Wednesday, January 02, 2013

Sehari Setelah Tahun Baru di Qasr Amra


Sungguh mengancengkan eh mencengangkan! Tidak sampai seratus tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW, orang-orang Arab Muslim, kemungkinan besar khalifah Umayyah entah yang mana, membangun Qasr Amra. Aku sudah sering mendengar betapa khalifah-khalifah Umayyah suka hidup bermewah-mewahan. Namun aku tidak pernah sadar, sampai Bobby Chin bercerita mengenai kunjungannya ke Qasr Amra di Yordania, ditayangkan dalam Bazaar: Treasures of the Islamic Worlds, bahwa bermewah-mewahnya sampai sejauh itu. Masya Allah! Tampak dalam gambar di samping ini suatu fresco yang masih jelas terlihat di reruntuhan Qasr Amra, menggambarkan seorang perempuan yang bertugas memandikan orang dalam rumah-rumah pemandian, dan ia telanjang bulat, kecuali untuk perhiasan yang menjuntai di antara buah-buah dadanya, dan melingkari pinggang sehingga menjuntai sampai kemaluan. Astaghfirullah! Dapatlah dipahami mengapa, seperti diriwayatkan, Rasulullah SAW sangat mengkhawatirkan umatnya ketika beliau sedang sakaratul maut. Tidak sampai seratus tahun, Para Sanak, tidak sampai seratus tahun!

Tidak perlu pula aku ceritakan rumor bahwa bangsawan Umayyah biasa mengonsumsi anggur, baik segar maupun terfermentasi 'kan? Yah, intinya, kerusakan budi pekerti itu bukan cerita baru. Hey, bahkan umat nabi Luth AS pun melakukan sesuatu yang sangat mengerikan sejak entah kapan, mungkin sekitar 6000 sampai 5000 SbM (Sebelum Masehi). Jadi kita yang bilangannya masih 2013 SsM (Sesudah Masehi, hah ribet betul. Kenapa nggak BC dan AD?; tapi itu kan English...) ini tidak perlulah terlalu heboh, terlalu pusing dengan merosotnya patokan-patokan moral di tengah masyarakat kita [kita? lo kali!] Pun, macam awak berakhlak saja, sok-sok pusing standar moral merosot. Seringkali aku juga bingung, kenapa aku terobsesi sangat pada hal ini... Bagaimana caranya sampai aku ingin menjadi... padri. Janganlah... Manggala BP7 saja. [tapi BP7-nya sudah lama bangkrut] Tunggu sebentar... lalu apa artinya percaya pada hari akhir? Apakah kisah anak-anak Adam sudah terlalu bertele-tele seperti sinetron, sehingga perlu diakhiri? Berapa lamakah bertele-tele? Apakah 50 (lima puluh) milenium sudah cukup? Bosan 'kan menonton sinetron yang ceritanya dari itu ke itu lagi, saling bunuh untuk kesenangan duniawi, selama setidaknya 50,000 tahun? Jelas ini semua hanya omongan ngaco, Para Sanak, mohon jangan diambil hati. Hanya saja, sahaya merasa lelah dengan obsesi kekanak-kanakan sahaya mengenai ketinggian budi-pekerti; sekali lagi, seakan-akan sudah tinggi budi pekerti sahaya. Jadi? Yaa.. itu, masih jauh lebih baik jika aku memusingkan budi-pekerti sendiri.

Namun... pekerjaan sahaya adalah... cantrik senior hehehe... Iya lah, kalau Enade TN5 sudah berhasil menghilangkan kata "student" dari gelar PhD student, aku bahkan bergelar itu pun belum. Jadi aku masih  cantrik dong, karena masih belajar. Kelak, jika aku sudah seperti Enade, mungkin bolehlah aku menjadi Pembantu Guru; maksudnya membantu para Guru, begitu. Lagipula, cantrik itu, meski senior, di negeri ini pada saat ini, bukanlah suatu pekerjaan. Tidak ada orang dibayar gara-gara menjadi cantrik. Terlebih lagi, beratus-ratus, jangan-jangan sudah mencapai bilangan ribuan, anak bocah kepalang berpikir bahwa aku adalah... guru. Pun gara-gara pura-pura menjadi guru itulah aku dibayar. Gara-gara pura-pura menjadi guru itulah aku bisa beli tivi, kulkas, henfon, tablet dan sebagainya. Oh Gusti Pangeran, betapa mengerikan sebutan itu terdengarnya. G.U.R.U. Aku guru apa? Berbicara mengenai guru, aku jadi teringat pada mantan penyeliaku, Dr. Carijn Beumer.

Carijn, if you happen to search your name via Google and stumble to this page, I want you to know that I'm really trully deeply sorry that I didn't consult you first before writing my thesis. This is not about the grade or anything. I'm afraid I had offended you. I really want to apologize for that. I really want to know that I'm forgiven, that my apology is accepted. I didn't mean to offend you in any manner by submitting those stupid chapters without firstly consulting you about the outline or anything. It was only that I screwed up. Yes I admit that I was a bit upset and dissapointed with what I understood as how developed countries see the problem of sustainable development. This is not about any individuals in particular, or ICIS, or UM. That foolish disappointment, I admit, affected my motivation in attending the courses. But that surely is no reason to not doing my thesis in a proper way i.e. consulting my supervisor first. I believe, should I've worked more under your supervision, I would've learned so many more things from you. It's needless to say that Dr. Maud Huynen was so kind to be willing to supervise me, though. Carijn, I want you to know that I feel really bad about this.  See, it's been quite some years and I still feel very bad about it. Please let me know if ever I'm forgiven. Please.

Ini dia guru gadungan itu!
Jadi begitu, Carijn. [loh koq jadi keterusan ngomongnya sama Carijn...] Aku sekarang guru. Kalau kamu orang Betawi, kamu pasti sudah bilang, "guru apa'an lo?!" dengan nada yang sama ketika aku mengatakan pada Goklas bahwa aku peneliti. Aku tidak pernah benar-benar nyaman dengan sebutan ini, setidaknya sampai malam ini; dan tidak ada satu pun yang dapat kuajak bicara mengenai perasaan ini, apalagi di FHUI. Di FHUI, semua merasa guru; setidaknya Hadi dan Bang Andhika yang sudah mengaku. Jagad Dewa Batara, apalagi mengajar hukum! ... Daripada berkeluh-kesah terus begini, bagaimana kalau nyolot saja sekalian? Aku bertekad akan mengubah FHUI menjadi sebuah BIARA! Karena, seperti kata Guruku Hazairin, hukum yang baik itu mencerminkan rasa kesusilaan masyarakatnya, jika tidak maka itu adalah hukum yang DZALIM! ... baru sebentar saja aku sudah lemas lagi. Pasti banyak yang tidak setuju. Dan bukan aku orangnya untuk memaksakan kehendak. Aku tidak mau begitu. Aku ini... biarawan hahaha. Aku ini... pertapa hohoho. Aku menempuh jalan... ahimsa hihihi. Sahaya ini... sekadar mencari uang, Para Sanak. Mohon kiranya maafkan sahaya. Sungguh sahaya malu mencari uang dengan cara begini, tapi hanya inilah yang sahaya mampu lakukan. Mencangkul tidak kuat, bercocok-tanam tidak mengerti, menukang apa lagi. Hanya ini yang sahaya mampu... berbual-bual entah apa. [sambil menangis mengguguk]

No comments: