Sunday, August 13, 2017

Sekujur Bangkai Terbujur di Lantai. Mau Santai?


Apa lagi yang dapat diharap dari pagi hari yang berselimut awan menyeluruh, sedang bulatan matahari mengintip sendu dari baliknya, kecuali sebungkus nasi kuning lengkap dengan bihun goreng dan kering tempenya sekali, belum lagi tahu semur, tahu balado, masih telur dadar pula. Sensasi mengapung di awan-awan masih saja mempesonaku, kecantikannya, sedang teh Sari Wangi dengan aromanya yang bersahaja mendampingi. Dengan suasana hati seperti ini, anak siapapun akan kubelikan bubur ayam Baktai' lengkap dengan risoles Wolesnya, meski tidak ada sate ususnya; tidak peduli apakah ia nyantri di Bina Kheir dan tidak pernah kelihatan meski sebesar kambing balap, meski pulang setiap hari.
Tahukah kau bahwa mengetiki begini sama asyiknya dengan membimbing bangsa-bangsa, Iroquois, Brazil dan mungkin Amerika mencapai puncak kejayaan, meski itu diukur dari didengarkannya musik pop dan dikenakannya celana jeans oleh seluruh bangsa lainnya? [...kau, sama dengan selebihnya, tidak mau tahu juga?] Ya, aku memang hanya mencari keasyikanku sendiri. Ini memang onani, jika kau tanya. Aku tidak tahu siapa yang berperilaku menyimpang, akukah yang onani di muka umum, engkaukah yang menontonku onani di muka umum. Aku tidak akan membela diri atau kelakuan menyimpang yang manapun. Sebagai pengajar Hukum Adat, aku setuju dengan kelumrahan. Semua orang harus hidup lumrah.

Namun dalam jaman hidup serba mudah begini, seperti apakah hidup yang lumrah itu? Lungkrah di tengah jalan gara-gara gaya hidup yang tidak sehat? [naudzubillah] Seandainya aku tidak diapungkan di awan-awan oleh kecantikan ini, aku tidak tahu lagi, ketika gadis-gadis cilik yang manis-manis mencoba menghalangi jalanku dengan tangan-tangan mungil mereka terentang. Aku hanya bisa mengingatkan mereka akan bahayanya sambil berusaha membuatnya terlihat selucu mungkin. Memang tawa-tawa menggemaskan mereka lepas, namun sama sekali tidak mengurangi kegetirannya. Alisa Achmad berdoa membesarkan Billy menjadi perempuan yang shalihah, istri yang bagaimana, ibu yang bagaimana... kuaminkan. Amin.

Di jaman ketika orang masih saja terpesona oleh retorika, onomatop pun harus beringsut-ingsut ke tepi panggung yang tidak kena pencahayaan sama sekali. Sama seperti kedasih dan nama segala macam pohon, daun, buah, dalam hal ini termasuk pulau atau garis Wallace atau Weber sekalipun, semua saja harus minggir. Ini jaman retorika-retorika pendek yang viral! Asepteven! Orang-orang ini sudah sedemikian getirnyakah sampai memutuskan bersahabat dengan virus? Tidak ada yang baru dengan semua ini, setidaknya sejak 1993 Kurt Cobain sudah menjadikan virus semacam peliharaan, meski ia merancukannya dengan diri sendiri. Gaya hidupnya yang sama sekali tidak sehat memang berujung pada keputusan mengambil nyawa sendiri.

Demi jiwa dan penyempurnaannya, maka diilhamkan kefasikan dan ketakwaan. (QS 98: 7-8) Jangan menjadi jabariyah! Jangan mengatakan "dipaksa oleh takdir"! Tidak begitu cara memahami konsep "papan yang terpelihara"! (Ustadz Abdul Somad) Ini lagi Yani Osmawati sedih karena Chester, seperti Denny "Kencong" al-Hamzah sedih karena Kurt. Apa Yani, seperti Kencong ingin menggantikan Kurt, juga memutuskan untuk menggantikan Chester? Untunglah aku lebih Paul daripada John, dan Paul entah bagaimana panjang betul umurnya. Apa yang akan kulakukan jika sudah begini? Mendoakan kedua orangtuaku panjang umur, sedangkan umurnya selalu dipenuhi rahmat dan berkatNya?

Memang hanya ini motivasiku, mau diukur dengan alat apapun, semoga alatnya mampu mendeteksinya, dan semoga itulah yang mereka cari. Aku begini karena ditempa oleh orangtuaku, Bapak dan Ibu. Sekarang aku tidak boleh menempa apapun? Sekarang kepadaku tiba-tiba dihadapkan manusia-manusia di ambang hidup dewasanya, apa yang dapat kulakukan? Mendidik? Mengajari? Mengilhami? Menghamili? Hanya satu, akhirnya bagiku, penjelasan mengapa harus ada laki-laki dan perempuan. Tanda Maha Suci, Maha Terpuji, Maha Esa dan Maha BesarNya. Sudah. Sebagaimana semua otot polos yang menyusun manusia laki-laki maupun perempuan, seperti itu juga seharusnya mereka mensucikanNya, memujiNya, mengesakanNya, mengakui KebesaranNya!

Ustadz Abdul Somad saja malu dengan bangkainya yang cuma setengah kuintal, makanan cacing tanah, katanya. Lhah, aku masih lebih tiga puluh kilogram lebih dari beliau, astaghfirullah. Bangkai, karena seringnya memang bau. Mau dimandikan, mau diberi bedak minyak wangi, mau diberi pakaian habis dicuci dengan pewangi sekali, lama-lama juga bau. Astaghfirullah. Bangkai ini, yang kadang masih terpesona oleh bangkai lainnya, sesungguhnya kelihatan hidup semata-mata karena Kehendak dan Kuasa Sang Hidup, astaghfirullah. Lalu apa? Masih menghadapi hidup ini dengan nggresula? Bangkai koq merajuk! Secantik apapun bangkai, sejatinya bangkai, mau Marilyn Monroe atau tikus comberan dan terutama aku sendiri.

No comments: