Friday, August 04, 2017

Makan Jorji-porji di Kedai Nasi Ibu Toto


Bukan cuma aku kelingan kowe yang pernah merundungku, Roxann [tanpa "e"] juga pernah berhari-hari. Uah, memang tidak enak dirundung apapun. Dirubung, enak? Engga. Gara-gara lihat Warung Makan Ibu Ning di Gang Bhakti pagi ini, aku jadi ingat Kedai Nasi Ibu Toto. Adakah hidangannya yang terkenang? Tidak. Hanya saja, Ibu Toto selalu menghidangkan air es satu botol penuh bagi siapapun yang makan di sana. Bagi bocah baru lulus SD yang seperti itu mungkin mantap. Umur 40an begini, membayangkan minum air es sebotol rasanya ngilu. Maka itu aku minum segelas Nescafe 75 Soyfresh rasa coklat Belgia yang dipanaskan dulu di magnetron, bahkan masih disusul air panas sebanyak itu lagi.


Ada kalanya aku ingin minum sesuatu yang kental dan berbadan penuh. Inilah mungkin sebabnya terkadang aku tergoda oleh [saset-sa]setan. Kapan terakhir kali aku minum kopi yang benar-benar hitam? Entah. Lupa. Namun jangankan kopi hitam apalagi espresso ganda, seringkali tidak ngapa-ngapain aja jantungku terasa berdentam-dentam. Gaya hidupku memang tidak aktif. Kemarin sempat agak semingguan tiap pagi habis shubuh jalan pensiunan, namun berhenti lagi. Insya Allah dibiasakan lagi, seperti terbiasanya lima waktu dan kalau sampai tidak atau terlewat rasanya sungguh tidak nyaman di hati. Insya Allah akan bisa begitu. Insya Allah demikianlah cara agar jangan berdentam-dentam. Cukup berdenyut-denyut, mengangguk-angguk.

Sudah itu berseru trilili atau tralala sekali, agar tidak jadi rayap atau gendonnya sekali. Sebelum ini aku sempat ingin mendengar Barry Manilow. Seketika itu pula aku ingat kalau dia pelaku liwath. Aku sempat menelusur berita mengenainya, dan seketika itu pula aku merasa tidak ingin mendengarnya lagi. Kuganti Kenny Rogers. Apa ia yang kawin cerai sampai lima kali lebih baik? Entah. Apakah ini tandanya aku patriarkis? Tidak 'lah. Apa perasaanku terhadap pelaku liwath? Sejujurnya, seperti halnya melihat binatang qurban, aku merasa sedih. Betapatah tidak sedih melihat sesuatu yang sudah pasti mati? Terapi kejiwaan termasuk siraman rohani sebanyak-banyaknya, begitu usul seseorang. Mungkin ini yang benar.

Aku sudah pernah menulis mengenai hal ini. Aku menyebutnya "Mandala Agraria." Ini Jumat mulia. Buat apa membicarakan liwath? Aku berlindung dan memohon perlindungan padaMu bagi orang-orang yang kusayangi dari yang seperti itu, Ya Allah. Pagi ini Cantik pergi ke RSUD Pasar Rebo mengurus surat keterangan sehat jasmani rohani bebas narkoba, untuk mengurus NIDK. Alhamdulillah. Tahun lalu aku. Tahun ini Cantik. Apa yang ada di depanku? Aku ingin travelling, kataku tadi pagi pada Cantik. Frontpacking tapi, tidak backpacking, dari Mina lalu ke Arafah dan seterusnya itu. Aamiin, kata Cantik. Ya, itu yang ada di depanku. Insya Allah lima-limanya harus lengkap. Aamiin. Bapakku saja Haji Mahmud masa aku tidak.

Jadi jorji-porji itu makanan apa sebenarnya? Semacam pai puding begitu? Pai buah yang ada puding-pudingnya begitu? Uah, dari jaman SMA aku tidak pernah suka, meski kadang kumakan juga. Kasihan, padahal membuatnya pasti sulit. Jauh lebih sulit dari lemper atau sosis solo sekalipun, atau skutel tahu. Nah, ini enak. Krekers lapis isi ragu? Ini kenapa jadi makanan begini, sedang kemarin aku mengusulkan Pondok Laras sebagai konsumsi rapat, sebagai pengganti usul John Gunadi makan Sasari. Bu Rina, Mbak Lela, bahkan Mbak Yem aku tahu namanya. Sasari aku tidak pernah tahu, apalagi Padaringan. Pak Jay, tidak enak sebenarnya. Oskar! Mun tahu, angsiu tahu, apa lagi? Tahu tok pikirannya! Iyan apa kabarnya...

Aku ada janji dengan cukup banyak mahasiswa sebenarnya pagi ini. Setidaknya dengan Asepteven yang namanya sering kuserukan, aku berjanji membicarakan masalah negara jaga malam. Namun karena pagi ini sudah ke terminal, aku jadi malas buru-buru ke kampus. Jadilah aku mengetiki, menggelitiki di rumah yang kembali kacau-balau ini. Setelah Jay Graydon lalu Barry Manilow sebentar, Kenny Rogers sempat beberapa lagu, aku kembali kelingan kowe, 'Nduk. Memang tidak akan ada habis-habisnya jika begini, meski aku merasa sudah mulai bosan. Gila apa, sudah hampir seminggu penuh begini. Takkan kubiarkan yang seperti ini merundungku terlalu lama! Secantik apapun, semanis apapun engkau, sudah cukup sampai minggu ini saja!

Siap ini, masak air. Aku jadi malas beres-beres jika sudah parah begini, dan yang membuat parah tidak lain serangga anak serangga yang satu itu juga. [biangnya juga 'sih] Kemarin-kemarin upaya terbesar adalah mengangkat kasur pegas, sekarang upayaku harus satu rumah 50 m2, edan apa? Betapatah aku tidak kelingan kowe, 'Nduk? Aku tahu pasti kau hanya ada dalam khayalanku. Lebih tepatnya, kau sebenarnya adalah aku sendiri, khayalanku sendiri. Kau tidak ada, jika itu artinya seseorang. Aku memang selalu hanya mencintai diriku sendiri. Bukan berarti aku tidak bisa sayang. Insya Allah, aku penyayang. Hei, pada luwing saja aku sayang. Namun, untuk menjaga kewarasan, seringkali aku terpaksa harus menyayangi diriku sendiri.

Kucium Kau, Kubuat Menangis

No comments: