Saturday, December 15, 2018

Hari Ini Bapak Berulang-tahun yang ke-68


Apakah ini pertanda, bendera di ketinggian seberang sana dicabut orang. Tidak ada lagi penanda bagiku, untuk mengetahui ke arah mana angin bertiup dan seberapa kencang. Sedangkan menjelang siang di Sabtu yang mendung ini, kuminum lagi Campuran Wina, yang tampaknya tiada seberapa menyakiti dibanding Torabika Creamy Latte, meski sama-sama gula pisah. Seperti inilah, maka Insya Allah akan ada hari-hari di mana aku tersenyum-senyum mengenangkan bendera dan Campuran Wina, sedang jiwa dan ragaku terasa ringan dan nyaman.


Jika Kang Ucu saja menikmati Pejah Husnul Hotimah, apatah lagi aku. Sungguh aku bersusah hati tidak sanggup menyenangkan Cantik. Apa yang menyenangkan hatinya membuatku berjengit. Apa yang menyenangkan hatiku membuatnya mencelos. Namun semua ini ‘kan sementara saja, Sayang. Berapa banyak di persekitaranku, persekitaran kita yang sudah mendahului, jadi sabar saja. Kuharap ini tidak terbaca seperti catatan bunuh diri, meski ditulis di muramnya cuaca bersuhu minus tiga derajat celsius. Insya Allah aku baik-baik saja. Tidak mengapa.

Ditemani daftarmain dari sekitar lima belasan tahun yang lalu, dengan jari-jari rampak memberondong papankunci, aku baik-baik saja. Memang sedikit sekali dari dunia ini yang menarik perhatianku. Tidak salah jika Pak Kaji mengatakan aku “klempurak klempuruk rak tau metu kos-kosan.” Benar belaka. Terlebih ini kos-kosan mahal. Harus dimanfaatkan semaksimal mungkin hahaha. Alasan. Namun sepertinya hari ini, tepatnya, setiap hari, aku harus ada ‘lah keluar agak barang sebentar. Semata-mata agar enak tidur malam. Sudah itu saja alasannya.

Nah, untuk hari ini aku berencana untuk mengunjungi kembali Namu, untuk mencicipi lagi semangkuk udon rubah, mungkin juga satu skup rum raisin atau rasa lainnya. Entahlah. Belum tahu juga apakah ini akan kejadian, nanti atau besok akan kuceritakan padamu. Kemarin aku sudah menghabiskan senilai semangkuk udon itu juga. Apakah hari ini akan begitu lagi. Hahaha tiba-tiba kebiasaanku berhemat muncul mak pethungul. Sedangkan kemarin aku sudah mengeluarkan uang terbanyak selama ini, kurasa, untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Belum-belum rencana di atas gagal total, karena baru saja Jeng Isdah mengontak agar aku datang berkunjung ke tempat mereka di Jacques Veltmanstraat. Ini Insya Allah akan menjadi pengalaman baru, karena aku belum pernah punya alasan naik trem nomor 2 ke arah Nieuwe Sloten. Siap ini aku harus segera mandi jika demikian, karena aku berjanji setelah dhuhur berangkat. Ahaha, hari ini Kemacangondrongan kembali menjadi seperti situsweb harian, karena ini bukan buku. Lebih praktis, namun kurang romantis.

Aku membilas cangkir bekas campuran Winaku dengan air keran, lalu memanaskannya dengan magnetron. Pemanas airku yang berbadan plastik menghasilkan air panas yang beraroma. Segala kerepotan ini tidak perlu. Di rumah aku tinggal mengambil air panas dari pengser, yang mana sebentar lagi Insya Allah akan kulakukan. Aku jadi ingat keluarga-keluarga di sini, Pak Kaji, Mas Ihsan. Bertualang? Bisa jadi. Namun aku, pada usiaku sekarang ini, sungguh sulit tertarik pada petualangan jenis apapun, terlebih yang semacam itu.

Sesungguhnya masih ada kusimpan tenagaku untuk satu petualangan, yang tentu saja bagiku itu bukan petualangan sama-sekali. Sementara orang mungkin akan menyebutnya sebagai petualangan, yakni mereka yang kemungkinan tidak sepakat denganku, bahkan mencibirku, bahkan mungkin mencoba membunuhku, jika aku beruntung. Aku bisa apa. Begitulah doa Bapakku, yang hari ini berulang tahun ke-68, bagi anak-anaknya, mungkin terutama yang laki-laki. Aku, Bono anak Harnowo, anak laki-laki tertua Bapakku. Bisa apa lagi aku kecuali berusaha mewujudkan harapan Bapakku ini.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

No comments: