Monday, September 21, 2015

Nuansa Perdana Musim Penghujan 2015


Hari Senin adalah hari menulis entri, sebagaimana telah terjadi beberapa minggu terakhir ini. Akankah kegilaan ini segera berakhir? Mengingat mendesaknya jadwal-jadwal, mau tidak mau kegilaan ini akan berakhir dengan sendirinya, dalam waktu dekat. Namun, seperti biasa, jika aku sedang menghadapi X450C di jam-jam mendekati tengah malam begini, itu berarti aku tidak peduli jadwal-jadwal. Lagipula, kupedulikan pun percuma karena aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk melakukan apapun terhadapnya dan mengenainya.


Sore ini aku mengunjungi Dapur Kekaisaran di Kota Margo. Kurasa aku memang semacam kerabat kaisar kalau bukan kaisarnya itu sendiri. Sepanjang siang aku berusaha memikirkan makanan yang membangkitkan selera di kantin, dan nihil. Ayam yang digoreng seperti gandasturi, menurut Dik Savit, tentu saja gagal total dengan gilang-gemilang menerbitkan seleraku. Sekotak pastel Mak Cik dari Bu Daly agak lebih berhasil darinya, meski dengan semar mendem yang diminta Mbak Eka. Tetap saja, seleraku baru benar-benar terbit setelah berada di Dapur Kekaisaran

Begitulah sekonyong-konyong Cantik punya ide ke Kota Margo, meski maksud sebenarnya adalah mainan blackhead. Namun kami berakhir di Dapur Kekaisaran yang dihias dengan alat-alat kukus dari bambu, sehingga agak kurang ngaisar. Seperti biasa, aku memesan hakau jamur dan sup, kali ini sup kepiting asparagus, teh hangat gula pisah. (gulpis) Cantik—seperti biasa juga—memesan tahu lada garam, meski kali ini dengan jamur enoki goreng, teh susu hangat, nasi goreng ikan asin, masih ditambah dengan es serut buah-buahan yang harganya menjadi Rp 8,000 saja.

Seandainya saja aku foodie benar-benar, seharusnya kuulas makanan-makanan itu—kebetulan memang kucicipi semua kecuali teh susu. Namun sebagaimana telah menjadi maklum, aku tidak sepenuhnya foodie meski saluran teve favoritku tetap Asian Food Channel—sedangkan Barclay’s Premier League terus saja merosot dalam klasemenku. Oleh sebab itu, sebaiknya kucatat saja di sini bahwa malam ini aku membeli Super Killer, iaitu raket nyamuk yang bisa dicas. Sepuluh tahun lebih aku telah mengenal benda ini dan inilah lompatan inovasinya.

Patut juga dicatat di sini bahwa sore ini—sambil menyongklang Vario dari Kota Margo ke rumah—langit mendung. Bahkan aku sempat kejatuhan titik air ketika sampai di kampung turunan dekat Bukit Novo. Bahkan, ketika aku menutup pintu pagar sesampainya di rumah, terdengar guruh di kejauhan. Benar saja, gerimis menemani shalat Maghribku. Padahal UI baru akan mengadakan Shalat Istisqa’ besok di Rotunda. Apakah dengan demikian entri ini harus kunamakan “Nuansa Perdana Musim Penghujan 2015”?

Bagaimana jika ternyata hujan yang sebenarnya, sebagaimana terjadi pada 2006, baru terjadi pada akhir Oktober? Bagaimana kalau gerimis tadi ternyata sekadar gerimis dan sudah begitu saja? Uah, ternyata entri ini masih mengenai Kemarau! Mumpung masih di dunia, Kawan-kawan. Insya Allah selama masih di dunia siapapun yang mampu bersabar akan dapat mengandalkannya untuk menahankan apapun yang digelontorkan kehidupan dunia kepadanya. Nanti di neraka, Kawan-kawan, tidak ada apapun yang dapat engkau andalkan untuk menahankan siksaNya naudzubillah tsumma naudzubillah!

Berbicara mengenainya, aku jadi teringat posting Bang Junaidi Madri mengenai Manhaj Daulah Khilafah Islamiyyah. Aku tadi sempat tergoda untuk mengopas posting itu di sini sepenuhnya, sempat juga terpikir untuk tidak mencatat mengenai hal ini—karena enggan berkomentar. Namun ludah baik punya sendiri apalagi orang lain tidak enak rasanya, apalagi kalau sudah bercampur debu tanah atau jalanan, maka biarlah ini tetap di sini, sebagai pengingat bagi diriku sendiri—dan orang-orang yang membaca entri ini salah sendiri kenapa membaca hahaha. Intinya, Manhaj Daulah Khilafah Islamiyyah adalah...

No comments: