Sunday, January 06, 2013

Aneka Ria Anak Nusantara, untuk Kita Semua


Setelah menonton Asia's Next Top Model --di mana gacoanku Melissa Th'ng baru saja dieliminasi grrr-- maka kini aku kembali melarikan diri dari kenyataan. Ini kulakukan sambil menunggu disiarkannya Mansfield vs Liverpool, yakni pada Putaran Ketiga Piala FA. Sebelum Melissa dieliminasi, gacoanku Becky Reams juga dieliminasi dari Masterchef US Musim Ketiga grrr. Sungguh suatu Minggu malam yang penuh kejadian (eventful) bagiku. Nah, ini bisa menjadi tema yang bagus. Bagaimana dahulu biasa kulewatkan Minggu malam? Jaman kecil, Minggu malam ditandai dengan Minggu sore, yaitu tiadanya filem kartun di tivi; digantikan oleh Aneka Ria Anak Nusantara. Acara ini... seingatku aku tidak pernah begitu peduli. Buat apa menonton anak-anak sebayaku bernyanyi dan menari dalam pakaian adat, dalam bahasa daerah mereka masing-masing? Apa serunya?

Begitulah maka terkadang main sore yang di hari-hari biasa berakhir pada jam 17.30 bisa berlangsung agak lebih lama di hari Minggu; meski tidak mungkin lewat Maghrib juga, jika tidak mau kena sabet Bapak. Setidaknya sampai SMP, Minggu, Minggu sore dan malamnya tidak pernah terasa terlalu istimewa buatku. Ada sih perasaan khusus yang masih kuingat sampai hari ini. Rasa sendu yang... entah bagaimana aku melukiskannya; yang jelas bukan karena akhir minggu sudah berakhir. Aku tidak begitu peduli dengan itu dahulu. Aku tidak pernah ingat terbiasa bertamasya atau apa pada hari Minggu ketika kanak-kanak. Jika pun ada, Minggu sore dan malam adalah waktu kami pulang dari Jalan Radio menuju Kemayoran. Sampai di sini... aku sungguh sedih. Sudahlah...

Kaset inilah yang mengecewakan Iwan Syaifuddin Hamadi dulu. Ia jelas membelinya karena gambar ini. Katanya, ia gemes ingin menggigit bibir Danii Minogue dalam gambar ini. [waktu itu aku heran, koq bisa begitu fantasinya] Iwan, yang jelas, tidak suka lagu-lagunya.
Minggu malam baru terasa setelah aku di SMA dan AAL. [...atau mungkin, satu-satunya kurun hidupku dalam mana Minggu malam sungguh berarti] Bagaimana hari Mingguku di SMA dulu? Waktu kelas satu, seingatku aku hampir tidak pernah melewatkan pesiar; meski waktu pesiarnya hanya lima jam maksimal, dari 08.00 sampai 13.00. Pada saat itu, seingatku, beberapa kali aku makan di Pujasera Gardena yang teramat-sangat bersahaja itu. Meski terhitung mahal, mungkin karena itu juga jarang siswa TN maupun taruna Akmil berkunjung, RM. Echo Roso adalah tujuan favoritku. Makanannya sedap betul! Sambel goreng udangnya, tumis buncisnya... yummy! Aku pernah makan di situ sambil bercucuran air mata, karena makanannya sungguh enak mengingatkanku pada masakan Ibu. Setelah kelas dua, mulai dibuka Matahari Foodcourt; dan jam pesiar pun sudah sangat panjang, dari 08.00 sampai 18.00. Meski begitu, seingatku, aku tidak pernah memanfaatkannya sampai maksimal. Sekitar Ashar paling lambat, aku sudah pulang.

Kalau tidak salah ingat, waktu kelas dua inilah aku bersama Catur Agus Sulistyo menonton Mobster, Harley Davidson and Marlboro Man, Young Guns II... [ada lagi ngga ya?] di Bayeman Theatre. HTM-nya Rp 450! Kelas dua ini aku belum nonton di Magelang Theatre, karena seingatku baru hampir lulus aku menonton di situ; filmnya Demolition Man. Selain menonton, tentu saja, kegiatan utama adalah makan! Menu favoritku di Matahari Foodcourt selalu always mie ayam dan onderdilnya, atau, jika sedang bosan, Tahu Telur Magelang; yang terakhir ini harganya Rp. 1250 dan maknyus tenan! Kelas tiga... aku pesiar malam di hari Sabtu, dari 16.00 sampai 21.00; kegiatannya telpon collect call dan... makan lah. Jika malam Minggu aku di Magelang kota, maka malam Senin aku kembali di Perpus TN yang dahsyat itu; membaca-baca entah apa, sepanjang minggu.

Minggu malam di AAL... biarlah kukenang satu Minggu malam yang, entah mengapa, tak pernah terlupa hingga kini. Mendekati jam 21.00 di pos pesiar kopral AAL 43 Korjek, kami sedang mengantri setrika sambil menahan kantuk. Ketika itulah dari tivi terdengar video klip lagu Always-nya Air Supply; itulah kali pertama kudengar lagu ini, sampai kini selalu kusuka. Kenangan ini membuatku merenung. Di satu sisi, bodohnya aku meninggalkan persaudaraan itu. Di lain sisi, aku memang bukan mereka. Lihat saja apa yang tengah kulakukan kini. Aku pemalas. Aku terlalu banyak berkhayal. Mentalku lemah. Sudahlah. Aku tidak mau terlalu terbawa. Itulah terakhir kali Minggu malam berarti sesuatu bagiku; yakni selama di SMATN dan Akabri. Setelah itu Minggu malam tidak ada artinya. Sama saja dengan malam dan malam dan malam... di mana aku semakin dalam menenggelamkan diri ke dalam kelam-kelam gelapnya.

Terkadang aku bertanya [pada diriku sendiri... atau meratap pada Allah] mengapa aku harus mengalami itu semua? Mengapa ada orang-orang yang begitu lurus mulus perjalanan hidupnya? Mengapa aku tidak? Untuk yang satu ini, aku tidak hanya lelah. Aku sudah muak pada diriku sendiri terus bertanya-tanya mengenainya. Kini aku di sini, di sudut kamar belakang Qoryatussalam E9 ditemani nyamuk-nyamuk gelisah. Istriku tidur di kamar depan. Aku tidak begitu gembira dengan cara Liverpool menang malam ini. Angkat topi bagi Mansfield dengan perjuangannya yang tak kenal menyerah sampai detik terakhir. Aku mendukung Melissa, karena ia paling jelek. Aku mendukung Becky... well, sebenarnya sih gak gitu-gitu juga; hanya rasanya dia pasti pulang, dan memang benar. Aku mendukung Liverpool. Aku mendukung Nusantara. Malam ini, Minggu malam, aku harus tidur, karena draf SE wajib unggah dan anggaran ICT belum kukerjakan.

No comments: