Saturday, January 24, 2015

Funai adalah Musiknya Kemayoranku


Sekarang aku kenyang. Cenderung kekenyangan malah. Siang tadi itu aku mengapa, ya? Sore kemarin aku tahu mengapa, tapi siang tadi? Ya Allah, hamba berlindung kepadaMu dari yang seperti tadi itu. Hamba mohon angkatlah dan jauhkanlah segala penyakit dari badan hamba. Ya Allah, hamba mohon karunia kesehatan yang sempurna. Semoga hamba tidak pernah harus mencari perhatian medis. Bila pun hamba sakit, cukuplah yang ringan-ringan saja, yang dapat sembuh hanya dengan ditunggu saja, ditahan sakitnya, yang menjadi penghapus dosa-dosa. Aamiin.

Kesalahanku adalah menginginkan kembalinya masa kecilku. Pendorong utama disusun dan diterbitkannya blog ini, maka judulnya jadi seperti itu, plesetan dari Kemayoran. Sungguh Kemayoran itu betapa permai terasa di hati. Sekarang pun sambil mengetikkannya, terasa betul betapa permainya. Terlebih dengan adanya Lara’s Theme ini, Dr. Zhivago. Pengetahuan yang kudapat di Kemayoran dari Ibuku, dan lekat pada benakku sehingga kini. Justru di situlah letak kesalahanku. Semua itu tidak akan kembali, tidak peduli apapun yang kulakukan. Kemayoran tidak akan pernah hadir kembali.

Terminal Bandara International Kemayoran pada tahun kelahiranku
Sekarang, dengan Fawaz main monopoli di kamar belakang dengan Bundanya, semakin terasa jauh Kemayoran itu. Tidak ada monopoli di Kemayoran! Perkawinan adalah bersatunya pengalaman dua manusia. Pengalaman dibesarkan yang menjadi acuan dalam membesarkan. Semua yang ada di sekelilingku asing. Aku tidak mengenalinya barang satu pun. Terlebih dengan Moulins de Mon Coeur, semakin terasa terasinglah diriku. Semakin terasa jauh dari Kemayoranku yang permai di malam hari. Celoteh binatang malam adalah kemiripannya dengan Cikumpa ini. Sisanya, asing.

Ketika malam perlahan menyelimuti, maka di barat terlihatlah puncak Monas yang gemilang keemasan. Aku harus berjinjit untuk dapat melihatnya ketika itu. Pernahkah Bapak atau Ibu memperhatikannya. Apakah sama menariknya Monas itu seperti bagiku? Monas yang jauh itu. Sungguh nyaman berada dekat-dekat Ibu, dan Bapak jika tidak sedang dinas malam, sambil memandangi Monas yang jauh itu. Tidak ada bahaya. Tidak ada khawatir. Besok hanya diisi oleh rencana-rencana yang melulu mengasyikkan. Buku untuk dibaca. Karton untuk digunting-gunting, dibuat mainan.

Ketika malam semakin larut, TVRI pun semakin mendekati akhir siarannya. Aku tidak terlalu ingat apapun mengenai hal itu, karena sebagaimana layaknya anak kecil, aku nyaris tidak pernah tidur larut. Hanya kuingat lamat-lamat, kami sempat pulang sangat larut (dari Tomangkah itu) sampai-sampai aku bisa melihat akhir dari film seri Buck Rogers. Setelah tua begini, terkadang aku berandai-andai, apa yang dialami, apa yang dikenang oleh orang-orang yang lebih dewasa lagi dariku, mengenai waktu-waktu itu? Sibuk apa saja Mas Oki di Duren Tiga, sebagai siswa SMA 70?

Begitulah, aku tidak bisa beranjak darinya, dari Kemayoran. Aku tidak punya anak yang dapat mengajakku beranjak ke dalam masa kecilnya. Aku terperangkap dalam masa kecilku. Wajarlah jika manusia berusaha meringankan hidup kesehariannya yang penat, bahkan jika itu dilakukan dengan sekadar berkhayal. Sedangkan aku yang sekadar pernah mengalami episode-episode menjijikkan dalam hidupku selalu membutuhkan pelipur. Bagaimana dengan orang yang masih mengalami hidup nista. Naudzubillah. Kasihanilah kami Ya Allah hamba-hambamu. Datangkanlah pertolonganMu secepat-cepatnya. Angkatlah kami dari kenistaan. Basuhlah kami dengan Belas KasihMu, Ya Rabb.

Biarlah entri ini kututup dengan sedikit deskripsi mengenai Kemayoran. Musik. Ya, selalu musik yang cantik, sedangkan Ibuku yang cantik selalu sibuk entah apa. Biasanya sambil beres-beres rumah, maka Ibu akan mendengarkan musik dengan stereo set merek Funai, yang selalu dikenang Bapak karena tibang begitu aja dahulu pakai ngredit. Musik yang cantik. Suasana hati yang selalu aman dan nyaman. Hangat. Aku tidak pernah ingat kepanasan atau kedinginan. Semua serba aman dan nyaman dan hangat, seraya memandang ke arah selatan dari rumah kami yang tusuk sate itu.

No comments: