Thursday, June 29, 2017

Syawalan Tidak Lain Tiruan Ramadhan 'kan?


Masa setiap kali membuang tenaga mental dan otak untuk memulai hari dengan menulis entri di hari-hari puasa ini, sedangkan ukuran lambungku tampaknya mengecil setelah berpuasa sebulan penuh? Apakah akan menggunakan alasan pemanasan? Apa tidak takut rekening kosong? Apa malu menerima tanpa memberi, sedang yang diberikan sesuatu yang tiada arti, seperti hidup dan diriku sendiri? Apa tidak ingin Asus Zenfone 3 Max? Mengapa memulai entri dengan berondongan pertanyaan begini?

Sedang muadzin Masjid Ukhuwah Islamiyah sudah mengumandangkan adzan dhuhur pada 5 Syawal 1438 H ini, apa hari-hari puasa sekadar menunggu maghrib? Lantas, kalau sudah maghrib, lalu berbuka, lalu shalat maghrib, lalu shalat isya', lalu apa? Tidur? Bangun sahur? Tidur lagi setelah shubuh sampai matahari tinggi dan panas sinarnya? Aku sendirian di kubik PS-PKR UNHCR gara-gara Dwaskoro Syahbanu. Sebenarnya bisa saja sekarang ini aku membariskan resimen-resimen kavaleri mandekalu di lepas pantai Berlin untuk menghentikan kesombongan Ashurbanipal.

Namun aku memilih kemari... untuk menulis entri hahaha. Kelembagaan konservasi entah-entah pada 27 Ramadhan lalu juga kurasa disebabkan oleh ritme puasa, meski akibatnya jelas hidangan berbuka dari dapur kekaisaran. Aku kaisar? Tidak. Aku biasa makan sampah koq sehari-hari. Terlebih dengan kemiskinan merundung, apa tega aku makan yang bukan sampah? Aku melakukannya bukan karena empati sosial atau yang sejenisnya, semata karena memang uangku sedikit. Nanti cepat habis jika bergaya hidup kaisar, bahkan meski aku kaisar benar sekalipun.

Lalu silaturahmi ini, seperti orang-orang, apa benar? Uah, jika benar aku harus seperti orang-orang, maka biarkan aku... [sampai di sini tercekat] Edan! Seperti tidak pernah kenal Pengungkap Kegaiban, yang membuat takut almarhum[ah?] Santiago dan Lemonado yang entah mungkin masih hidup. Ahaha, adakah sempat dalam hidupmu berkenalan dengan Pengungkap Kegaiban, Santiago? Semoga Allah mengampuni dan menghapus dosa-dosamu, Kawan. Bagaimanapun, kau orang baik. Semoga perbuatan baikmu diterimaNya dan dilipatgandakan balasannya.

Jelasnya, aku masih dibiarkan hidup sampai sekarang, dan tidak lucu sok-sok'an bercanda mengenai hidup dan mati seakan jagoan. Ini saja, mengapa tidak terbirit-birit ambil wudhu lalu shalat? Apa? Mau pakai alasan sedang telanjang dada? Uah, seandainya Sentosa 52 itu bakmi dan aku masih jauh lebih muda dan punya uang, bisa jadi aku mengunjunginya rutin. Aku tidak terpikir makanan apa yang bisa dikaitkan dengan Indragiri, tapi itu pun bisa jadi tidak banyak berguna sekarang. Insya Allah masih ada sih selera makan, apalagi sedang berpuasa begini.

Aku baru sadar setelah melihat kalender meja resmi FHUI, ternyata dituliskan di situ cuti bersama berlangsung selama 27-30 Juni 2017, berarti benar kampus ini baru akan mulai ramai lagi Insya Allah pada Senin, 3 Juli 2017. Apakah besok sudah ada Jumatan di Mesjid UI? Dapatkah aku menyelesaikan sesuatu hari ini sebelum datang besok? Adakah besok menjelang kabar gembira? Illahi Rabbi, mengapa semua perhatian dan perasaanku tercurah padanya? Adakah harap-harap cemas seperti ini menebus dosa?

Bagaimana jika sekali lagi aku dikecewakan? Adakah itu menghapus kesalahan? Ada yang lebih mengerikan daripada kekecewaan. Ingkar janji! Sedangkan Bude Ning semalam mengingatkan betapa aku tidak menepati janji menyelesaikan terjemahan UU HAM dan UU Fidusia sampai Bude menagih-nagihku. Seperti itulah yang akan terjadi jika besok aku tidak segera mulai melembagakan konservasi. Apakah akan kausesali kegegabahan ini? Seenaknya saja janji-janji hanya karena dijanjikan hidangan dari dapur kekaisaran. Sejatinya, kau ini budak hina!

Dengan budak hina ini, tiba-tiba saja terlintas di kepalaku seorang penyalin yang mengencingi celananya sendiri karena akan berhadapan dengan manusia-manusia ganas haus darah. Begitu saja ketika ia keluar dari kandang, kepalanya dihantam ayunan gada. Pecah. Tangannya yang terhubung dengan rantai pada mitranya lantas dibuntung karena mengganggu gerak. Ya, begitulah nasib budak hina. Mati dengan kepala pecah dan tangan buntung, dibuang ke comberan seperti bangkai tikus. Mungkin gara-gara tidak membayar utang untuk membiayai gaya hidup? Naudzubillah!

No comments: