Monday, June 26, 2017

Ini Tentang Kenikmatan Seksuil ('emang Enak)


Ini adalah sejenis judul jika aku sedang marah sangat. Sayangnya, seperti biasa, tidak ada yang peduli apa yang kurasakan sekarang atau kemarin dulu. Apakah aku tertengah di jepit-jepit ataukah permata mendung-mendungnya Rama Sindhunata melendung, semua menjadi deritaku sendiri. Nah, bicara tentang seorang Imam Katolik, biarlah kutulis dulu di sini dari Mazmur 51:5, ketika Raja Daud berkata, "Aku senantiasa bergumul dengan dosaku," meski menurut Prof. Yusril, Injil dan mungkin Alkitab seluruhnya lebih seperti kitab hadits daripada Quran.


Mungkin tidak ada salahnya juga 'kan kalau kutambahkan di sini dari Yesaya 6:8 "Setelah itu, aku mendengar suara Tuhan, berfirman, "Siapa yang akan Kuutus? Siapa yang mau pergi untukKu?" Lalu, aku menjawab, "Ini aku. Utuslah aku!" Ya, kenyataannya diam bisa jadi adalah nyanyian termerdu. [apakah bunyi "r" pada ter- harus dilesapkan menjadi "temerdu"?] Nyatanya, Pram sampai pada simpulan mengenai Nyanyi[-an] Sunyi Seorang Bisu ketika dipenjara di Pulau Buru. Bahkan Rasulullah berkata, "Dunia adalah penjara orang beriman dan surga orang kafir."

Namun ini tentang kenikmatan seksuil yang memang enak. Enak-enaknya seperti mentega lembut yang tidak digarami, meleleh di atas roti hangat yang baru keluar dari pembakaran. Tidak suka mentega? Bagaimana dengan kuning-kuning organ dalam bulu babi (echinoidea) segar yang dibumbui tetes-tetes air laut? Tidak suka juga? Bagaimana dengan gurih-gurih liur perempuan yang memberahikanmu, meski tonggos giginya, sedang pada ketiak, kemaluan, dan duburnya baru kembali tumbuh rambut-rambutnya setelah dicukur klimis beberapa hari lalu?

Ahaha, iblisnya memang pada rincian! Tidak. Rincian mengenai sifat lubang-lubang dan liang-liang lainnya tidak akan diberikan di sini, sekadar menghormati Yuli Cahyono yang sejatinya adalah diriku sebagaimana ingin kumenjadi. Ya, meski ini tentang kenikmatan seksuil! Memang pada dasarnya ada kemiripan di antara Rama Sindhunata dan Ahmad Tohari. Mereka berdua sama-sama sering keasyikan sendiri dengan rincian, sampai-sampai orang lupa pada alur utama. Ada lagi, mereka berdua sama-sama suka burung kedasih atau tadahasih.

Nah, dalam hal ini mereka berdua sama denganku. Bisa kubayangkan kami bertiga adalah orang-orang bisu yang kesepian dalam kesunyian kami. Bisu namun tidak tuli, sehingga terdengarlah dengan jelas nyanyian kedasih atau tadahasih yang... memilukan? Memang berbeda dari kicauan riang prenjak yang sangat tidak disukai Ibuku, tapi apakah memilukan? Ataukah asosiasinya dengan berita kematian membuatnya terdengar pilu? Di manapun aku menyepi, di ketinggian lantai empat atau tepian Cikumpa, hiasannya memang selalu nyanyian kedasih.

Lalu Istriku. Aku mencintaimu. Jelas aku secara emosional tertambat erat, lekat padamu, mungkin seperti lintah yang menghisap darahmu. Akan halnya engkau punya kehidupanmu sendiri, aku bisa apa. Aku pun tidak pernah bisa lepas dari kebisuan yang sunyi sepi ini, yang kau tidak pernah suka. Mengharapkan seseorang memasuki dan menjadi bagian dari dunia bisuku yang sunyi sepi ini, bahkan dirimu? Tidaklah. Aku tidak akan sampai hati, meski jujur kuakui, seandainya mungkin aduhai betapa indahnya lagi permai, tapi tidaklah.

Langit hari ini, seperti telah kuduga, penuh dengan bidadari menangis. Apa benar yang mereka tangisi? Apakah pertengkaran Jokower-Ahoker melawan hater yang tidak kunjung usai? Aku tidak sudi percaya kalau bidadari secetek, seklise itu. Lebih baik aku ge-er, merasa bidadari-bidadari menangisi kebisuanku, kesepianku, kesunyianku, sedang aku, seperti Rahwana, terjepit di tengah-tengah dua gunung. Kepalaku tetap sepuluh. Aku tetap hidup. Namun aku tidak bisa apa-apa selain berteman nyanyian sunyi, sepi, bisu.

Di sini sebenarnya ingin sekali kuberi rincian mengenai kenikmatan seksuil yang tengah kurasakan seraya terjepit di tengah-tengah begini, namun karena tekadku untuk menjadi Yuli Cahyono, tentu saja kuurungkan niatku. Biarlah sidang pembaca mengerahkan segenap daya khayal mencipta kembali kenikmatan seksuil dalam benak masing-masing. Ya, karena itu semua hanya dalam pikiran. Bahkan ketika kau merasa seperti menjerit, itu pun hanya dalam pikiran. Karena sekelilingmu tiada lain kecuali kesunyian, kesepian, kebisuan. "Seperti itu," kata Bang Sony Maulana Sikumbang.

No comments: