Friday, June 16, 2017

Tidakkah Ini Berita Baik, Kabar Gembira?


Sampai kapan harus berharap akan kabar baik, berita gembira? Tidak bisakah hidup saja menunggu yang telah dijanjikan, yang telah pasti datangnya? Pantaskah mengharap ditambah ilmu? Tahukah aku apa artinya, arti pentingnya keselamatan dalam beragama dan keberkahan rejeki? Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan ini, segala puji memang hanya pantas bagiNya, Rabb seluruh alam. Ya Allah, hamba mohon diajari bersyukur atas nikmat sehat nyaman lahir batin yang tengah hamba rasakan saat ini, sedang hamba menunggu datangnya waktu shalat Jumat.


Lantas apa pantas menunggu datangnya waktu shalat jumat di kubik penampungan sementara pengungsi korban rezim ini, sedang telinga disumpal melodi Seperti Seorang Perawan oleh Madonna? Apa pantas yang seperti ini disebut i'tikaf? Sedang Ibu kemarin terkena serangan vertigo dan Bapak menghubungiku setelah sahur ingin membicarakan sesuatu yang penting. Sedang aku memandangi wajah keduanya pada foto yang terdapat di kubik ini. Sedang aku memandangi wajahku sendiri yang tampak tolol di foto satunya, di kubik ini juga. [kalimat macam apa?!]

Hello. Apa pantas aku yang sudah empatpuluh satu tahun menurut perhitungan surya ini masih mengharapkan kabar baik yang duniawi? Apakah yang kuharapkan ini penting untuk kehidupan yang sebenar-benarnya sejati kehidupan, sedang kemarin M. Farid Hanggawan sudah bersama-sama M. Sofyan Pulungan dan Mas Ari Wahyudi Hertanto mempresentasikan proposal penelitian doktoralnya? Apakah sengaja tidak tarawih dapat tergantikan oleh mendengarkan Kajian Tafsir al-Mishbah oleh Habib M. Quraish Shihab dengan sungguh-sungguh atau membaca buku-buku agama?

Mendengar bertubi-tubinya kabar yang tidak menggembirakan hati tak ayal membuat dosa-dosaku berbaris dengan langkah tegap majuj jalan di hadapan mata batinku. Tak ayal yang seperti itu pun membuatku menyesali Chacha Frederica bahkan Mbak Didit Budi Sulistyowati binti Suryono Sukanto sekali, sedang Ibu Betty Nurbaiti Kurnain apalagi Ibu Sri Suparti tiada begitu. Aku tidak tahu harus bagaimana seandainya Selalu Hijau tidak mengalun lembut dalam pendengaran batinku, seperti halnya Maria Lo terngiang menggeremang dalam benak sepanjang pagi ini.

Ya Allah adakah ini semua terdengar seperti keluh-kesah padaMu, sedangkan rasa hamba, tiada lain dalam benak hamba kecuali Engkau yang Maha Tahu, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Penolong bagi mahluk-mahlukNya yang meratap-ratap minta tolong, minta ampun. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Yang Menyukai permintaan maaf, maka maafkanlah hamba, duhai Yang Maha Mulia. Inilah hamba, sahaya yang hina-dina, menjijikkan berlumur dosa dan kedurhakaan, memohon maafMu, memohon ampunanMu. Ampun, Ya Allah, ampun.

Lalu Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra yang menjadi khatib Jumat kali ini. Ini adalah sebuah pelajaran. Jangan sekali-kali berpikir buruk mengenai seseorang, terlebih jika ia lebih tua darimu, terlebih bila ia seorang Muslim! Nyatanya, aku belajar setidaknya dua hal dari Prof. Yusril hari ini, bahwa al-Quran itulah, serangkaian puisi dan prosa dalam bahasa Arab itulah, yang merupakan wahyu. Itulah sebabnya Injil, meski ditulis dalam bahasa Arab, tidak bisa ditilawahkan seperti Quran. Dalam teologi Kristen, badan Yesus itu sendiri yang merupakan wahyu, bukan Injil.

Lalu, gagasan mengenai bentuk republik bagi negara Indonesia merdeka tidak bisa lain berasal dari para pendiri negara yang Muslim. Jika negara Indonesia merdeka harus didirikan sesuai teladan para penerus Nabi Muhammad saw. yakni para khulafaur rasyidin, maka yang paling dekat dengan itu adalah bentuk republik atau jumhuriyah. Jadi, Republik Indonesia ini sesungguhnya adalah sebuah khilafah Islamiyah! Masya Allah! Toh, hal ini tidak mengakibatkan Indonesia menjadi sebuah negara Islam. Buat apa negara Islam namanya saja sedang isinya, praktiknya tidak demikian?!

Akhirul kalam, ini tetap sebuah entri mengenai berita baik, kabar gembira. Betapa banyak berita baik, kabar gembira di sekelilingku, seperti ketika sahur tadi aku menyimak kajian Habib M. Quraish Shihab mengenai betapa hanya ulama yang takut kepada Allah. Ulama di sini bukan hanya pembelajar ilmu agama, melainkan semua saja ilmu. Lantas mengenai takut ini, jika biasanya kita menjauh atau menghindar dari yang ditakuti, rasa takut kepada Allah hanya bisa "diatasi" dengan mendekatkan diri kepadaNya. Subhanallah! Tidakkah ini berita baik, kabar gembira?

No comments: