Thursday, June 22, 2017

Entri Keempat yang Ditulis di Bagasnami


Setidaknya adalah yang bertema berseri seperti ini, meski dengan ini terekam pula betapa jarangnya aku ke sini. Sebelumnya, sungguh pada tempatnya aku berterima kasih pada Allah SWT, memujiNya atas rasa badan dan hatiku yang Alhamdulillah positif pagi ini. Saat ini aku berada di ruang tamu Bagasnami yang kasur-kasurnya masih berhumbalangan, padahal tadi agak jam 07.00 datang Tante Ida. Padahal ada juga tadi aku diajak ngobrol, tetapi aku malah menyeringai tolol sambil berkata, "ke kamar mandi dulu," untuk selanjutnya menyelinap lewat pintu samping.

Gambar cantik ini kuperoleh dari Chika-chika Kelap-kelip. Ia dapat entah dari mana.
Untuk melanjutkan tidur. Meski sepanjang puasa ini tidurku setelah sahur hampir selalu tidak nyenyak, tidurku barusan hitungannya lumayan juga. Sampai aku terbangun ketika hampir jam sembilan, cukup segar rasa badan dan hatiku. Patut juga dicatat di sini, setelah lima tahunan aku berkenalan dengan Bagasnami dan beberapa kali mendengar mie dukduk, baru kemarin malam aku berhasil menangkapnya karena lewat tepat di depan rumah. Segera kupanggil dan kupesan mie goreng. Fawoz pun demi mendengar ada nasi goreng ikut memesan, dengan telur diceplok.

Ya, memang hidup berwarna-warni. Acara hari ini selalu silih berganti. Itulah sebabnya taruna selalu berseri-seri. Meski tidak seperti mie dukduk yang kuharapkan, setidaknya seperti yang dulu di depan Antena IV, sebenarnya agak lumayan juga mie goreng semalam. Apakah karena setelahnya kutambah kentang mustafa, luka di pangkal kerongkonganku ketika mencerna makanan membuat jantungku berdebar-debar. Cantik makan nasi gorengnya, begitu juga Fawoz setelah pulang tarawih baru dapat empat rakaat dengan baju bersimbah darah karena mimisan. "Enakan mienya," kata Cantik.

Jangan sampai lupa pula dicatat di sini, Smartfren berfungsi sempurna di Bagasnami ini! Aduhai, aku 'kan tidak beroperasi di sini. Jika mungkin aku inginnya beroperasi selalu di tepian Cikumpa itu, namun di sana Smartfren aduhai lambatnya. Cantik entah mengapa masih mengeluhkan Telkomselnya. Aku sepertinya tidak punya pilihan lain kecuali mengganti PJIku ke Telkomsel. Apakah Telkom, seperti halnya BUMN lainnya, sehat-sehat saja, sesungguhnya aku tidak peduli. Saking saja Bapak tampak sangat berminat pada topik ini. Aku cuma butuh internet lancar.

Teringatnya, aku baru menyadari bahwa standar NATO untuk sebuah entri seharusnya tujuh, bukan delapan paragraf. Apa yang selama ini membuatku berpikir sebuah entri harus delapan paragraf? Entri-entri ini memang nyaris seperti saranaku melarikan diri dari kenyataan bahwa aku tidak menghasilkan apa-apa, sedang yang bisa kulakukan hanya ini. Entri-entri ini adalah duniaku, malam-malam berbintang-bintangku, wujud penderitaan yang diakibatkan oleh kewarasanku, atau semata-mata kemalasanku; karena aku bukan seniman dan tidak jenius.

Di Bagasnami ini, semua terasa mengalir meski jauh sekali dari Cikumpa. Aku tidak tahu apakah Ihza punya mimpi-mimpi dan ambisi, yang jelas Tante Anthi-nya berkhayal-khayal di rumah ini. Khayalan-khayalan yang menurut pengakuannya, dan dari apa yang kusaksikan sendiri, mendorongnya melakukan berbagai hal. Aku sampai sekarang masih merasa, aku tidak lebih dari seekor monyet yang tiba-tiba saja diinginkannya, seperti kalau ia menginginkan segala sesuatu. Begitulah cara pikirannya bekerja. Begitulah istriku, kusanding dalam hatiku.

Di dunia ini, tiada lain yang kupikirkan kecuali berusaha mencari tambahan uang. Aku sendiri hampir selalu tidak tahu untuk apa, kecuali sekarang ketika aku sangat menginginkan Asus Zenfone 3 Max. [kenapa harus yang ini?] Cantik selalu tahu untuk apa setiap uang tambahan itu. Aku sudah punya segala sesuatu yang kubutuhkan. Jika ada yang aku belum punya, biasanya hal-hal yang tidak mungkin dibeli dengan uang. Hari Prasetiyo begitu saja nyelonong, "ada dosa-dosa yang hanya bisa dihapus dengan susah-payahnya mencari nafkah." Baguslah.

No comments: