Tuesday, March 28, 2023

Serasa Jutaan Tahun T'lah Berlalu Sejak Kau Pergi


Memang mengerikan, membuat pikiran tidak pernah menyimpang. Naudzubillah. Kemarin malam saking saja Cantik mengajak ke PeSq maka 'ku mengajak juga Anakku Kin. Sepulangnya dari sana, sekadar duduk menonton Yutub sudah mengantuk. Mungkin karena udara memang sejuk sebab hujan dari sore. Bahkan setelah Ashar aku sampai tertidur saking sejuknya udara. Hampir setengah enam ketika kami bergerak menuju PeSq, sedang jalan depan rumah dihalangi oleh mobilnya Inu. Suasana apa ini yang ditimbulkan oleh ketidaksukaanku tidur sendiri di lab hukum.
Di kejauhan 'ku lihat teman-teman Afi. Aku bisa yakin karena mereka berkerudung, meski aku sudah lupa seperti apa tepatnya seragam TarQ. Ada empat ekor mereka. Dari kejauhan ini juga kami dulu sering menggoda anak-anak SMA Tidar yang pulang sekolah. Beberapa hari ini aku diharu-biru khayalan untuk menghabiskan lagi hari-hari di Dukuh Barepan itu. Entah mengapa gagasan itu begitu menyenangkan. Ibu pun semangat ketika 'ku ceritakan mengenainya. Makanya segera selesaikan disertasimu, Tolol. Malah mengitiki tidak karuan begini, salahku sendiri...

Namun benar belaka apa yang dikata Cantik tadi pagi. Jika mau berolok-olok di tempatku sekarang ini. Sanggupkah aku menahan diri dari berolok-olok dalam peran dan kedudukan itu, sedang berada di situ saja sudah merupakan olok-olok besar. Gedung-gedung tinggi di kejauhan itu memang terlihat menjengkelkan, sedang tempat ini terkenal dengan hutannya. Pada akhirnya memang tempat manapun akan ditinggalkan. Lagi, lagi-lagi lagi yang selalu saja mencekam hati nurani dengan keindahan melankolinya yang sentimentil, nostalginya yang tak jua 'henti.

Ali McGraw yang mengaku Monalisa padahal Natalie Jastrow dari masa kecilku. 'Ku ulang lagi setelah dewasa ketika sendiri di kamar-kamarku di Maastricht. Puasa berjam-jam, sampai delapan belas jam, di negeri Belanda seperti pernah dilalui Bung Hatta dan Bung Syahrir. Di depanku tergeletak tentang dan sekitar Undang-Undang Dasar 1945 yang selalu saja mengharu-biru bahkan sebelum aku diterima di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Monalisa, Monalisa adalah simfoni cinta bersampul hitam, biru kehijauan, dalam balutan cahaya bulan biru, manja bermesra...

Sadarkah bahwa yang seperti itu memang tidak pernah berhenti, maka berharaplah, bersiap-siaplah untuk waktu ketika itu semua berhenti. Sedang di sini semua hanya untuk ditahankan, meski mungkin sekarang memang sudah masuk musim semi. Mereka tidak akan pernah berhenti bersemi ketika waktunya tiba. Terpulang padamu apakah akan membiarkan diri kecanduan wewangian musim semi, atau membiarkannya berlalu dipanggang hangatnya cuaca musim panas. Jangan pula lupa, musim gugur akan selalu menunggu, membawa bersamanya musim dingin berbadai salju, bermuram durja langit kelabu.

Padahal sejatinya tidak harum. Padahal harum karena memakai harum-haruman entah dari alam atau buatan. Sedap di mata semata tipuan pikiran, atau perasaan, sama saja dengan apapun yang terasa sedap di mata. Sedap di mata, merdu di telinga, harum tercium hidung mengendus-endus, seperti anjing-anjing dikerobongi keranjang bambu atau rotan sekali. Padahal tidak boleh memulai kalimat dengan padahal, namun 'ku lakukan juga, demi mengingat siang-siang panas cuaca sedang membeli bubur makanan laut; habis seporsi sungguh banyak sampai sulit bernapas.

Meski dingin dan mengantuk 'ku rasa, tapi 'kan 'ku babat selesai saja; tinggal satu alinea ini. Aku di pojokan horor sedang Cantik mendengkur lembut di atas tayo berbantalkan canon keras kesukaanku. Begitu jam tiga nanti, bahkan akan 'ku masukkan kantong plastik cano dan 'ku bawa ke HAN. Gantian aku yang tidur di sana, semoga sudah tidak ada orang lagi kecuali Pak Mono. Mungkin terbangun sebelum buka dan memesan makanan untuk berbuka. Eit, tidak semudah itu. Masih ada janji dengan Marsha. Sudahlah 'ku biarkan saja ia diperiksa turnitin, biar lekas selesai.

No comments: