Tuesday, February 14, 2023

Aing Bogoh Ka Siah. Tong Nguciwakeun Aing


'Ku rasa malam tadi aku tidak sikat gigi. Pagi ini pun tidak sikat gigi, maka setelah melahap sepiring nasi padang lauk telur balado dan perkedel kentang masih dilanjut risoles isi ragu dan dimsum tiga biji, mulutku terasa kotor. Masih lebih baik daripada yang keluar dari mulut yang kotor. Mungkin karena Michele meratap-ratap minta dicintai, aku merasa seperti di Jalan Angkasa bilangan Jiung, bahkan di Patrice Lumumba sekali. Nah, terlebih bila ditegaskan begini: Hitam adalah hitam. Kini perut terasa kenyang, perut yang mengalir sampai jauh ini. Lalu, tak boleh jatuh cinta
Sang Pemimpin bertanya: Apakah Paris terbakar. Jih, memang harus dibakar simbol segala dekadensi itu. Aku memang bahan tertawaan, namun Insya Allah aku tidak akan tertawa jika kelak Tumasik benar-benar menjadi lautan api. Haruskah membakar lumbung jika tikus-tikus sudah beranak-pinak tujuh turunan di dalamnya, sampai tidak bisa dikenali lagi bau padi-padian di lumbung itu, kecuali bau tahi diberakin tikus. Aku suka ragaan bernuansa agraris ini. Namun apa daya jika kantuk menyerang. Dapatkah kiranya mengitiki benak menjaganya tetap terjaga.

Celana djinn belel dibasahi seduhan jahe merah herbal dan gula aren, membuatnya pliket, dibasahi air keran membuat dingin. Ini sekadar untuk mengalihkan pikiran dari bunga sakura dan bunga-bungaan lain. Meja-mejaan yang tentunya mahal ini tampaknya tidak kokoh. Aku sekadar meletakkan kedua pergelangan tangan di atasnya saja sudah ndut-ndutan. Maka tiada lain harus dibeli juga itu kasur yang 'ku rasa mutunya tiada seberapa. Selembar kasur masih ditambah bantal guling tidak sampai Rp 120,000 sudah termasuk ongkos kirim, mau berharap apa, Dewi Murniku. 

Tidak mungkin pula kasur itu ditiduri bersama Dewi Murni, karena lebarnya hanya 80 cm. Panjangnya yang hanya 180 cm pun meragukan. Jika diberi berbantal Canon yang lebarnya bisa sampai 40 cm-an, sudah tinggal 140 cm. Apapun itu, masih lebih baik dari kursi ekonomi MH yang dioperasikan Sky Team, apalagi terbang lama dari Kuala Lumpur ke Amsterdam. Di atas kasur ini, Insya Allah, aku bisa terbang ke mana saja asalkan jangan sampai lebih dari jam 16.30-an setiap harinya, kecuali kau ingin bertemu pocong. Bahkan Nancy Setiawati dikatakan jelek oleh Hari.

Aku sudah pernah ke Kota Solo, meski di kamar hotel saja ditambah sedikit berjalan-jalan di seputar hotel. Seingatku, aku bangun pagi dan belum ada kegiatan, maka 'ku berjalan-jalan saja. Pernah juga aku berjalan-jalan di siang hari, apakah ketika aku makan bakso. Bertambah tua, aku semakin tidak ingin menggerakkan badanku ke mana-mana. Aku ingin di satu tempat saja yang permai, sampai-sampai pikiranku tertata rapi. Setua ini, sudah tidak banyak yang 'ku inginkan. Bahkan makan tiga kali sehari terasa berat; lebih mudah berpuasa, Insya Allah, di Rajab ini. 

Satu atau dua saja yang begitu, sedang belasan atau bahkan puluhan lainnya mengenang dengan manisnya bukanlah tukaran yang buruk. Perut yang melimpah ruah ini jika tidak puasa apakah dapat menjadi alasan untuk terus puasa. Aku sengaja tidak puasa terus-terusan karena tidak ada contohnya begitu. Namun besok aku sudah niat tidak berpuasa karena Insya Allah waktu Salemba adalah waktu mie ayam bersambal apo ronju. Hari ini setelah nasi padang pagi masih ditambah sedikit lagi, secentong nasi, di Simpang Raya, dengan terong teri lado mudo dan udang balado.

Kalau Togar bahkan Oom Rahmat Tanjung sekali membaca entri-entri goblog ini, sudah bukan berita. Namun kalau Zefanya Albrena Sembiring Depari membacanya, dan katanya: bacaan mahasiswa, ya tidak apa-apa juga. Mereka sudah dewasa. Sudah bisa membedakan mana yang goblog mana yang tolol. Apakah menyobek-nyobek kelambu untuk membuat bandana dan sebagainya termasuk tolol, tidak bagi Brigjen Mar Oni Junianto. Bagiku, itu adalah satu dari serangkaian ketololan yang panjangnya mungkin sekeliling Bima Sakti. Mengapa jalan susu jadi 'gitu.

Selamat Hari Kasih-sayang, Diri-diri Sendiri

No comments: