Saturday, September 09, 2023

Jika Bukan Kamu Orangnya, Kutahu Kususu Kamu


Aku hanya mencoba mengingat-ingat, seperti apakah November 2002 itu; waktu ketika belum ada macan gondrong. Seharusnya sudah hujan, dan betul saja 'kan; hari pertama Ramadhan jatuh pada 6 November. Jadi kurang sebulan setelah rasanya mau mati, sudah masuk Ramadhan. Sebanyak itulah kurang lebih waktuku untuk mempersiapkan Ramadhan 1423 Hijriyah. Masya Allah, sudah lebih dari dua puluh tahun lalu. Pada 10 Oktobernya, seingatku, udara masih panas. Aku masih ingat, keesokan harinya, Jumat, melangkah perlahan ke Masjid al-Falah di terik matahari.
Aku tidak ingat rincian Ramadhanku pada 1423 Hijriyah itu, namun aku ingat lebarannya. Beramai-ramai ke rumahnya Siwo di Kukusan bersama mas Babas. Shalat Jumat di mesjid entah di mana bersama almarhum bapak. Entah bagaimana caranya, sampai di kampus, seingatku di dekat telepon umum yang sekarang ATM BNI itu aku mencoba merokok lagi. Seingatku Sampoerna Mild. Seingatku tidak habis satu batang sudah kubuang. Pulangnya pasti ke Radio Dalam lagi. Lucu sekali betapa orang bisa mengingat beberapa hal sedangkan hal-hal lain lupa. Ya begitu itulah.

Tidak perlu jauh-jauh ke empat puluh tahun lalu, dua puluh tahun lalu saja sudah sedemikian melangutkan. Terlebih jika kau menyadari tidak punya banyak teman kecuali buku harian digital ini, yang disimpannya entah di mana. Aku bahkan masih dapat merasakan ketika memulainya. Dingin-dinginnya LKHT bekas M-Web, kubikelnya Dedi, tempat mengetik di radar angkatan udara republik Indonesia. Aku tidak ingat udara panas membakar di 2006. Aku ingat betapa pertengahan 2005 udara panas membuat sakit. Naik angkot dari daerah Pasar Rebo, pulangnya aku sakit. 

Tak kuasa kuragakan, kusandi apapun. Hari ini melelahkan terutama secara mental. Hampir saja judul entri ini tiga serangkai teh leci, mangga, thai. Entah mengapa aku kembali di awal 1996 itu, dalam perjalanan menuju billy and moon. Aku menginap di sana, dan entah mengapa Sampoerna King menyeruak dalam ingatan. Apakah sekitar saat itu juga menginap di Jakarta empat. Belum lagi dua puluh tahun usiaku saat itu. Kurasa bocah-bocah cilik jaman sekarang tidak lebih bodoh dari diriku ketika itu. Kemayoran juga, entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu.

Maka mundurlah aku ke masa-masa ketika aku seumur Adjie sekarang. Siapa benar temanku pada saat itu. Aku pernah ke rumah Maulana di tanjung duren untuk memakan duren benar-benar satu panci dengan roti tawar satu loyang. Selalu itu saja ingatanku, selain pulang naik patas 24 di sore hari berhujan. Bahkan ketika berjuang menghabiskan duren di tanjung duren itu pun juga hujan. Lantas mengapa aku pernah dicakar-cakar maulana sampai luka-luka wajahku. Adakah karena aku menolak memberinya contekan lagi dan justru mengejeknya malas bahkan... bodoh.

Itulah juga waktunya ketika aku entah melempar entah menendang biji salak sampai terkena Dewi Puspita Rini pada dahinya. Ia marah padaku, tentu saja. Namun, entah bagaimana, rasanya kutahu marahnya pura-pura. Benar saja ketika kelas dua ia menyatakan cintanya padaku. Ini juga harus ditulis di sini. Aku menciptakan kata kerja baru dalam bahasa Inggris, yakni "vaque", bahkan kuberi -ing menjadi "vaqueing". Ini memang semacam "This is my book. I am buying this book is in Pasar Anyar". Mengapa aku tak bisa lupa yang seperti-seperti ini, kemaluan ini.

Juga ketika mentor Daymond Iwan dan mentor siapa aku lupa, pokoknya AAL 42, menangkapku sedang nyoro di gedungnya anak elektro atau suplai. Sebenarnya aku tidak suka ingatan yang tidak sempurna dan tidak akurat begini. Namun karena saking memalukannya kutulis juga. Aku memang suka mengingat-ingat kemaluan-kemaluanku. Rasanya seperti mengendus-endus kotoran kuku kaki, menghirupnya dalam-dalam, bahkan menggigit-gigit, mengunyah-ngunyahnya, bahkan menelannya. Sampai bapak-bapak di sampingku menjengit kejijkan melihatnya hahaha

No comments: