Tuesday, September 09, 2008

Un Homme et Une Femme


MyMathLab yang lucu. Dirk pasti sudah susah-payah membuatnya, seperti John sudah susah payah mempelajari Joomla dan Drupal. Mungkin, kalau tidak diwajibkan, MyMathLab akan sama saja nasibnya dengan www.lphm.info. Wow, aku masih harus bertanggung-jawab atas Nelayan Teluk Jakarta dan SWF. SWF sih ga begitu masalah, kutanggung sendiri, tetapi Nelayan?! Kalau dulu aku jadi daftar ISS, itu berarti International Political Economy and Development.

Namun kini aku sudah di MGSoG, dan di sini ada Sustainable Development. Masa aku lepaskan begitu saja dan berbalik ke Globalization, Trade, and Development? Memangnya ada utang apa aku pada sustainable development? Nama lembaganya pun sudah berubah, ora keren blas. Ya, dan aku tidak bisa mengandalkan siapa pun. Ini impianku sendiri. Impianku sustainable development? Gak salah tuh? Tidak baik itu. Jangan terlalu nihilis, lah. Posmo, aja. Posmo? Kayak yang kebanyakan energi aja!

"Tho' yesterday seems surround you with a warm and precious memory. Maybe, for tomorrow, we can build a new dream for you and me."

Kemarauku membeku karena kutub utara menghela napas terlalu keras. Dalam kebekuannya, kemarauku merengkah, menganga, menguarkan dahaga akan siraman hujan khatulistiwa yang bersahaja. Itu semua sudah tiada. Kehampaanku terlalu dini sehingga meninggalkan bekas-bekas amarah yang mengerak oleh panasnya mendamba. Kupikir aku sudah hampa. Belum. Tidak begitu yang namanya hampa. Itu damba. Kemarau dan Penghujan tiada sesuatu pun kuasa menolaknya.

Demikian ketentuan Sang Perkasa, Yang Tahu Segala. Kemarauku, aku nyaris tak kuasa menanggungnya. Engkau tahu betapa kering-kerontangnya sumber-sumber yang Kau amanatkan padaku, pun Engkau tahu aku tidak tahu apa-apa. Lalu betapalah jadinya aku? Terasa benar di situ. Sedapnya harum udara ketika debu terlena dibelai hujan pertama, terasa begitu jauh dari pelupuk mata, yang ada di dalam dada. Yang tinggal hanya jelaga. Oh Kasih, dengan jari-jariMu tolonglah Kau gelitik ruas-ruas tulang belakangku. Biar aku menggelinjang!

Ini namanya "permainan menunggu" (waiting game). Sementara begitu banyak lainnya yang bisa kutunggu, exam akhir bulan, misalnya, atau teguran dari Pak Guntur apalagi Pak Udin, atau sirene darurat dari Bang Idon, aku menunggu datangnya musim dingin. Malam ini, ketika aku menulisi kemacangondrongan, udara sungguh nyaman. Panas tentu saja tidak. Dingin juga tidak. Nyaman. Tidak ada sesuatu pun yang dapat dikeluhkan, kecuali... yah, ampun deh yang satu ini. Akan tetapi, masih ada yang lebih "ampun" lagi.

Aku sudah gila jika aku menunggu yang satu ini. Against all odds, kalau kata penjudi berbahasa Inggris. Gilanya, aku sering menemui diriku tengah mengundi nasib, jika sedang menunggu. Jangan! Okay?! Dengarkah engkau? Jangan! Kendalikan dirimu. Ini sama sekali "bukan permainan," untuk mengutip syair lagu yang dinyanyikan Dik Gita. Main-main dengan yang ini... lalu sampai kapan kau tidak mau belajar dari pengalamanmu sendiri, hah?!

No comments: