Saturday, March 04, 2023

Keberkahan Sya'ban, Sampainya Ramadhan. Semoga


Setelah beberapa hari ini hanya masuk ke dalam goblog, memeriksa statistik yang tidak menerangkan apapun, malah berakhir membaca-baca entri-entri lama. Itulah gunanya statistik. Terkadang ia mengingatkanku pada entri-entri lama yang aku lupa bahkan ia pernah ada, pernah 'ku tulis. Ketika melirik ke kiri atas, sadarlah aku bahwa Sya'ban sudah habis sepertiganya. Senin atau Selasa depan ini sudah Nisfu Sya'ban. Di kejauhan, seorang ustadzah membumbungkan shalawat. Sementara itu, tetangga-tetangga bekerja bakti membersihkan, merapikan sekitar masjid.
Teh halia yang 'ku sruput-sruput di Sabtu pagi bermendung ini sesungguhnya tidak terlalu manis. Terutama jika kau mencicipi hidup a la syah Persia meski hanya sekadar dalam khayalan, karena jika tidak begitu maka bahkan infanteri mekanis saja sudah tidak sanggup lahir batin. Ah, teh halia ini manis-manisnya kehidupan dunia, merekah ranum bagai buah entah apa yang hampir saja menimpa kepala. Entri-entri goblog ini banyaknya sudah tidak terperi. Sudah lebih dari lima ratus, 'ku rasa. Adakah kebahagiaan hidup di dunia yang 'ku rasa; berpaling ia, wajahnya.

Tak henti-hentinya mengagumi manis-manisnya teh halia yang datang dari hati yang tulus, meski mungkin sekadar terjerat pesona tutur-kata yang fasih. Adakah kebenaran di dalamnya. Adakah mengandung Ajaran Sang Penguasa Keselamatan yang menciptakan indahnya alam seisinya, yang sanggup meluluh-lantakkan angkara-murka. Taman Argasoka sekadar bilik terabaikan, menyimpan kenangan akan ambisi kehidupan dunia. Aku sekadar lelaki tua gendut botak yang pikirannya tidak pernah menyimpang. Namun dunia memang tiada ambil peduli, bersikeras indah.

Kata-kata ini, aku tahu persis, tak berdaya. Bahkan menghadapi kekerasan hati bocah cilik yang dengan tangan-tangan mungilnya hendak merengkuh sombongnya dunia, kata-kata lungkrah bagai kelelakian diterpa amarah tertahan berkepanjangan. Tepat di sini 'ku biarkan kesenian sekuler mengambil-alih, karena bumbungan sholawat sudah berganti sesorah. Duduk disampingku dalam gelungan kecil sederhana yang menguarkan kesedapan kepala putik yang kuyup dilumuri serbuk sari iblis bulai keparat, kecuali ditahan pencegah penyerbukan. Diriku sendiri aku kutuki.

Betapa sukubus jahanam mengunjungi dalam mimpi, pantatnya yang mungil didukung diremasi sedang mulut dan mulut berpagut. Tepat di sini aku direnggut oleh masa kecilku yang indah, ketika hidup masih seperti keran air berwarna merah. Dapat 'ku bayangkan air yang mengalir darinya segar dan menyegarkan, mengusir penat anak laki-laki kecil yang tidak seberapa. Penat lahir batin yang kini kesehariannya setelah botak, tua, dan gendut bahkan jauh berkurang hanya dengan mengenang keran merah mengucur air; terbang melayang-layang bebas jiwanya di atas Copacabana

Dalam keadaan seperti ini kau menyambut yang mulia, lantas di mana hasrat kerinduan akan rasa aman sampai menghitung-hitung mempersiapkan. Kuda sembrani terbang melintas di atas ufuk kesadaran. Abaikan bentuknya yang mungil gempal, dan bahwa di atasnya ada anak laki-laki periang namun tololnya tidak ketulungan. Lihatlah ketenangan, kedamaian yang membonceng padanya, dalam bentuk anak perempuan berambut kepang dua. Buang jauh-jauh khayalan akan kasih-sayang yang sangat kau damba darinya, kar'na hidup ini adalah memberi dan memberi.

Apa bedanya bercampur ludah ketika mulut-mulut berpagut dan diludahi ke dalam mulut menganga sungguh tak pernah terpikirkan. 'Nah 'kan, terlebih jika mengingat kemungkinan besar zaman sudah berganti dari ikan menjadi air. Seperti semua kita dari manusia paling bejat sampai tikus putih paling mencit sekali, memulai hidup berenang-renang dalam air. Ludah pun sebagian besarnya air. Seperti ketuban, ludah pun tak kalah menjijikkan. Itu, tentu saja, setelah keluar dari padanya. Ketika masih berkubang berkecimpung di dalamnya, yang ada hanya kesedapan.

Kalau begini terus lalu kapan sampainya

1 comment:

David Hidayat said...

Ramadan bentar lagi. Mari kita persiapkan dengan sebaik baiknya.