Saturday, November 10, 2012

Petualangan Cornelis dan Julius di Tanah Katai


gambar dari cgtp-peru.blogspot.com
Cornelis dan Julius adalah murid-murid Warthogs dari Asrama Gooeydrop. Hahaha bukan... tapi mereka adalah orang-orang yang... kukagumi. Aku butuh kekaguman untuk maju. Aku butuh sasaran, dan mereka berdua ini bolehlah menjadi bintang-bintangku. Siapa tahu, dengannya, aku bisa mendarat di bulan berkasih-kasihan dengan Cantikku. Kata Baskara Aku tidak bisa ditebak maunya. Dunia ini memang kusut-masam. Orang-orang yang mudah ditebak seperti *** dan **** sangat tidak suka kalau sampai tertebak. Orang-orang yang setengah mati ingin ditebak seperti aku justru dikatakan tidak bisa ditebak. Lalu Si Togar. Togar memang bukan Farid dan bukan pula Sandoro. Lagipula aku membayangkan Fawaz Hamdou kelak tumbuh menjadi laki-laki seperti dia. Semoga Allah segera mengangkat kegelisahanmu dan menggantikannya dengan semangat. Semoga terkabul doa orangtuamu dalam namamu itu. Sungguh tidak sedap dan menggelisahkan melihat laki-laki muda yang gelisah, dan aku tidak bisa menahan diri untuk menyalahkan para penguasa jika sudah begini; meski aku tahu, Insya Allah, semua orang ada bagiannya sendiri-sendiri. Erwin, sementara itu, adalah seorang laki-laki muda yang tenang. [apa arti habeahan, ya?]

Kembali ke desktop untuk bercerita mengenai Cornelis dan Julius. Dua orang ini akhirnya menjadi profesor di Warthogs, Cornelis menjadi guru pertahanan terhadap ilmu santet, sedangkan Julius menjadi guru ramuan. Julius lebih muda sepuluh tahun dari Cornelis. Apakah mereka pernah bertemu? Pernahkah mereka berbincang-bincang bertukar-pikiran? Cornelis hidup tidak lama, sedangkan Julius masih hidup untuk 23 tahun lagi setelah Cornelis berpulang entah ke rahmatnya siapa. Jika mereka benar tidak pernah bertemu apalagi sampai bertukar-pikiran mengenai masalah pekerjaan masing-masing, maka sangat mengagumkan. Mereka, mengenai keadaan Tanah Katai, sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang kurang lebihnya senada; bahwa baik santet maupun ramuan jamu, biar sampai kiamat monyet tujuh turunan, tidak akan sama dengan gugatan di pengadilan maupun obat resep dokter. Lebih penting lagi, meski tidak eksplisit, keduanya sepakat bahwa yang mereka hadapi adalah Lord Bandempo dengan balatentara Pelumat Paha-nya. Cornelis tidak pernah punya kesempatan banyak untuk pergi ke Tanah Katai, sedangkan Julius cukup lama menghabiskan waktu di Tanah Katai memerangi Bandempo... dan gagal.

Ooh... aku suka kegagalan, karena hidupku pun sesak dipenuhi olehnya. Liverpool yang kubela sudah hampir tigapuluh tahun terakhir ini pun tak kunjung berhasil. Jadi, karena kegagalan Cornelis dan Juliuslah maka aku mengagumi mereka. Lalu, apa yang akan kukatakan Senin dan Selasa nanti? Orang-orang seperti apa yang akan kutemui di sana? Peduli amat. Pokoknya aku akan bertemu Rikardo Simarmata, dan namanyalah yang disebut Pak Adriaan Bedner ketika ia menyuruhku memperkaya referensi dalam proposalku; dan satu nama lagi, Tristam Moeliono. Orang-orang seperti apakah mereka? Samakah mereka dengan Bang Andri Gunawan Si Ahli Analisis Ekonomi itu, yang kagum kepada Chavez dan Allende? Akankah aku berada dalam satu liga bersama mereka? Semoga itu lebih mudah daripada Liverpool kembali masuk empat besar. Ya Allah, hamba mohon permudahlah, lancarkanlah berbagai-bagai urusan hamba ini. Hamba mohon kabulkanlah doa hamba pada malam hari ulang tahun hamba yang ke-33, yang hamba ucapkan di Maastricht Centruum itu, dan segala kebaikan yang meliputinya, dalam pengetahuanMu. Ampunilah hamba, Ya Rabb, kasihanilah. Maha Suci Engkau. Tiada Sesembahan selain Engkau. Shalawat dan salam semoga senantiasa atas Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Aamiin.

Viva el Pueblo! Vivan los Trabajadores! Allahu Akbar!

No comments: