Sunday, July 09, 2023

Mistis: Bang Nizwar Hampir Mati Kena Hipotermia


Baru 'ku sadari ternyata aku masih punya satu kesempatan lagi untuk mengitiki hahaha, meski di pojokan ini, entah mengapa, seperti halnya terakhir kali aku di sini, perutku kembung juga. Ah, aku tahu penyebabnya: bakso goreng! Sejuta topan badai, iguanodon bisulan, meski setelah yang aroma daun jeruk habis rasanya jadi lebih berterima, tetap saja, sudah tidak enak membuat kembung pula. Namun, tetaplah, dalam kesejukan belaian sepoi-sepoi basa cinta dewasa muda, 'ku rasakan kenyamanan yang lebih baik dibanding yang dirasa Chris di dunia bawah.  
Ini adalah gambar semacam alat musik petik, yakni, ulekeket. Coba petik kalau berani.
Akan halnya mengapa sampai ada gambar di atas ini, ada aurat diumbar-umbar yang tidak lagi sekadar menyengat atau menampar, tetapi menabrak seperti kereta malam pengangkut barang yang meledakkan tidak saja sapi-sapi tetapi juga Sersan John Monfriez beserta mobil sportnya sekalian. Ah, sedapnya Bi Iin memanjakanku dengan ketelatenan khas Jepang, serasa menenggak, tidak sekadar meneguk, tetapi menenggak sebotol porselin mungil sake yang memabukkan, menerbangkan ke awang-awang; terutama karena pelafalan "s" yang cacat.

Masa 'ku biarkan sebaki tamago sushi mubazir begitu saja, sekadar menemani gelitik pada ketiak sendiri. Sesusah apa orang-orang muda, 'ku taksir dalam usia dua puluhan awal, yang merayakan kebersamaan bersama Suhu Yo. Bagaimana pula dengan wajah diplomat beda nasib sehingga harus menjaga warung menjajakan makanan yang pura-puranya Jepang, meski entah apanya yang murah hati. Harganya tidak murah, porsinya tidak ekstra jumbo, rasanya aku tidak mau tahu. Pak Untung yang telurnya asin bersama keluarga kecilnya berlalu di depanku. 'Ku sapa.

Akan 'ku nikmati waktu-waktuku di sini, karena dunia ini indah, tinggal bagaimana menikmatinya saja. Ada yang menikmati dengan hobi-hobi jantan seperti otomotif atau otokritik. Aku lebih menikmati gelitik pada ketiakku sendiri, terlebih jika bukan jari-jemariku sendiri yang menggerayangi. Jika pun kesabaran bukan kelebihanku, mungkin kemasabodoan yang membuatku tabah menunggu kembung berlalu. Akankah aku sabar menunggu badan menghangat jika suhu inti badanku merosot. Jadi ingat menunggu feri setengah jam di Pontsteiger ketika itu.

Jika Tante Rafika berpikir ia bisa meniru teknik Tante Astrud, tidak mengapa. Memang sama-sama menyamankan dengan caranya sendiri. Bagaimana dengan seorang tante yang berkomentar gila juga. Bagaimana dengan tante penjual laksa bihun yang ada tahi lalat berambut pada dagunya. Bagaimana dengan Tante Jane yang berdansa dengan Karma dalam sepatu merah meronanya. Oh, dunia ini penuh tante-tante, aku mendesah seperti seorang dayang-dayang yang habis dihisap madunya oleh seorang kapten alien. Astaga, tidak bisa hilang bayangan durjana itu.

Kemana perginya usia muda, 'ku bertanya pada angin bau yang menyembur dari lubang sempit di antara dua pipi pantatku. Tak lama lagi ia akan menyembur, angin bau itu, 'ku harap, karena kembung akibat bakso goreng keramat ini memang lumayan busungnya, seperti Catherine Wilson bahkan Anna-Nicole Smith sekalian. Sungguh, aku tidak pernah terlalu rewel masalah bentuk, karena yang penting rasanya. Jika ternyata membusung ya itu sekadar bonus. Jika bisa dipelintir-pelintir seperti kata-kata itu seperti kelakuan pengecut. Ah kharisma cinta memang abadi.

'Ku yakin cintaku suci pada Istriku Cantik. Meski aku sering bau tahi, sebagaimana kentut dan selangkanganku, cintaku padanya 'ku yakin suci. Aku suka begitu. Aku tidak suka noda dan menodai. Aku justru suka menyeka, membersihkan noda dari permukaan mana pun. Aku tidak peduli jika mukaku berlumurah tahi manusia sekalipun, karena orang mati matanya terbuka tidak tertutup. Aku tidak peduli jika harus memeluk ranjau personil atau tank sekalipun. Cintaku suci. Aku tidak tahu apakah cintaku pada Cinta sudah patut. Aku hanya tahu mencintai Istriku Cantik.

No comments: