Tuesday, August 01, 2017

Apa Yang Akan Kulakukan? [dengan Tahi Macan]


Jika dirasa-rasa, pengalamanku berwisata ke Solo tempo hari itu sesungguhnya menyenangkan. Serba gratis, dibayar lagi; karena hal-hal terbaik di dunia ini adalah yang gratis. Betapa tidak? Aku berkenalan dengan beberapa malam ketika Arthur Garfunkel terpesona, ketika itu. [...dan memang mempesona] Kurasa aku suka suasananya. Jika agak lebih lama sedikit mungkin juga tidak apa-apa, terlebih jika bisa sambil menunggu bubur ayam seperti ini. Hidupku memang selalu sepi, dan aku tidak bisa dan tidak boleh mengandalkannya; karena aku tolol. Akan selalu ada waktu-waktu di mana aku berusaha memecah kesepian itu, dan pasti berakhir konyol [awas jangan diganti "t"] untukku.

"Kurasa seperti inilah bentuknya tahi macan," kataku pada diri sendiri, "ada sungutnya."
Bubur ayam setelah nasi kuning berminyak bekas kemarin mungkin memang berlebihan. Namun jika itu berarti lengkapnya beberapa malam ketika Art Garfunkel terpesona, kurasa sepadan. Pesona yang harus diselimuti tabir kabut tipis selendang sutra putih, atau lembayung boleh juga; karena aku bisanya hanya ini. Sedang hidup sehari-hariku seperti itu. Seperti kembalinya aku pada kenyataan hidupku yang tiada arti. Seandainya aku bisa melolong, mungkin akan kulakukan saat ini juga. Meski aku lebih suka dicabik-cabik harimau daripada dibelai-belai oleh seorang anak perempuan, apalagi kakek-kakek. Karena aku anjing yang serigala begitu hahaha.

Lantas mengapa tidak melolong? Pertama, aku bukan anjing sebenarnya, apalagi serigala. Kedua, masa ada Tyra Banks melolong? Seberapa banyak sakit yang dapat dikurangi dengan meracau aku tidak peduli, selama racauan dan kesakitan adalah keseharianku. Sedangkan geraman mesin jet dan getaran halus fyuselaj tidak terdengar dan tidak terasa. Lalu apa ini di telingaku? Haruskah aku menyerah begitu saja, berhenti berharap, bahkan berkhayal. Tentu saja, Tolol. Masa mau kaudamba-damba khayalan absurd, sudahlah absurd khayal pula. Ini semacam kenangan akan khayalan. Ini semacam major malfunction. Ini alarm sudah berkedip-kedip meraung-raung.

Apa sesungguhnya yang dapat menyenangkan hatiku? Dapatkah Si Bongkok berdansa berputar-putar bersama pujaan hatinya, bukan urusanku. Hanya saja, ini memang lelucon pahit yang tragis. Tragis? Seperti dalam tragedi begitu? Ahaha... ini aku! Duduk di kursi tengah-tengah, aku dapat melihat lorong juga jendela. Jangan dulu sakit telingaku. Jangan dulu roti atau jus. Biarkan aku menikmati hidup yang mudah ini. Haruskah aku menunggu hidup mudah entah kapan di mana, sedangkan di sini pun tiada pernah kurasakan hidup yang mudah ini? Berapa? Tujuhpuluh dua? Empat? Satu? Hahaha kau berolok-olok. Tak satu pun tiada mengapa, sepanjang hidup ini mudah.

Apakah itu dengan klarinet atau harmonika, semua saja sebenarnya hanya untuk satu tujuan: memendam rasa. Hingga mendendam. Hei, jantung, janganlah kau berdentam-dentam. Engkau, tidak seperti aku, memang hanya mematuhi perintah dan ketentuanNya. Sampai kapan aku harus terus-terusan terpesona begini, sedangkan sungai sudah lama kuseberangi. Aduhai, sungguh sulit melaksanakan kata-kata sendiri. Apakah Salvatore juga begini jika sedang merebus tikus? Apa lereng Alpen memang sedingin itu sehingga Salvatore sampai membutuhkan protein tikus, sedangkan Mawar dan keluarganya mungkin memakan jantung sapi? [Aku protein kedelai saja boleh?]

Sedang neneknya Mawar diberaki ayam, sedang Saudara Remigio memberaki Mawar tahi macan, Salvatore makan tikus rebus. Digarami tidak? Sedikit. Dengan daun mint mungkin? Nanti dimarahi Saudara Severinus. Remigio dan Adso sama-sama berak tahi macan. Bedanya, Remigio harus menambah jantung sapi, Adso tidak. Begitulah dunia bahkan di biara. Apa jika demikian lebih baik Salvatore yang lengannya salah bentuk gara-gara dikerja Bernardo Gui, padahal ia hanya makan tikus, padahal garamnya sedikit, tanpa daun mint? Tapi dia menjilat. Ya, bahkan Salvatore pun bisa berak tahi macan. Apa salahnya? Salvatore dan Remigio berakhir jadi arang. Adso tidak.

Serakan arang yang tadinya Salvatore dan Remigio sama-sama bergumam, ini lebih dari sekadar tahi macan. Ini tentang kasih sayang. Apa jadinya punggung yang tidak pernah dibelai kasih sayang. Apa jadinya torso yang tidak pernah didekap lembut sambil dielus-elus. Apa jadinya jika itu terjadi di bawah rindang Beringin oleh dua tikus betina, satu di gigi satu di telinga. Apa jadinya kalimat-kalimat tanya tak bertanda tanya ini. Serulah! Menggeliatlah, biar diinjak mejret saja, apakah itu ascaris lumbricoides atau vaginula rodericensis. [aku seharusnya masuk biologi. Tadi aku melihat mahasiswa mengenakan jaket jurusan biologi] Apa jadinya jika saling menggigit? Gigit-geligit.

Bima Unzila Ilaika

No comments: