Tuesday, July 18, 2023

Mawar Merah Untuk Nyonya Biru. Merah-birumu


Gambar di bawah ini seperti label kaset-kaset tahun 1970-an. Bedanya, jika kaset-kaset itu bergambar wanita entah-entah, biasanya muda namun sudah matang, entri-entri dalam blog ini bergambar makanan matang bagi pria muda. Apapun ocehanmu, yang jelas saat ini juga, di entri ini juga, akan kuakhiri kegilaan retroaksi ini. Sudah cukup. Tidak ada pula yang mengharuskan setiap hari ada entrinya, meski hari-hari anggur dan mawar-mawar dan engkau kudekap erat pada dadaku. Dada-dada kita saling rapat meski dipisahkan beberapa lembar kain dan mungkin busa.
Kebutuhan akan harum-haruman yang membumbungkan asap dupa setanggi sulit dipenuhi seperti apapun kebutuhan. Irama-irama dari dekade 1950-an dan 1960-an selalunya mewarnai sejak kanak-kanak sehingga tua begini, padahal itu adalah masa kanak-kanak dan remaja orangtuaku. Harapan untuk kembali muda dan tolol tidak ubahnya saus lengket gurih-gurih manis, meski ayam panggang Kalasan tidak ada sausnya. Menyedihkan memang jika seorang paruh-baya masih terperangkap dalam hangat ruang kantor setelah pendingin udara mati.

Takkan lagi kujelajahi dunia hanya untuk disergap oleh keindahannya yang menjadikan hati tawanan, jiwa tersandera. Akan kutunggu saja di sudut penuh buku apak ini, meski buku-buku baru terus melambai mengimbau-imbau. Buku-buku apak ini telah berbentuk digital. Takkan habis kubaca meski sepanjang hari, setiap hari membaca saja kerjaku. Bukan berarti aku suka bau apak buku tua ini. Tidak pula kubangun sebuah mesin waktu dengan buku-buku ini sebagai bahan bakarnya. Ini hanya nyaman hangatnya masa kecil yang takkan kembali apapun terjadi.

Apa kausangka aku akan bersedih dan merajuk karenanya. Tidak pernah kubayangkan diri ini menjadi raja apapun, raja jalanan, raja bukit, apalagi raja singa. Aku memang api yang berkobar-kobar bahkan meledak membahana menggapai angkasa, namun begitulah takdir kebakaran besar: hancur bersama yang dihancurkannya, padam bersama yang dipadamkannya. Apa lantas aku harus memanjat puncak minaret dan terjun darinya sambil merentangkan tangan bukan mengepak-ngepak. Udaralah yang berkesiuran di sekitar kesadaran, yang menyadarkanmu.

Jika takkan pernah lagi kurasakan harum gurihnya birahi berbalut cinta, tiada penyesalan padaku. Kubiarkan paduan suara seribu bidadari dari kayangan para dewa menghaluskan gegap-gempitanya sembur-menderunya seribu sangkakala. Kucecapi, kusesapi pada lidahku, kuhirup-hirup melalui rambut-rambut hidungku masa remaja yang tidak pernah merasakan cinta primata berekor maupun tidak. Kuhunus pedang pendekku yang terpaksa dipatri sarung kuningannya karena rengkah. Kutikamkan pada hati yang membeku didera sendunya rindu sewindu.

Takkan kubiarkan lidah, terlebih lengan bertangan terjulur, menggapai-gapai ujung selendang bidadari turun mandi. Lihatlah perempuan gemuk yang memandikan tubuhnya dengan seember minyak wangi guna menutupi bau alami badannya yang seperti protein dan lemak teroksidasi. Bahkan bidadari jika sampai lupa memakai deodoran akan berbau ketiak-ketiak mereka. Maka hanya harum-harumnya asap dupa setanggi saja yang tidak akan mengecoh, selalu setia pada kesejatian. Hirup-hiruplah, cecap-cecaplah sedap nikmat tumisan bawang merah putih pada lidahmu.

Ada lagi balon-balon warna-warni mengangkasa memenuhi cakrawala di atas padang rumput seluas samudra raya, mengangkut remaja-remaja pria dan wanita pada keranjang-keranjang yang tertambat padanya. Jangan kautahan sesungging senyum selebar tawa pada wajahmu ketika keindahan mengajakmu menari berputar-putar. Tangan kananmu melingkari pinggulnya yang ramping, tangan kirimu menggenggam tangan kanannya rapat pada dadamu. Seperti itulah caramu bercengkerama dengan keindahan. Tenggak! Jangan biarkan bersisa barang sedikit saja.

No comments: