Tuesday, January 31, 2023

Mengangkangnya Paha Ayam Kelihatannya Brutu


Bolehkah jika di awal hari terakhir Januari secara orang Barat ini aku mengitiki. Kepada siapakah 'kan 'kutanyakan yang 'kan peduli pada badan dan pikiran penat berpeluh keringat begini. Jadilah cintaku, 'kumohon padamu. Kau memandang dengan tatapan ketus dan jijik, aku bisa mengerti. Biarlah aku ditemani semug teh tarik serbat sereh yang baunya membingungkan ini. Seperti ketika kau berlalu tadi, angin meniupkan wewangianmu hampir pada epitel hidungku; membuatnya beringus, beringsut-ingsut. Melodi yang indah mengingatkanku betapa aku mencintai Istriku. Entah sanggupkah 'kuselesaikan entri ini. Entahlah...
Satu hal yang pasti, John Fox 'kuminta dengan sesopan mungkin untuk  mengosongkan panggung, lantas 'kupersilakan Katon Bagaskara. Mengapa, tanyamu, karena jika ada lomba mirip-miripan John Fox, Katon Bagaskara juara satu, John Fox juara dua. Begitu juga dengan Claradika yang tidak ada mirip-miripnya dengan Clarabelle yang cantik, karena tetap saja, Katon Bagaskara juara satu lomba mirip-miripan Claradika. Apalagi Profesor Agus Sardjono tidak akan punya peluang apapun dalam lomba-lomba seperti ini. Baik John Gunadi dan Abinyamin sudah ko'it alias isdet.

Bisa jadi kami sama-sama makan di Oskar, masih hidupkah dia. Bisa jadi di warungnya, atau pesan untuk dibawa ke Mess Pemuda, yang membuatku membayar harga piring-piring yang hilang. Setiap pesanan piringnya selalu dua, nasi dan lauknya. Bermacam ragam lauk-lauk itu, bisa mun tahu, bisa angsiu tahu, bisa fuyunghai, aku lupa ada atau tidak tahu tausi. Seperti itukah aku menyusuri jalan-jalan di UI di malam hari sebelum ada nama-nama rektor matinya, kecuali nama Yap Yun Hap yang juga sudah mati. 'Duhai, kemana perginya motor berlampu kuning aneh...

Kemana pula perginya kepul-kepul asap Djarum Super atau terkadang Starmild Menthol. Kemana perginya kaleng-kaleng bir kadang hitam kadang pilsner, yang jika sudah kosong pasti 'kusambitkan ke kepala Katon Bagaskara karena kecerdas-barusannya. Apa kabarnya pula ibu tukang nasi goreng yang kalau tidak salah, seperti art party, beranak Soleh juga. Terakhir Soleh, seperti ibunya pun, mendorong gerobak berjualan nasi goreng sepanjang Sawo Barel; yang kini, setelah anakku tinggal di bilangannya, bagai kampung mati. Kemana perginya semua itu.

Takkan 'kutanyakan lagi kemana, karena di atas Barel terkadang langit malam mendung, terkadang cerah berbulan purnama sidhi. Ketika itu bahkan Wawan masih hidup. Aku bahkan tidak mau mengingat-ingat bagaimana mekanisnya, terlebih pemicu-pemicunya. Awalnya 'kurasa berkepala kurang dari tujuh. Lama-lama jadi delapan, lantas sembilan, ketika sampai jebot aku merasa gila. Album Gemini ini bisa jadi diputar dengan sebuah mini compo, sudah pasti tidak 'kupedulikan. Hanya 'kuingat bau mulut yang tak sedap, yang kabarnya pernah terkapar di got. 

Tidak ada kemarahan, apatah lagi kebencian. Semua hanya tersisa cinta, seperti senar bass dibeset jari. Jika 'kutulis cahaya bintang di sini tanpa keterangan apapun lainnya, akankah aku masih ingat setelah sekian lama mengenai apa ini. 'Kurasa aku tak tega pada diriku sendiri, begitu 'kukatakan pada Joni de Halma. Bagaimana pula aku bisa marah pada Jenny Jamal. Masih hidupkah ia, atau sudahkah ia berseru Santiago! Mustahil aku marah pada waria yang telah rela meminjamkan kasurnya yang rapi dan bersih untuk tidur ketika pagi menjelang sampai jauh siang.

Dengan apa dulu 'kurekam Adhyanti menimpa kaset kosong tempatku merekam waltz bayang-bayang yang belum lagi ketemu sampai kini. Bahkan seingatku di dalamnya ada natal putih duetku dengan Jesse. 'Kudengar-dengarkan di kamar kedua sebelah kiri, 'Doel Salam yang membayarnya. Aku pun ingat Richard Clayderman Lady Di pernah mengalun berkelentingan di situ. Bisa juga konser tunggal di balkon depan kamar Merel. Standar saja: hanya untukmu 'ku jatuh cinta. Tak pernah 'kusangka ini entri mengenai kesakitan nan tak pernah benar-benar pergi.

Jalan Denpasar Raya Nomor Dua Satu Kuningan Jakarta 

No comments: