Monday, October 08, 2012

Damai Hanya Lagu Lama yang Manis


Biar saja, biar aku mengingat-ingat masa yang telah lampau, karena dari spiker terdengar suara Glen Campbell mendendangkan Wichita Lineman. Ini terasa seperti pagi hari bersama Delta FM, yang dulu. Ya, inilah waktunya Delta Morning Show bersama (almarhum) Zein Marasabessy. Tidak lama lagi pasti terdengar jinggelnya yang sungguh menyamankan hati itu. Menyemangati tetapi nyaman. Disiarkan dari Jalan Borobudur Nomor Sepuluh ...memang bukan jinggel itu... tetapi musik Me Va Me Va-nya Julio Iglesias, intronya tadi, agak-agak mirip koq. Jika tidak begini, maka mungkin tak habis-habisnya heranku, mengapa nasi uduk hanya berteman bihun goreng dan gorengan yang... seadanya... lalu tutug oncom dan kentang dicabein, ugh, dan Nescafe Pas yang ternyata memang asam ini.

Aku jengkel, marah, meradang dan sebagainya jika mendengar kata-kata ini: korupsi dan KPK. Biar kucatat di sini, orang kini sedang heboh Novel Baswedan. Sungguh malas aku ikut berkomentar mengenai hal ini, tapi aku marah sekali, sampai-sampai aku ingin sekali berseru Penitenziagite! [jika tidak tahu apa ini, gugellah kata itu] [Ah, Sabor a mi oleh Luis Miguel... tidak pernah gagal memberi rasa hangat di dada...] Kalian ramai-ramai ingin memberantas korupsi, membuat KPK jadi semacam superman pakai kancut di luar, tapi kalian diam saja dengan bertebarannya simbol-simbol hidup mewah di sekitar kalian. Aku tahu, orang-orang seperti kalian ini biasanya adalah mereka yang mengatakan globalisasi dan hak kekayaan intelektual [atau ai-pi-ar, seperti biasa kalian katakan] tanpa bergidik, tanpa menjengit. Ya, ya, aku tahu aku yang gila. Aku yang mengada-ada. Seperti biasa. Sampai kering serak pun mulut dan suaraku, kalian tidak akan pernah paham mengapa globalisasi dan ai-pi-ar itu lebih bau dari tahi tikus campur tahi cecurut...

Sekarang Carly Simon menyenandungkan (Loving You) is the Right Thing to Do. Menurutku sih lebih manis rendisinya Ray Conniff Singers dengan dum dee ree dee dum dum-nya. Namun Youtube sekarang tidak bisa lagi diubah menjadi mp3, sungguh menjengkelkan! Kalau saja aku tidak kebanyakan mendengarkan kutipan-kutipan yang dibacakan tiap ditemukannya teknologi baru, [...dan tidak kebanyakan menulisi kemacangondrongan?!] mungkin waktuku banyak untuk menjelaskan sikapku terhadap globalisasi dan ai-pi-ar dan berbagai sulapan lain terkait. Buat apa? Memangnya aku siapa? Aku pengajar. Aku mendongengi bocah-bocah itu tak henti-hentinya sepanjang tahun. Apakah kalau aku punya buku, menulis buku, dongenganku jadi lebih 'berwibawa,' begitu? ...logika yang menyedihkan. Aku menyuruh mereka membaca tulisan-tulisan Soekarno, Hatta, lalu Ha-Joon Chang atau Mansour Fakih, atau Sri-Edi dan Sritua dan Mubyarto. Apakah mereka membacanya? Apakah AKU MEMBACANYA?!

Cukup. Sekarang tentang yang indah-indah. Sekarang tentang... cinta. Cinta... kalau aku menuliskannya dengan huruf C kapital, itu sekadar karena ia berada di awal kalimat. Demi cinta [tuh kan c-nya kecil] aku tidak boleh gila, meski gila demi Cinta selalu menggoda hati. Demi cinta, pemasukanku per bulannya harus melampaui Rp 20 juta. Duapuluh Juta! Aku harus jadi dosen inti penelitian jika begitu [husy kuwalat!] ...cinta... apa itu cinta? Terus terang, bukan cinta yang kurasakan pagi ini, melainkan cemburu. Dan cemburu bukanlah tanda adanya cinta. Cemburu itu bisikan setan yang merusak suasana hati saja. Yakinlah bahwa lebih banyak lagi orang harus menanggung kenangan yang jauh lebih menyakitkan dari ini, dengan begitu kau tidak merasakan apa-apa. Oh, cinta... benarkah aku harus hidup di dunia ini bersamamu? Harus bersamamu?

Tak kutemukan kedamaian
Hanya lagu lama yang manis

No comments: