawa ke calon rumahku? Kurasa Qoryatussalam Sani yang terlalu Islami itu perlu sedikit sentuhan gerejawi juga. [lho?!] Bukan begitu, maksudku, tidak apa kan kalau sekali-sekali dari rumah di pojokan itu terdengar Have Yourself a Merry Little Christmas ...hohoho. Atau beli kibor? Well, sepertinya tidak seniat itu deh. Meski, kurasa, waktu yang diperlukan untuk menguasai sama banyaknya, lebih baik aku berlatih piano lebih keras, daripada mulai dengan kibor.

Sekarang aku sudah lebih tenang. Entah bagaimana, setibanya di ruanganku aku teringat Laverne and Shirley dan kemudian Mork and Mindy. Entah perasaanku saja atau memang benar begitu, acara TV Amerika pada masa itu jauh lebih sopan daripada yang ada sekarang. Selain itu, aku juga jadi kasihan pada anak jaman sekarang. Jamanku dahulu, TV itu hanya ada pada jam 17.30 sampai 18.00, terkadang ada lagi dari 20.00 sampai 21.00, dan yang paling ekstrim 22.30 sampai 24.00. Sepanjang siang, jika pun ada, adalah suara radio. Banyak waktu senggang untuk melakukan berbagai macam hal. Banyak ruang untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Sekarang, seorang anak sejak panca inderanya bekerja sudah menjadi tawanan televisi, dari bangun tidur sampai berangkat tidur! Betapalah beberapa di antara mereka tidak menjadi autis?!

Berikutnya mengenai Qoryatussalam Sani. Seharusnya aku menyertakan gambar-gambarnya di sini. Daerah itu terasa seperti kawasan pedesaan yang sekarat. Sekarat, karena sudah tidak ada lagi kegiatan bertani. Sawah sudah tidak terlihat di mana pun. Akan tetapi, sisa-sisa suasana pedesaan masih sangat terasa. Rumah-rumah gaya pinggiran khas orang Betawi masih mudah ditemui di mana-mana. Mungkin dahulu penghuninya adalah keluarga-keluarga tani. Di sepanjang Jalan Raya KSU yang bersambung dengan Jalan Raya Parung-Serab memang dapat ditemui toko-toko, yang dahulu pada tahun '90-an terdapat di sepanjang Jalan Margonda. Teringat akan hal ini, aku menjadi ngeri sendiri. Aku ngeri membayangkan tempat ini suatu hari nanti akan menjadi seperti Margonda sekarang.

Dahil Sa Iyo, Ako'y Lumigaya

No comments: